PWMU.CO– Kemah santri digelar Pondok Pesantren al-Muhajir PCM Kedungpring di Bumi Perkemahan Moronyamplung Kembangbahu, Lamongan, Sabtu-Ahad (23-24/2022).
Kemah Santri ini merupakan kegiatan Fortasi (Forum Taaruf dan Orientasi Siswa) yang diikuti semua santri putra dan putri.
Serangkaian acara disusun oleh Seksi Acara M Haedar Zulkarnaen, siswa SMK Muhammadiyah 7 Kedungpring.
Begitu tiba di lokasi tiap kelompok mendirikan tenda. Setelah itu upacara pembukaan. Direktur Pondok Pesantren al-Muhajir Ustadz Muhamad Mandom, alumnus PUTM Yogyakarta menyampaikan pesan, menjadi kader Muhammadiyah tidaklah ujug-ujug, tiba-tiba ada. Namun melalui proses yang cukup melelahkan.
Saat peserta menyayikan lagu kebangsaaan Indonesia Raya dan Mars Muhammadiyah suasana hutan jati Moronyamplung menjadi bergetar syahdu dan haru.
Saat makan siang terjadi kebingungan panitia. Sebab peserta tidak membawa piring. ”Mana piringnya.. mana piringnnya buat makan?” tanya salah satu panitia Kemah Santri.
Muncul saran disampaikan panitia putri siswa SMK Muhammdiyah 7 Kedungpring. ”Piringnya pakai daun jati saja yang melimpah di sini,” katanya.
Saran itu diterima. Peserta ramai-ramai memetik daun jati untuk piring makan. “Mantap dan alami,” seru mereka. Mereka pun makan dengan lahap meskipun menunya sederhana.
Bakda Isya setelah shalat berjamah seluruh peserta mendengarkan kultum oleh Ustadz Alaika. “Beruntunglah kalian semua yang menjadi santri al-Muhajir. Kalian mendapatkan ilmu agama di samping ilmu dunia,” ujarnya.
”Dengan motto Pesantren al-Muhajir Memudahkan dan Mencerahkan membuktikan bahwa pondok memberikan dorongan kepada santri menyalurkan bakat minatnya. Maka giatlah dan bersungguh- sungguhlah,” ujarnya.
Kisah Santri
Meskipun malam diguyur hujan para santri tetap semangat mengikuti rangkaian kegiatan. Seperti Malam Pentas Seni (Pensi). Masing-masing kabilah menampilkan kreasinya. Ada pantun, kisah, tasrifan ala pesantren dan lainnya.
Kabilah Umar bin Khatab tampil terakhir setelah Kabilah Aisyah, Khodijah, Hafsho, Abu Bakar, dan Ali membuat suasana pecah karena mereka bercerita saat pertama masuk pondok.
”Dulu aku mondok kuwi dipekso mak-e. Terus bengine aku nangis nok ngisor tandon,” cerita Fredo, anak SMP Muhammadiyah 3 Kedungpring. Artinya, dia dulu mondok karena dipaksa ibunya. Malam harinya dia menangis di bawah tandon air. Mendengar kisah itu peserta tertawa lepas.
”Kalian paling yo podo, nangis pingin muli. Bawatan lara, ora kerasan, yo tho,” celetuknyayang artinya kalian sama saja. Menangis ingin pulang. Terus sakit karena tidak kerasan, ya tho?
”Ning saiki aku wis nyadar. Nyantri kuwi butuh pengorbanan,” katanya. Artinya, sekarang saya sadar. Nyantri itu butuh pengorbanan.
Acara malam pentas seni semakin gayeng dipandu oleh Kak Andre, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Lamongan, yang berduet dengan adik kelasnya, Kak Rofiq. Anak-anak diajak bermain Sambung Kata. Setelah Pensi berakhir peserta tidur.
Bersimpuh Sujud
Di sepertiga malam para santri bangun untuk shalat Tahajud yang diimami oleh alumni pertama pesantren. Hawa dingin yang menusuk kulit dan tulang tidak menyurutkan panitia dan peserta sujud dan rukuk. Hening, dingin. Suara takbir bergema di tengah malam. Hati merasakan kebesaran Allah di tengah hutan yang gelap itu .
Pagi hari acara jelajah dan game berlangsung ramai. Salah satunya game Berebut Ghanimah. Pemandu membuat garis lingkaran besar. Lalu di tengahnya ditebar ghanimah berupa jajanan.
Tiap kelompok peserta berbaris tepat di garis lingkaran. Masing-masing peserta boleh mengambil ghanimah namun tidak boleh melewati garis lingkaran. Maka tiap santri berusaha mengambil jajan itu dengan strateginya. Banyak yang berjatuhan. Suasana pun jadi riuh.
Permainan dan loba lainnya terus berlangsung hingga siang. Ada lomba kultum, kabilah terkompak, peserta favorit. Di penutupan acara para juara menerima hadiah.
Editor Sugeng Purwanto