Kisah Haji Bersepeda, Hidup dari Jualan Herbal dan Bekam laporan Drh Zainul Muslimin dari Mekkah.
PWMU.CO– Saat menunaikan umrah, saya bertemu Muhammad Fauzan (29) di depan Masjidil Haram Mekkah, Rabu (5/10/2022) sore pukul 16.50. Saya ingat jam itu dengan menitnya karena waktu mendongak ke Menara Zamzam jarum jam menunjukkan angka itu.
Saya tertarik mendekati Fauzan karena penampilannya lain dari jamaah. Dia berkaos olahraga dan naik sepeda warna biru muda. Dari omong-omong sebentar dengannya, ternyata dia ini jamaah haji mandiri dengan naik sepeda. Tempat tinggalnya di Masjid al-Hakim Jombangan Desa Treteg Pare, Kediri, Jawa Timur.
Segera saya ajak dia ke Hotel Pullman Zamzam Tower tempat saya menginap. Saya ingin tahu cerita pengalaman pemuda asli Magelang Jawa Tengah itu bersepeda melewati banyak negara demi bisa berhaji ke Tanah Suci.
Musim haji sudah lewat tiga bulan tapi dia masih berada di Mekkah karena ingin berlama-lama di kota tempat kelahiran Nabi Muhammad saw sambil menunggu harga tiket pesawat paling murah. Dia tinggal di Mekkah pindah-pindah nunut kamar hotel jamaah umrah.
Dia berencana pulang bulan November naik pesawat dari ibukota Arab Saudi, Riyadh. Di bulan itu ada tiket pesawat harga diskon besar. ”Saya pilih pulang naik pesawat karena ingin cepat dan capai,” katanya.
Dia masih menimbang-nimbang apakah sepeda kenangan ini ditinggal atau dibawa pulang. Kalau dibawa pulang ongkos kargonya mahal sekali.
Fauzan bercerita mulai berangkat haji pada 4 November 2021 dari tanah kelahirannya Magelang. Rutenya dari Jawa menyeberang Sumatra lalu ke Batam menuju Singapura. Terus bersepeda menuju Johor Malaysia.
Kemudian menyusuri Tanah Semenanjung hingga ke Thailand dan India. Setiap melewati negara dia bermalam di masjid atau buka tenda. Mengunjungi tempat bersejarah di setiap negara dan berkenalan dengan warganya.
”Banyak orang menyambut ramah dan membantu. Mereka respek dengan niat saya berhaji dengan naik sepeda,” ceritanya. Di setiap kota dia tawarkan herbal kesehatan dan bekam. Dia bersyukur punya keahlian bekam karena bisa menghasilkan uang untuk biaya hidup di perjalanan.
Menangis Memasuki Mekkah
Ketika menyeberang ke Abu Dabi, dia nikmati kota metropolitan di kawasan Timur Tengah ini. Menjelang musim haji bulan Dzulhijjah atau di awal Juli 2022 dia menyeberang ke Jeddah. Dari kota ini dia bersepeda santai ke Mekkah selama sehari.
Begitu sampai Mekkah, Fauzan menangis haru saat memasuki Masjidil Haram. Memandangi Kakbah dan melaksanakan thawaf di pelatarannya. Sebelumnya dia sudah daftar haji ke pemerintah Saudi dan mendapatkan visa.
Cita-citanya berhaji akhirnya terkabul. Selama pelaksanaan haji lancar. Soal makan dan tidur tak ada persoalan. Di musim haji makanan berlimpah dari sedekah orang-orang kaya. Tidur bisa di Masjidil Haram dan situs-situs haji seperti Muzdalifah dan Padang Arafah.
Di Tanah Suci dia juga bertemu dengan haji backpacker dari negara lain. Dia bersyukur di tanah Suci bisa bertemu jamaah tanah air. Banyak juga yang menerima tawarannya untuk bekam dan membeli herbal. Setelah haji selesai dia menuju Madinah. Mengunjungi makam Nabi Muhammad saw dan Masjid Nabawi.
”Total perjalanan dari Magelang ke Mekkah delapan bulan. Setelah musim haji, saya ingin ke Jordan dan Palestina. Ingin melihat Masjidil Aqsha di Yerusalem,” katanya. Dari Palestina dia balik lagi ke Mekkah. Sampai saat ini dia sudah sebelas bulan berkelana. Hampir setahun.
Dari perjalanannya ini dia yakin kalau niat dijalankan Allah pasti menolong di perjalanan. ”Yang penting ikhtiar selebihnya Allah swt yang kasih. Saya survive di perjalanan dengan herbal dan bekam,” tandasnya.
Kendala di perjalanan yang dialami seperti ban sepeda bocor atau onderdil aus sehingga perlu diganti. Ban dia sudah ganti dua kali. Total seluruh biaya yang dia keluarkan sekitar Rp 50 juta. Hampir sama dengan harga ONH pemerintah. Tapi dia punya banyak pengalaman mengunjungi banyak negara.
”Gangguan paling ekstrem itu cuaca ketika tiba di Timur Tengah. Hawa dingin berganti panas sampai membuat hidung berdarah. Mimisen,” ceritanya. ”Kalau perjalanan di Jawa dan Sumatra tantangannya banyak tanjakan berat,” ujar dia mengakhiri kisah haji bersepeda.
Editor Sugeng Purwanto