Ketua PWM Jatim, Sosok seperti Ini yang Dicari di Musywil oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Kursi kosong yang ditinggalkan para pengabdi PWM Jawa Timur menyisakan ruang terbuka bagi kandidat lain untuk mengisinya. Perburuan menuju ke sana sudah dimulai semenjak hari ini. Sudah beredar nama-nama di kalangan PWM, PDM, dan Angkatan Muda Muhammadiyah.
Selain nama-nama yang sudah dikenal dalam jajaran PWM yang masih aktif sebagaimana tersebar di berbagai tulisan juga terdapat nama-nama baru yang kebanyakan dari angkatan muda yang dikehendaki untuk mengisi kekosongan itu.
Ada pula kalangan senior dari daerah yang turut meramaikan bursa PWM. Puncak Musywil ke-16 Muhammadiyah Jatim tanggal 24-25 Desember 2022 akan menentukan siapa yang terpilih dalam ajang pemilihan pimpinan.
Prof Ahmad Jainuri dan Nur Cholis Huda yang digadang-gadang menggantikan posisi Kiai Sa’ad Ibrahim sebagai ketua sudah jauh hari menyatakan mengundurkan diri. Keduanya bergeming dengan alasan usia dan ingin memberi kesempatan kepada yang muda.
Mereka memang bukan Anwar Ibrahim yang di usia 75 tahun dilantik menjadi Perdana Menteri Malaysia. Atau Prabowo Subianto yang meski dua kali di-KO Jokowi masih tidak ada kapoknya dan akan maju Pilpres 2024 lagi di usia 73 tahun.
Bagi Nur Cholis Huda usia 71 tahun adalah waktu yang tepat untuk resign. Dia merasa kesigapan dan mobilitas sudah jauh menurun. Sudah 30 tahun lebih mengabdi di PWM.
Kecintaannya kepada Muhammadiyah sudah mendarah daging. Sosok penulis produktif dan inspiratif ini ingin yang muda tampil menggantikan.
Hal sama disampaikan oleh Prof Ahmad Jainuri. Intelektual dan ideolog Muhammadiyah ini meyakinkan kita tentang pentingnya regenerasi di Muhammadiyah. Di PWM maupun PDM.
Peluang Ketua
Peluang menjadi Ketua PWM saat ini ada pada para senior PWM yang namanya sudah banyak diketahui. Ada rektor kampus sejuta inovasi UM Surabaya Dr dr Sukadiono, pengusaha muslim sukses dan penulis spesial pernikahan dan rumah tangga Dr M. Sulthon Amien, guru besar UINSA Prof Dr Biyanto yang bertipe intelektual ulama – ulama intelektual.
Ada rektor kampus pencetak masa depan mahasiswa yang makin moncer Umsida, Dr Hidayatulloh, ahli tafsir muda Dr Syamsuddin. Dia jebolan Pusdiklat PWM era Dokter Suherman, penjaga ideologi dan gerakan Muhammadiyah yang masih istiqamah.
Masih ada Prof Dr Thohir Luth, guru besar Universitas Brawijaya. Juga sekretaris PWM Ir Tamhid Masyhudi yang tanpanya PWM Jatim tidak selincah sekarang.
Semua memiliki kelayakan dan peluang sama dipilih menjadi ketua PWM Jatim dalam Musywil mendatang.
Selama kepemimpinan para senior itu Muhammadiyah Jatim menjelma menjadi PWM berasa PP. Sudah tidak perlu diperdebatkan lagi tentang kriteria kepemimpinan normatif dan profetik dalam diri mereka. Kompetensi, kapasitas, shiddiq, amanah, tabligh, fathonah, jelas terbukti sejauh keterbatasan sebagai manusia yang memiliki kelemahan dan kekurangan.
Standar Ketua
Penting dipikirkan standar yang seyogyanya ada pada Ketua PWM Jatim akan datang di luar syarat dan kriteria normatif profetik, yaitu
Pertama, Ketua PWM Jatim harus mampu menjadi katalisator bagi seluruh unsur dan komponen kepemimpinan di sekitarnya.
Dalam ranah kimiawi, katalis merupakan zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu. Sedangkan dalam KBBI katalisator diartikan seseorang atau sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa.
Tugas pemimpin katalis adalah mengubah hal biasa menjadi sesuatu yang luar biasa. Dalam dirinya melekat fungsi transformatif. Untuk melakukan itu ia harus mampu merangkum semua kekuatan dan potensi lalu menggerakkannya menjadi kekuatan tranformatif untuk mencapai tujuan organisasi dan kemaslahatan semuanya.
