Empat Tips Menulis Opini ala Prof Biyanto agar Menembus Koran. Liputan Nely Izzatul Kontributor PWMU.CO
PWMU.CO – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Dr H Biyanto MAg berbagi tips dałam Pelatihan Menulis Opini Produktif dan Inspiratif untuk Kontributor PWMU.CO.
Kegiatan ini berlangsung pukul 08.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB di Aula Mas Mansur Gedung Muhammadiyah Jawa Timur Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Sabtu (10/9/2022).
Mengawali materinya, Prof Biyanto mengingatkan kepada peserta pelatihan tentang pentingnya membaca.
“Yang paling penting di opini adalah kita menawarkan gagasan atau ide terhadap realitas. Sehingga penulis itu harus suka membaca, karena dari membaca kita dapat ide,” katanya.
Prof Biyanto menjelaskan, opini merupakan kumpulan gagasan atau pandangan seseorang secara ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan dalil-dalil ilmiah.
“Bedanya opini dengan kolom, kalau opini berisi pandangan atau gagasan yang disajikan dalam bahasa populer dalam bentuk artikel. Sedangkan kolom, gaya bahasanya lebih cair,” jelasnya.
Empat Tips Menulis Opini Menarik
Untuk menulis opini yang menarik dan inspiratif, menurut Prof Biyanto ada empat tips. Pertama, pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan bisa diperoleh dengan membaca. Pengetahuan juga berkaitan dengan adanya permasalahan yang akan ditulis. Hal ini bisa diperoleh dari hasil mengamati proses atau investigasi. Sehingga penulis harus menulis sesuatu yang aktual dan on the topik.
“Salah satu tulisan yang potensial dimuat itu merespon tajuk yang ada di koran tersebut. Tidak bisa tidak, kita harus membaca koran di mana kita ingin menulis. Dan cara beradab merespon tulisan adalah dengan tulisan,” kata Prof Biyanto.
Tips kedua adalah gagasan. Ide atau gagasan, menurut Prof Biyanto merupakan barang yang mahal. Tapi tidak ada kata terlambat bagi kontributor PWMU.CO yang ingin menulis opini.
“Saya dulu banyak belajar dari Mas Kholid AS (Pemred PWMU.CO 2016-2017), dan gara-gara itu saya banyak belajar nulis. Tulisan pertama saya waktu itu, dimuat di Radar Surabaya. Waktu itu Juli 2005, honornya Rp 50 tapi saya bisa menulis 3 sampai 4 kali sebulan. Jadi penting berproses untuk menjadi penulis harus sering belajar,” tandasnya mengingatkan.
Tips ketiga, argumentasi.
Menurut Prof Biyanto, sebuah opini itu harus ditulis berdasarkan argumentasi. Karena opini membutuhkan rujukan-rujukan untuk membangun tulisan kita.
“Tulisan itu akan sangat berbobot kalau memiliki banyak rujukan. Sebelum menulis, bapak ibu juga bisa minta tolong teman untuk membaca. Yang paling penting, tulisan yang baik adalah yang reproduktif,” ucapnya.
Tips keempat, teknik penulisan.
Teknik kepenulisan menurut Prof Biyanto juga merupakan sesuatu yang penting. Penulis harus bisa menyesuaikan dengan media yang akan dituju. Pengetahuan tanda baca itu sangat penting baik terkait koma, titik, dan lain-lain, karena setiap media memiliki aturan atau gaya selingkung yang berbeda.
“Hal yang sederhana misalnya tentang menulis kata al-Quran. Ada yang menulis al-Qur’an, ada yang menulis Al-quran. Itu sederhana, tapi sangat penting. Pelajari gaya selingkung Kompas, Jawa pos, Republika dan lainnya. Jangan pakai by feeling atau perasaan,” ucapnya.
Semangat Menulis meski Mendapatkan Penolakan
Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini memotivasi para kontributor untuk selalu bersemangat menulis, meskipun seringkali menerima penolakan.
“Kalau di Kompas, tulisan saya terbit pertama kali itu Tahun 2018. Sebelum-sebelumnya selalu mendapatkan surat cinta. Jadi belajar ke orang, ditolak oleh Pak Sugeng dan Pak Fatoni itu bagian dari proses belajar. Saya sampai hari ini juga sering ditolak,” katanya.
Selain itu, Prof Biyanto mengingatkan, seorang penulis opini itu harus bisa memberikan jalan keluar. Topiknya harus mutakhir, aktual, dan kekinian, sekurang-kurangnya 3 hari, serta harus bisa merespon kondisi.
Sementara itu, hal-hal yang harus dihindari atau diperhatikan dalam menulis opini antara lain, tidak plagiat, tidak menggunakan ghostwriter, dan jangan mengirimkan satu tulisan ke banyak media.
“Jangan plagiat, tapi harus sebutkan sumbernya. Kalau mengutip tulisan orang harus ada sumbernya,”
Menurut Prof Biyanto, seorang penulis tidak perlu menggunakan Ghostwriter atau penulis bayaran, karena bisa jadi ghost writer itu tidak amanah.
“Ketiga, jangan mengirim tulisan yang sama di media yang berbeda. Bisa jadi dimuat dua-duanya apalagi kalau on the topic. Tapi hal ini akan merugikan penulis karena akan mendapat penalti,” pungkasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni