PWMU.CO – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Dr M Saad Ibrahim menjelaskan 4 elemen yang sangat berpengaruh pada kekuasaan, yaitu state (negara), society (masyarakat), pemilik modal, dan media massa. Hal itu disampaikan dalam ‘Dialog Tokoh Agama dan Umaro Se-Jawa Timur’ di Hotel Ijen Suites, Kompleks Perumahan Ijen Nirwana Kota Malang, Selasa (28/2) malam.
“Dalam kajian ilmu politik modern kekuasaan itu tidak hanya bertumpu pada satu elemen saja, akan tetapi ada empat elemen yang sangat berpengaruh pada kekuasaan,” jelas Saad. Pertama, state atau negara, yang merupakan perwujudan dari government (pemerintahan), yang sangat bergantung sekali pada umaro (eksekutif) sebagai pemegang kekuasaan.
Kedua, kata Saad, society (kemasyarakatan), yang terdiri dari organisasi-organisasi kemasyarakatan. Lebih khusus organisasi keagamaan yang sudah mempunyai power.
“Ketiga, kekuasaan ada pada market, dalam konteks ini berada pada siapa yang mengendalikan pasar. Dan keempat kekuasaan media massa, seperti TV, majalah, koran, dan sebagainya,” papar Saad.
Menurutnya, bila 4 elemen tersebut digunakan sesuai dengan fungsinya masing–masing, tanpa saling mengkooptasi dan mengeksploitasi, maka akan memperoleh kejayaan. “Sebaliknya bila masing-masing saling mengkooptasi dan mengeksploitasi maka akan terjadi kehancuran dan jatuhnya martabat,” ungkapnya.
(Baca juga: Soal Sertifikasi Khatib Jumat, Muhammadiyah Anggap Bukan Urusan Negara)
Saad menambahkan, dari keempat elemen tersebut yang paling kuat adalah pemilik modal karena dia mampu mengkooptasi dan mengeksploitasi yang lain. Saad menyampaikan bahwa kapitalisme pasti mencari untung atas segala sesuatu yang terjadi. Sebab ‘tidak ada makan siang gratis’. “Media juga bisa mengeksploitasi, dengan mempengaruhi opini publik,” ucapnya.
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang itu menegaskan, bila kekuasaan dan pemilik modal besar itu bersatu, maka akan terjadi kehancuran. “Yang kemudian bisa digambarkan seperti homo homini lupus yaitu manusia seperti serigala bagi sesama manusia. Seperti kemenangan Trump di Amerika Serikat karena bersatunya modal dan kekuasaan. Maka tunggulah kehancurannya,” tutur.
Saad mengatakan, sebagaimana pendapat Ibnu Khaldun dalam kitab Al-Mukadimah, bahwa sebenarnya kedzaliman itu melawan keadilan. “Maka bila ada keadilan niscaya kedzaliman itu akan lenyap,” jelasnya.
(Baca juga: Daripada Urus Sertifikasi Khatib, Ada Masalah Penting Lain yang Perlu Ditangani Kemenag)
Saad memberikan contoh tentang oknum pejabat yang punya rekening gendut tapi ditutup–tutupi sementara Bachtiar Nasir yang jelas–jelas sumber dananya, malah diusut. “Contoh lagi, bila ada oknum pejabat tersandung kasus maka akan dihentikan, sementara ada yang jelas–jelas bersalah malah dibiarkan saja,” kata Saad.
Menurut Saad, rentetan agenda Aksi Bela Islam, sebenarnya bukan aksi melainkan reaksi. Dan itu membuktikan bahwa ketika kekuasaan society menunjukkan power-nya maka akan sangat dahsyat sekali dampaknya.
“Coba lihat di Filipina saat Ferdinand Marcos jatuh akibat dari gerakan gereja Katholik. Begitu juga di Indonesia pada tahun 1998 saat terjadi gerakan society. Nah karena itu dapat dimaklumi bila government khawatir pada ancaman gerakan society,” ungkap dia.
(Baca: Pendataan Ulama oleh Aparat Bisa Ditafsirkan sebagai Bentuk Intimidasi)
People power mempunyai implikasi yang sangat besar. Saad mengungkapkan, ketika Tanwir Muhammadiyah di Ambon beberapa hari lalu, Presiden Jokowi sudah disarankan tidak hadir. “Tapi beliau malah hadir dengan formasi hampir lengkap. Itu menunjukkan kekhawatiran yang luar biasa. Karena bila NU dan Muhammadiyah bersinergi akan menjadi kekuatan yang sangat dahsyat.”
Menyinggung soal mayoritas dan minoritas, Saad menjelaskan bahwa pada dasarnya minoritas itu relatif save (aman) dalam konteks ketika kekuasaan dipegang kaum Muslimin. “Kita bisa belajar pada zaman Umar bin Khattab ketika ‘futuhul buldan’—kemenangan kaum Muslimin atas Romawi di Palestina (Yerusalem atau Darussalam).
Ketika itu dilihat oleh Umar King Solomon Temple (Kuil Sulaiman, tempat ibadah agama Yahudi) dipenuhi sampah, maka diperintahkanlah untuk membersihkan sampai agar layak dipergunakan untuk beribadah. Itulah kaum Muslimin ketika berkuasa yang minoritas diberikan perlindungan dan keamanannya.
(Baca juga: Saat di Samping Gus Ipul, Saad Ibrahim: Saya Lebih Pantas Jadi Gubernur)
“Coba lihat bedanya ketika Islam kalah di Cordoba Andalusia. Mereka diancam bahkan dibunuh kalau tidak masuk agama mereka. Lihat Pattani Thailand, Rohingya Myanmar, dan Moro di Philipina Selatan,” kata Saad.
Itu semua, tambah dia, memberikan pelajaran akan pentingnya umat Islam berkuasa sehingga berada di piramida yang tertinggi. “Kita harus menjadi the first, agar bisa membangun dunia ini dengan beradab.”
Saad menjelaskan bahwa kekuasaan itu sesuatu yang diadakan sebagai penerus kenabian. “Dan hal itu sangat sakral. Maka itulah pentingnya survival of the fittest (keberlangsungan hidup yang paling fit). Kekuasaan dalam konteks Islam harus mampu mempertahankan dua visi kekuasaan Islam yaitu menjaga eksistensi agama dan mengendalikan urusan duniawi sesuai syariat agama Allah,” kata Saad. (Uzlifah)