”Pemimpin adalah seseorang yang jarang diketahui orang banyak, dan ketika ada sebuah pekerjaan dan tujuan yang berhasil diselesaikan, dia akan menjawab: kami melakukannya bersama-sama,” kata Lao Tzu, filsuf dan penulis tenar Cina.
Seorang pemimpin bukanlah mereka yang memedulikan pujian terhadap diri sendiri. Keberhasilan tim adalah hal yang penting dan di atas segalanya. Pemimpin katalis mentransformasikan tujuan dan capaian dalam konteks bersama dan menyebarkan kemaslahatan untuk semua.
Kedua, Ketua PWM harus mampu menjadi pengayom dan memiliki sifat kasih sayang tinggi kepada semua unsur dan komponen persyarikatan.
Secara internal masih banyak daerah yang belum cukup menggembirakan. PWM tidak boleh hanya sekadar memetakan. Disparitas antar daerah harus disikapi kesadaran dan kemauan untuk menunjukkan perhatian besar dan kesungguhan memajukan amal usaha di daerah.
Pemimpin pengayom dan penuh kasih sayang tidak akan membiarkan amal usaha persyarikatan la yamutu wa la yahya. Ia akan terjun dan melihat langsung ke bawah dan melakukan tindakan solutif dan restoratif.
Mendorong setiap daerah maju dan membantunya mencarikan jalan keluar. Pemimpin tarahum, berjiwa kasih sayang, menebarkan optimisme dan positive thinking bagi setiap orang dan mengerek mereka ke dalam kemajuan bersama.
”Pemimpin terbaik dari kalian,” kata Rasulullah, ”adalah yang menyayangi dan mendoakan kebaikan bagi kalian. Kalianpun menyayangi dan mendoakan mereka.”
Relasi Luas
Ketiga, memiliki relasi dan akses luas. Amal usaha yang banyak di setiap daerah meniscayakan adanya kepercayaan dan hubungan baik dengan semua pihak. Tak terkecuali pemerintah.
Begitu juga keberhasilan dakwah persyarikatan sedikit banyak bersinggungan dengan berbagai kelompok masyarakat. PWM Jatim membutuhkan figur yang memiliki kemampuan dan jangkauan luas ke berbagai komponen anak bangsa.
Komunikasi dan akses luas adalah warisan berharga Kiai Ahmad Dahlan. Dibutuhkan sosok luwes, simpel, cair namun tegas untuk memimpin Muhammadiyah.
Menjaga hubungan baik dengan semua unsur sudah menjadi DNA Muhammadiyah. Dari zaman ke zaman para pemimpin Muhammadiyah menegaskan hal itu.
Keempat, mengabdi sungguh-sungguh, mengurus sepenuhnya dan berkorban segalanya.
Menjadi ketua di Muhammadiyah berarti harus siap mewakafkan dirinya. Bisa dikatakan bahwa ketua Muhammadiyah itu seluruh dirinya adalah wakaf. Sebagian besarnya adalah pengorbanan dan hanya sebagian kecil saja hormat dan penghargaan.
Tidak lebih dari itu. Tidak salah kalau Prof Haedar Nashir ketika ditanya wartawan tentang penunjukan dirinya sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat untuk kedua kali mengatakan,”Saya hanyalah orang yang sejengkal dikedepankan dan seinci ditinggikan.”
Siap saja yang maju atau dimajukan oleh berbagai kalangan untuk menjadi kandidat Ketua PWM ada baiknya merenung dan berpikir bahwa menjadi Ketua PWM tidaklah sesederhana yang dibayangkan.
Ini tidak bermaksud menakut-nakuti namun mendorong agar lebih mempersiapkan diri. Persiapan diri bagi calon ketua di Muhammadiyah bukan dengan uang apalagi pengerahan massa.
Para pemimpin Muhammadiyah adalah orang orang tawadhu. Tidak suka menonjolkan diri dan sangat tahu diri. Siapa pun bermaksud mengajukan diri untuk dipilih, biasanya malah tidak terpilih.
Budaya di Muhammadiyah bukanlah rebutan minta dipilih, tapi rebutan jangan dipilih. Dulu duluan mundur, bukan dulu duluan maju. Jadi tidak ada kontestasi di Muhammadiyah. Clear!
Editor Sugeng Purwanto