Menunda Pemilu adalah Kejahatan Politik oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
PWMU.CO– Kebijakan licik atas kekhawatiran terhadap terjadinya keguncangan rezim oligarki adalah penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.
Wacana awal yang pernah dilempar dahulu dan dibantah, kini tampaknya semakin diseriuskan. Baik melalui opsi Dekret Presiden maupun amandemen UUD.
Kebijakan licik bernuansa panik dan frustrasi rezim ini disebabkan tiga faktor, yaitu :
Pertama, negara gagal menyiapkan dana Pemilu dengan seribu alasan. Intinya karena buruknya manajemen keuangan dengan pemilihan prioritas pembangunan yang salah dan dipaksakan.
IKN baru dan proyek infrastruktur mangkrak atau sia-sia telah menyedot dana APBN. Kondisi keuangan menjadi morat-marit.
Kedua, rezim tidak memiliki kepastian akan keberlangsungan kekuasaan atau kepanjangan tangan untuk melanjutkan. Capres Ganjar Pranowo skeptis untuk dimajukan dan dipastikan berhadapan dengan PDIP.
Prabowo tidak bisa dipegang karena elektabilitas hanya berbasis survei sedangkan pilihan pahit di mana Jokowi maju sebagai Cawapres justru sangat kontroversial dan terkesan memaksakan.
Ketiga, penjegalan terhadap figur Anies Baswedan selalu gagal. KPK dan fitnah buzzer membentur tembok. Turun dari jabatan sebagai gubernur bukan kehilangan panggung, justru panggungnya semakin luas. Bergerak lebih leluasa dengan dukungan riel rakyat yang terus meningkat. Anies Baswedan sulit tertandingi.
Dekret perpanjangan masa jabatan adalah cacat konstitusional dan atas kebijakan ini rakyat berhak melakukan perlawanan bahkan penggulingan.
Sementara amandemen yang hanya berkaitan dengan penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan menjadi pekerjaan MPR yang terlalu sederhana dan mengada-ada.
Usaha pakar hukum tata negara agar terjadi amandemen demi menghindari kevakuman kekuasaan akibat Capres yang akan berhadapan dengan kotak kosong adalah bukti adanya niat jahat.
Penambahan pasal dalam UUD 1945 yang mengatur menunda Pemilu bukan bersandar pada kepentingan rakyat tetapi kepentingan politik penguasa.
Lalu mengapa harus ada kotak kosong?
Rupanya penjegalan demokrasi sedang dilakukan dengan boikot Capres lawan Anies. Prediksi kekalahan dijawab dengan tidak melakukan perlawanan.
Masalahnya adalah hal ini tidak memiliki aturan konstitusional. Akan terjadi kevakuman. Jokowi selesai sebagai presiden dan Pemilu tidak dapat dilaksanakan.
Ironi politik, kebingungan politik serta kejahatan politik sedang terjadi. Aspirasi rakyat untuk memunculkan pasangan yang banyak dengan penghapusan Presidential Threshold 20 persen ditolak mentah-mentah oleh lembaga memilukan dan memalukan MK.
Eh ketika pasangan hanya muncul satu dihajar juga dengan rekayasa politik pemainan hukum. Ini negara apa? Negara Kerajaan yang sudah manut pada kemauan raja semata.
Indonesia sedang dirusak bahkan dihancurkan. Rakyat tidak boleh diam dan harus terus melakukan perlawanan. Penundaan Pemilu adalah kejahatan politik.
Bandung, 25 Nopember 2022
Editor Sugeng Purwanto