Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim dari Kisah Kurban; Liputan kontributor PWMU.CO Lamongan: Mustain Masdar.
PWMU.CO – Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sekaran, Lamongan, menyelenggarakan Pengajian Rutin, Jumat (1/7/2022). Hadir sebagai pembicara, Farid Dhofir Lc yang mengupas tema Uswatun Hasanah.
Menurut Ustadz Dhofir kalimat uswatun hasanah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak tiga kali. Yaitu di surat al-Ahzab ayat 21, surat al-Mumtahanah ayat 4 dan 6.
Ada pengajian yang bertempat di Masjid Al-Muttaqin Desa Jugo Kecamatan Sekaran ini, Dhofir memulai kajiannya dengan mengutip ayat al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang cukup mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.
Di ayat ini dia menguraikan bahwa Rasulullah adalah tauladan sejati bagi umat.
Meneladani Tiga Generasi Terbaik
Dhofir berpesan agar orang Islam bisa mencontoh kepada para nabi, terutama kepada Nabi Muhammad SAW yang Allah SWT sebutkan satu kali, sementara untuk mencontoh kepada Nabi Ibrahim, Allah SWT menyebutkan dua kali. Bahkan Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya tersebut juga kepada orang-orang yang bersama Nabi Ibrahim.
“Nabi Ibrahim adalah orang Palestina asli, beristri dengan Sarah, juga orang Palestina asli.Hidup dan wafat juga di Palestina. Ketika beliau bersama Sarah belum dikaruniai seorang putra, maka Sarah menyarankan kepada Nabi Ibrahim untuk menikah lagi dengan harapan Nabi Ibrahim mendapat keturunan dari istri yang lain,” urainya.
Maka, lanjut Dhofir menikahlah Nabi Ibrahim dengan Hajar. Ternyata, menurut Dhofir Allah SWT mengkaruniai keduanya hamil. Dari sinilah, kemudian Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa Hajar pindah ke Mekah yang jaraknya hampir 1,500 kilometer.
Dhofir juga mengutip doa Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim ayat 37
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.
Dhofir melanjutkan kisah yang mengharukan tentang Ibrahim dan Hajar istrinya.
Setelah dibuatkan ‘rumah’ di lembah yang gersang, tidak ada air, tidak ada pohon dan buah-buahan, Hajar ditinggal kembali ke Palestina, karena memang medan dakwah Nabi Ibrahim adalah di Palestina. Dan kelak yang berdakwah di Mekah adalah Nabi Ismail. Saat
Hajar ditinggal oleh suaminya, Hajar bertanya, apakah kepergianmu karena perintah Allah SWT. Ibrahim sebagai suami tak sanggup menjawab dengan kata-kata, melainkan dengan anggukan. Hajar, kembali menjawab, “Kalau memang kepergianmu perintah Allah SWT, maka aku yang kau tinggal di sini tidak akan dibiarkan oleh Allah SWT dalam keadaan tidak terurus.”
“Hajar, sebagi istri tidak bertanya dalam kontek finansial tetapi kualitas keyakinannya kepada Allah SWT. Inilah teladan kedua setelah teladan pertama dari Nabi Ibrahim dalam tanggung jawab sebagai seorang suami,” tandas Dhofir memberikan makna filosofis.
Nabi Ibrahim, tambah Dhofir, pernah mengunjungi Mekah hanya empat kali, yakni: ketika mengantar istrinya Hajar dalam keadaan mengandung, saat Ismail berusia sekita 5–6 tahun, Ismail berusia 16–17 tahun dan yang keempat saat Ismail sudah berkeluarga.
Baca sambungan di halaman 2: Ujan Berat bagi Ibrahim dan Ismail