Menengok Jejak Pengasingan Sukarno Hatta di Pulau Bangka. Oleh Nely Izzatul, Kontributor PWMU.CO Yogyakarta
PWMU.CO – Agustus menjadi bulan bersejarah dan istimewa. Pada bulan ini, dua tokoh pahlawan memproklamirkan kemerdekaan atas nama bangsa. Soekarno dan Hatta, adalah sosok yang tak lekang oleh sejarah. Beberapa bulan lalu, saya menengok jejak pengasingannya di Pulau Bangka.
Sekitar empat bulan yang lalu, tepatnya pada Bulan April 2022, saya berkesempatan untuk menapakkan kaki di Pulau Bangka Belitung. Pulau ini, selain dikenal sebagai negeri Laskar Pelangi, penghasil timah, juga memiliki banyak pantai memesona.
Di balik keelokan pantainya, pulau Bangka ternyata menyimpan sejarah kelam para pemimpin bangsa. Di sini, Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia, serta beberapa tokoh lainnya pernah diasingkan oleh Belanda.
Tempat pengasingan itu bernama Pesanggrahan Menumbing. Terletak di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung. Jika dari Ibukota Provinsi Pangkal Pinang, butuh waktu sekitar tiga jam perjalanan darat untuk bisa sampai ke tempat ini.
Ibarat Kastil Tua dengan Belantara Pepohonan
Pesanggarahan Menumbing ibarat kastil tua di atas bukit. Ia terletak di puncak bukit Menumbing dengan ketinggian 445 meter di atas permukaan laut.
Saat tiba di pintu masuk pos, jalan untuk sampai ke pesanggarahan hanya bisa dilalui satu mobil. Jalan satu arah yang menanjak dan berkelok menambah was-was perasaan. Sepanjang perjalanan, kiri dan kanan yang terlihat hanya belantara pepohonan.
Dalam lawatan kami, pemandu menceritakan awal mula pembangunan pesanggarahan. Gedung ini dibangun pada Tahun 1927 dan dibuka pada 28 Agustus 1928. Tujuan awalnya digunakan untuk penginapan dan peristirahatan pegawai Bangka Tin Winning (BTW), yang bekerja di pertambangan timah.
Pada saat terjadi agresi militer II Belanda di Yogyakarta, para pahlawan bangsa diasingkan ke tempat ini. Mereka adalah Soekarno, Mohammad Hatta, KH Agus Salim, Mohammad Roem, AG Pringgodigdo, Ali Sastroamidjojo, Mr Assaat, dan Soerjadi Soerjadarma. Mereka diasingkan oleh tentara Belanda dari 22 Desember 1948 hingga 7 Juli 1949.
Saat memasuki ruang utama pesanggrahan ini, terpampang foto para tokoh bangsa yang diasingkan. Selain itu, terdapat kutipan kata-kata bijak para tokoh, dirangkai membentuk miniatur sketsa tubuh mereka.
Mobil tua, merk Ford Deluxe 8 V bernomor polisi BN 10 juga terpampang rapi. Mobil ini menjadi saksi bisu yang sering digunakan Bung Hatta untuk shalat Jumat di Masjid Jami Muntok.
Di ruangan berikutnya ada atrium berisi patung Sukarno dan Hatta. Di sana kami diajak menyaksikan pameran interaktif melalui animasi video mapping. Menurut pemandu, atrium ini merupakan fasilitas baru, sebagai bentuk pemugaran cagar budaya.
Bung Karno Dipindah Karena Tidak Tahan Cuaca Dingin
Tak jauh dari atrium, ada sebuah ruangan dengan garis pembatas di lantai tertulis 4×6. Ini merupakan garis batas, jejak ruang tahanan proklamator bangsa, Mohammad Hatta. Di ruang itulah, Bung Hatta sebagai wakil presiden dan Sekretaris Negara AG Pringgodigdo dikrangkeng oleh Belanda.
Sementara itu, menurut pemandu, Presiden Soekarno hanya sebentar di tahan di Pesanggrahan Menumbing, karena tidak tahan dengan cuaca dingin. Oleh sebab itu, ia bersama Menteri Luar Negeri KH Agus Salim, dipindahkan ke Wisma Ranggam yang berjarak sekitar 6 kilometer dari Bukit Menumbing.
Bagi saya, perjalanan menengkok jejak pengasingan para tokoh bangsa ini terasa menakjubkan dan mengharukan. Muncul rasa sedih dan pilu, membayangkan founding fathers Indonesia harus diasingkan di tempat yang sangat terpencil dan terasing.
Di era modern seperti saat ini saja, tempat tersebut masih terlihat begitu mencekam dan menakutkan. Lantas seperti apakah 73 tahun lalu, ketika para pemimpin bangsa ini diasingkan?
Semoga Allah merahmati perjuangan para pendahulu bangsa, dan memberi balasan surga sebagai tempat istirahat terbaiknya. Aamiin (*)
Editor Mohammad Nurfatoni