Bolehkah Menjamak Shalat Jumat dengan Ashar? Kajian oleh Dr Aji Damanuri, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tulungagung; Dosen IAIN Ponorogo.
PWMU.CO – Jamak dan qasar dalam shalat ketika safar atau bepergian adalah keringanan atau rukhsah yang diberikan oleh Allah kepada hambanya supaya tetap bisa menjalankan ibadah dengan ringan dan tertib. Karena ini adalah diskon maka terkesan sombong ketika tidak diambil. Diskon swalayan saja diburu bagaimana bisa diskon dari Allah diabaikan.
Sepengetahuan penulis juga tidak ada keterangan yang menjelaskan meninggalkan rukhsahlebih afdhal dari menjalankannya. Dari sekian aturan yang membahas jamak qasar ada satu yang kadang menjadi pertanyaan umat, yaitu bolehkan menjamak shalat Jumat dengan Ahsar?
Sejauh ini belum kami temukan dalil khusus yang membahas jamak shalat Jumat dan Ashar, tetapi hal ini bisa didasarkan kepada dalil yang umum, yaitu shalat jamak bagi orang yang akan atau sedang bepergian. Sebagaimana diketahui bahwa bagi orang yang sedang atau akan bepergian dia diperbolehkan melakukan salat jamak, Dhuhur dengan Ashar, Magrib dengan Isya, kecuali shalat subuh. Pelaksanaannya bisa secara jamak taqdim (di awal) atau jamak takhir (di akhir). Rasulullah SAW apabila dalam safar (bepergian) biasa melakukan shalat jamak.
Hadis riwayat Muslim dari Anas menyebutkan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ (رواه مسلم)
“Bahwasanya Rasulullah saw apabila akan bepergian sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan salat Zuhur pada waktu Asar, apabila masuk waktu Asar lalu menjamak kedua salat tersebut (Zuhur dengan Asar) di waktu Ashar, dan apabila sebelum berangkat matahari sudah tergelincir, beliau menjamak salat Dhuhur dengan Ashar, lalu pergi.”
Demikian juga dalam riwayat Ahmad dan Kuraib dari Ibnu Abbas disebutkan lebih jelas bahwa lbnu Abbas berkata:
أَلَا أُحَدِّثُكُمْ عَنْ صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ قَالَ قُلْنَا بَلَى قَالَ كَانَ إِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ فِي مَنْزِلِهِ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ يَرْكَبَ وَإِذَا لَمْ تَزِغْ لَهُ فِي مَنْزِلِهِ سَارَ حَتَّى إِذَا حَانَتْ الْعَصْرُ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِذَا حَانَتْ الْمَغْرِبُ فِي مَنْزِلِهِ جَمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِشَاءِ وَإِذَا لَمْ تَحِنْ فِي مَنْزِلِهِ رَكِبَ حَتَّى إِذَا حَانَتْ الْعِشَاءُ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا (رواه أحمد)
“Maukah saudara-saudara kuberitakan perihal shalat Rasulullah saw sewaktu sedang bepergian? Kami menjawab, ya. Ibnu Abbas berkata: Apabila Rasulullah masih di rumah, matahari telah tergelincir, beliau menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar sebelum berangkat, tetapi kalau matahari belum tergelincir, maka beliau berjalan hingga waktu salat Asar masuk, beliaupun berhenti dan menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar. Begitu juga selagi beliau di rumah waktu Magrib sudah masuk, beliau menjamak shalat Magrib dengan Isya tetapi kalau waktu Magrib belum lagi masuk, beliau terus saja berangkat dan nanti kalau waktu Isya tiba, beliau pun berbenti untuk menjamak salat Magrib dan Isya.”
Berdasarkan keumuman hadis di atas, ketentuannya berlaku juga kepada bepergian yang dilakukan pada hari Jumat. Oleh karenanya diperbolehkan menjamak shalat Jumat dengan Asar dan dilakukan setelah shalat Jumat. Jika kita masih shalat Jumat di kampung kita, maka setelah salat Jum’at langsung melakukan salat Asar secara sempurna 4 rakaat, tidak diqasar. Karena salat qasar itu baru diperbolehkan apabila dalam bepergian, sudah keluar kampung. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 101: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang(mu) …”
Menurut ayat ini, mengqasar shalat itu dilakukan pada waktu bepergian. Dari hadis riwayat Jama’ah dari Anas juga diketahui bahwa Nabi SAW mengqasar shalat apabila dalam keadaan bepergian dan tidak beliau lakukan selagi masih berada di kampung halaman. Mengenal hal ini sahabat Anas menyebutkan:
صَلَّيْتُ الظُّهْرَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاْلمَدِيْنَةِ أَرْبَعًا وَاْلعَصْرِ بِذِي اْلحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ [رواه الجماعة]
“Saya shalat Dhuhur bersama Rasululah saw di Madinah empat rakaat dan di Zul Hulaifah dua rakaat.”
Lalu bagaimana kalau shalat jamak qasar berjamaah? Nabi saw berada di Mekkah selama 18 hari pada waktu fathumakkah, selama itu beliau selalu mengimami salat yang jamaahnya bercampur antara mukimin maupun musafir. Oleh karena Nabi saw dan para sahabat lainnya dalam keadaan safar beliau selalu melakukan qasar. Sewaktu salat beliau tetap melaksanakan qasar dan kepada para mukimin beliau perintahkan untuk menyempurnakan salatnya dengan tidak di-qasar.
Hal ini seperti disebutkan dalam riwayat Abu Daud dari Imran ibn Husain RA:
مَا سَافَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَفَرًا اِلاَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى يَرْجِعَ وَاِنَّهُ أَقَامَ بِمَكَّةَ زَمَانَ اْلفَتْحِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ لَيْلَةً يُصَلِّي بِالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ اِلاَّ اْلمَغْرِبَ ثُمَّ يَقُولُ يَا أَهْلَ مَكَّةَ قُومُوا فَصَلُّوا رَكْعَتَيْنِ أُخْرَيَيْنِ فَإِنَّا قَومُ سَفَرٍ (رواه أبو داود)
“Rasulullah saw tidaklah ber-safar melainkan mengerjakan shalat dua rakaat saja sehingga beliau kembali dari safar-nya dan bahwasanya beliau telah berada di Makkah pada waktu fathu Makkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan shalat dengan para jamaah dua-dua rakaat kecuali salat Magrib, setelah itu beliau bersabda: Wahai penduduk Makkah bershalatlah kamu sekalian dua rakaat lagi, karena sesungguhnya kami adalah orang yang sedang dalam safar.”
Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa sewaktu safar Nabi SAW selalu melakukan shalat qasar. Oleh karena itu kalau kita dalam keadaan safar dan diminta untuk menjadi imam, sedangkan di antara jamaahnya ada mukimin (penduduk lokal) di samping yang musafir dan saudara sendiri melakukan shalat qasar, semestinya disampaikan kepada jamaah bahwa karena dalam keadaan safar akan melakukan shalat qasar, bagi yang tidak dalam keadaan safar silakan menyempurnakan shalatnya. Dengan demikian kita tidak perlu melakukan shalat jamak secara empat dan dua rakaat. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni