Kepemimpinan Muhammadiyah dalam Khazanah Siyasah Islamiah; Oleh M. Saad Ibrahim, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Esensi kepemimpinan adalah kekuasaan mengatur, mengendalikan, memproyeksikan arah sesuatu. Kekuasaan itu sendiri adalah atribut yang dimiliki sepenuhnya oleh Allah, kemudian sebagian kecilnya disematkan kepada manusia sebagai khalifah-Nya di bumi ini. Dengan demikian setiap orang adalah pemimpin dan kepemimpinannya harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah.
Pada tataran hidup kemasyarakatan, manusia memformulasikan kepemimpinan tersebut, dengan mengangkat sebagian dari mereka memimpin sebagian lainnya, melalui organisasi yang mereka buat. Salah satu organisasi tersebut adalah persyarikatan Muhammadiyah.
Kepemimpinan organisasi ini diatur dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan berbagai turunannya, termasuk kebijakan yang dibuatnya—yang semuanya mengikat para anggotanya.
Tulisan ini, tidak dimaksudkan untuk memaparkan kepemimpinan Muhammadiyah dengan merujuk pada AD/ART dan turunannya. Tetapi mengacu pada khazanah siyasah islamiah semata. Itu pun, dengan paparan globalnya saja, tentang fungsi dan rincian kepemimpinan, serta kriteria bagi para pemimpinnya. Dengan terpenuhi kriteria tersebut, akan besar kemungkinannya fungsi yang diperankan bisa berjalan dengan sebaik-baiknya.
Kepemimpinan Sakral
Al-Mawardi dalam bukunya Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, mengemukakan:
الامامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا
Kepemimpinan itu adalah sesuatu jabatan yang diadakan untuk meneruskan misi kenabian dalam hal menjaga agama, dan mengendalikan urusan dunia.
Berdasarkan pandangan ini, maka kepemimpinan adalah suatu yang sakral, karena diadakan demi keberlanjutan misi kenabian. Wujud misi tersebut, pertama menjaga agama, dan yang kedua mengendalikan urusan dunia.
Yang pertama harus menjadi dasar yang kedua. Urusan dunia harus dikendalikan oleh tuntunan agama. Dalam konteks seperti itu, pemimpin dituntut memiliki kualitas keyakinan, pemahaman, pengamalan yang komprehensif terhadap agama dan kemampuan mengendalikan, memproyeksikan, dan memenej urusan dunia dengan baik. Termasuk mesti bertindak adil, serta melakukan pemihakan terhadap yang lemah, dan termarginalkan oleh yang kuat, agar tak terjadi jurang pemisah yang dalam.
Sementara itu terkait dengan pergantian kepemimpinan, berlaku kaidah:
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الاصلح
Meneruskan yang baik dari yang lama, dan mengganti dengan yang lebih baik dari yang baru.
Bersandar pada kaidah ini, dapat dinyatakan:
- Jika yang lama baik, maka tidak perlu diganti dengan yang baru yang sama.
- Jika yang lama amat baik, juga tidak perlu diganti dengan yang baru yang sama.
- Jika yang lama tidak baik, tidak pula perlu diganti dengan yang baru yang sama.
- Jika yang lama baik, maka bisa diganti dengan yang lebih baik.
- Jika yang lama tidak baik, bisa diganti dengan yang baru yang baik.
Tentu ini harus disinkronkan dengan AD/ART Muhammadiyah, denggan berbagai derivasinya.
Anugerah Pemimpin Muhammadiyah
Persoalannya kriteria apa yang dapat digunakan untuk mengukur kebaikan tersebut. Belum lagi munculnya subjektivitas penilaian dalam konteks senior yunior, primordialitas, dan sebagainya tentu turut menyulitkan upaya penilaian dimaksud.
Sekalipun demikian jika hal-hal tersebut bisa dieliminasi, lalu digunakan batasan al-Mawardi di atas, maka rasanya akan dapat dirumuskan kriteria kepemimpinan yang mendekati objektivitas.
Kriteria dimaksud ialah pemimpin yang tepat adalah mereka yang dapat mengemban tugas dan amanah dengan baik dalam menjaga keislaman diri dan umat, serta dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan mereka, tentu dengan berbasis pada nash dan tuntutan kontektualitas.
Di atas semua itu, rasanya Muhammadiyah selalu diberikan oleh Allah para pemimpin yang baik, bahkan amat baik, dari waktu berdirinya sampai sekarang, dan semoga seterusnya. Yakinlah bahwa organisasi ini dijaga oleh Allah.
Allah sendiri yang akan menyingkirkan person-person pemimpin yang cacat moral dan adab. Boleh jadi adanya ambisi-ambisi menonjolkan diri termasuk penghalang Allah untuk tidak berkenan memberi amanah untuk memimpin Muhammadiyah. Itu bagian dari cara Allah menjaga kebesaran organisasi ini. Rasanya seperti itu.
Doa
Hanya kepada-Mu ya Allah kami gantungkan masa depan Muhammadiyah. Sesungguhnya Muhammadiyah adalah wasilah bagi kami semua untuk berjihad, menjunjung tinggi agama-Mu, serta berkhidmat untuk umat, bangsa, dan seluruh manusia di setiap tempat dan masa.
Catatlah amal ini menjadi amal shalih kami di sisi-Mu, ampuni dosa-dosa kami, tolong kami dengan pertolongan-Mu di setiap urusan dari urusan-urusan.
إن المحمدية هي وسيلتنا لإعلاء دينك ولخدمتنا للأمة والشعب والناس جميعا في كل مكان وكل حين، اكتب هذا العمل من عمل صالح منا عندك وانصرنا بنصرك في كل امر من امورنا
Ditulis dalam perjalanan Rihlah Peradaban ke Turki dan Spanyol, 11- 21 Oktober 2022.
Editor Mohammad Nurfatoni