Menko PMK Muhadjir Effendy Imbau Aremania Batalkan Unjuk Rasa. Dia khawatir terjadi hal-hal di luar kendali.
PWMU.CO – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengimbau agar Aremania—julukan suporter Arema FC—membatalkan niatnya untuk melakukan aksi demonstrasi turun ke jalan setelah tujuh hari tragedi Stadion Kanjuruhan Malang.
“Toh sebagian besar tuntutan Aremania sudah dipenuhi. Bahkan tak kurang Presiden Joko Widodo sendiri sudah memberi perhatian sangat serius,” kata Muhadjir di Jakarta, Jumat (7/10/2022).
Menurut Muhadjir Effendy, sekalipun Aremania berjanji akan melakukan aksi dengan damai, tetapi tidak ada jaminan hal-hal yang di luar kendali tidak akan terjadi.
“Hal yang lebih penting adalah mengawal proses-proses hukum yang mulai berlangsung serta melanjutkan mitigasi khususnya penyembuhan trauma (trauma healing) bagi para kurban dan keluarganya,” ujar Muhadjir.
Imbauan Muhadjir cukup beralasan. Tuntutan Aremania dalam waktu sepekan harus ada yang ditetapkan sebagai tersangka sudah dipenuhi pemerintah. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah menetapkan enam tersangka pada tragedi Kanjuruhan.
Mereka adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang berinisial DSA, anggota Brimob Polda Jatim berinisial H, Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Arema Suko Sutrisno.
Cenderung Eksplosif
Tuntutan Aremania agar dilibatkan dalam pencarian fakta sudah dipenuhi dengan langkah Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) minta keterangan kepada Aremania. Bahkan Muhadjir sendiri mempersilakan Aremania melakukan investigasi untuk kemudian disampaikan kepada TGIPF.
Kekhawatiran Muhadjir bisa terjadi hal-hal yang tidak terkendali di dalam aksi demo, tidak berlebihan. Meskipun yang digelar aksi damai, tetapi suasana sosial masih cenderung eksplosif. Terlihat banyak poster bernada emosional yang dipasang di banyak tempat seperti jembatan penyeberangan, pagar, fasilitas publik lainnya.Wacana yang berkembang di kerumunan-kerumunan Aremania bahwa insiden Kanjuruhan bukan musibah atau kerusuhan melainkan pembantaian oleh polisi terhadap rakyat tak berdosa.
Sebagaimana diberitakan musibah kubro (besar) atau insiden Stadion Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10/2022) malam saat berlangsung pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan kompetisi Liga Indonesia Baru (LIB). Dalam insiden itu 131 nyawa melayang, ratusan orang luka-luka. Para korban terdiri laki-laki dan perempuan, anak-anak berumur 4 tahun sampai orang tua. Dari kalangan penonton, pedagang asongan dan polisi.
Pemerintah dinilai responsif terhadap insiden ini. Dipresentasikan dengan tindakan Menko PMK yang turun ke lapangan pada kesempatan pertama. Penanganan mitigasi atau tanggap darurat benaca sosial yang selesai hanya dalam waktu dua hari. Yang langsung disambung dengan penanganan investigasi dengan turunnya TGIPF.
Insiden ini merupakan yang terbesar dalam sejarah sepak bola dunia dalam 40 thun terakhir. Melampaui tragedi Stadion Heysel Brussels tahun 1985 dalam pertandingan Liverpool melawan Juventus yang menewaskan 39 orang dan 600 orang luka-luka. (*)
Penulis Anwar Hudijono Editor Mohammad Nurfatoni