PWMU.CO– Wis wayahe menyelamatkan bangsa dan perbaikan radikal dengan kembali ke Pancasila UUD 1945 yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara pada 18 Agustus 1945.
Demikian disampaikan Prof Dr M Din Syamsuddin pada Pengajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Depok, Sleman, Yogyakarta, Ahad (21/8/2022).
Pengajian bertempat di Aula SD Muhammadiyah Condong Catur yang dihadiri sekitar 1.000 orang yang memadati lantai atas dan bawah aula.
”Maka wis wayahe untuk penyelamatan dan perbaikan radikal, yaitu suatu upaya untuk mengembalikan kehidupan bangsa dan negara ke radix atau akarnya, yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara pada 18 Agustus 1945,” tegas Din yang pernah menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015.
Dalam kaitan itu, sambung dia, Muhammadiyah sebagai salah satu komponen bangsa yang berjasa dan berperan besar dalam penegakan negara harus merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kerusakan dan pengrusakan.
”Muhammadiyah yang telah berjasa dan berperan besar dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dituntut terus berperan mengawal bangsa dan negara dengan meningkatkan amar makruf nahyi munkar,” tandasnya.
Kerusakan Kultural
Menurut dia, kehidupan bangsa ditandai aneka masalah dewasa ini memerlukan penanganan serius, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Kerusakan itu ada yang bersifat kultural dan struktural.
Kerusakan kultural, kata dia, ditandai melemahnya nilai etika dan moral di kalangan sebagian warga bangsa. Yakni merebaknya buta aksara moral (moral illiteracy) yang menjangkiti kaum terpelajar.
”Mereka berpendidikan dan berpangkat tinggi tapi gagal membaca nilai-nilai moral. Buta aksara moral ini sangat berbahaya jika menjangkiti para pemangku amanat, mereka melanggar sumpah jabatan, mengabaikan amanat, bahkan berkhianat terhadap amanat rakyat. Mereka mengejar jabatan tapi kemudian memanfaatkan jabatan guna menumpuk kekayaan,” tuturnya.
Gejala demikian, tambah dia, semakin berbahaya jika menimpa aparat penegak hukum. Mereka tega melanggar hukum untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. ”Bahkan menghilangkan nyawa seseorang atau sekelompok orang demi mengamankan diri dari pelanggaran hukum, ataupun demi kepentingan politik,” ujarnya.
Kerusakan Struktural
Indonesia, sambung dia, juga mengalami kerusakan struktural berupa penyimpangan sistematis dari konstitusi negara dan falsafah bangsa.
”Penyimpangan ini terjadi dalam kehidupan ekonomi dan politik yang bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi, tapi menjadikan keduanya sebagai tameng dan alat pemukul lawan politik dengan tuduhan anti Pancasila,” katanya.
Dia mengatakan, dua kerusakan kultural dan struktural itu saling berkelindan dan telah menciptakan lingkaran setan dalam kehidupan bangsa dan negara.
”Kerusakan ini jika dibiarkan tidak mustahil akan meruntuhkan sendi-sendi negara bangsa yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa,” tandasnya.
Editor Sugeng Purwanto