PWMU.CO – Dulu Dituduh Kafir, Kini Sekolah Muhammadiyah Jadi Rujukan. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan Muhammadiyah sudah merintis madrasah diniyah Islamiyah sejak 1 Desember 1911 yang menjadi cikal bakal pendidikan Islam modern.
“Gagasan madrasah saat itu sangatlah berbeda dengan yang lain. Yakni dengan memadukan ilmu agama dan ilmu umum. Pun dengan sistem klasikal yang saat itu mirip seperti budaya Barat,” ujarnya.
Haedar Nashir menyampaikan hal itu dalam acara Peresmian Kompleks Perguruan Muhammadiyah di Jalan Letjen Sutoyo Caruban, Kabupaten Madiun, Kamis (14/7/2022).
Kompleks itu terdiri dari masjid, SMP Muhammadiyah 2, dan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM). Hadir dalam acara ini Menko PMK Muhadjir Effendi dan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur M Saad Ibrahim.
Mengikuti Gagasan KH Ahmad Dahlah
Haedar Nashir menerangkan, lantaran menggunakan metode sekolah Barat, pada awalnya KH Ahmad Dahlan seringkali dicemooh, diolok-olok, bahkan dilabeli sebagai orang yang kafir. Yang menuduhnya menggunakan dalil secara serta merta bahwa yang mengikuti tradisi orang kafir adalah bagian dari orang kafir. Tapi Hiai Dahlan menyikapinya dengan arif dan bijak.
“Hingga akhirnya beliau mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Kemudian disusul dengan pendirian organisasi perempuan pertama di Indonesia Aisyiyah tahun 1917, kemudian Hizbul Wathan yang melahirkan Bapak TNI Polri Jenderal Soedirman tahun berikutnya. Juga sederet organisasi otonom lain,” tegas Haedar.
Setelah satu abad setelah pendirian tersebut, kata Haedar yang santun ini, dapat dilihat bahwa sistem pendidikan Islam modern di Indonesia berangkat dari gagasan yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan. Kini Muhammadiyah juga memiliki lembaga pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk wilayah yang minoritas Muslim. Sebut saja Universitas Muhammadiyah (UM) Kupang, UM Sorong, UM Jayapura dan lain sebagainya.
“Maka, sudah menjadi tugas kita untuk mengembangkan dunia pendidikan agar mampu melahirkan generasi berkemajuan. Muhammadiyah harus mampu membangun ukhuwah dengan berbagai kelompok dan sesama anak bangsa. Baik itu yang seagama maupun berbeda agama. Karena tanpa persatuan, kita tak akan bisa membangun bangsa yang lebih baik,” tegasnya. (*)
Penulis Anwar Hudijono Editor Mohammad Nurfatoni