PWMU.CO – Kemajuan teknologi dan informasi ibarat pisau bermata dua. Bisa menjadi amar ma’ruf nahi munkar atau sebaliknya, menjadi amar munkar nahi ma’ruf. Menurut Nadjib Hamid MSi itu semua tergantung bagaimana cara pemanfaatannya.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur ini pun menegaskan, di era baru yang ditandai dengan perkembangan teknologi dan informasi ini memberikan dampak pada perubahan tata kehidupan di masyarakat yang begitu dahsyat. Salah satunya dengan hadirnya smart phone.
(Baca: Ketika Kemajuan Informasi Tak Bisa Dihindari, Bagaimana Kita Memanfaatkannya? dan Kronologi-Filosofi Pendirian Website PWMU.CO)
”Dengan smart phone, yang jauh bisa dekat dan yang dekat bisa jadi jauh. Kita juga bisa menyaksikan apa saja di tempat yang sangat jauh sekalipun. Sebaliknya, mereka bisa tahu segala peristiwa yang terjadi disekitar kita,” terangnya saat mengisi Kajian Ahad Pagi ‘Fajar Mubarak’ Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Nganjuk, di Masjid Al Muttaqien SMA Muhammadiyah I Nganjuk, Ahad ( 12/3).
Saat ini, lanjut Nadjib sesorang bisa dengan mudah membawa al-Qur’an beserta tafsirnya kemana-mana. Di saat yang sama, para orangtua seolah tidak mampu lagi mencegah dan melarang anak-anaknya untuk menonton tontonan yang tidak baik. Karena tontonan tersebut sudah berada di saku baju anaknya masin -masing.
”Saya ingatkan betul pada ibu-ibu, berhati-hati bila anak kita berada di kamar terus-menerus, itu memungkinkan bisa terjadi banyak kemungkinan. Selain ada hal yang positif, jangan lupa di smart phone juga banyak tontonan pornografinya,” pesannya.
(Baca: Inilah 5 Ciri Islam Berkemajuan dan Muhammadiyah Punya Semua Potensi untuk Jadi Teladan Bangsa)
Najib menegaskan bahwa di era ini telah melahirkan agama baru, yaitu ‘Kebebasan’. Sesorang di era ini bisa dengan sebebas -bebasnya mencaci-maki dan membully siapa pun yang tidak disukainya atau yang tidak sependapat dengannya. ”Wong Nabi Muhammad saja di bully’, ungkapnya.
Herannya lagi, Nadjib mengungkapkan banyak orang yang merasa hebat karena bisa lebih cepat memberi informasi. Padahal, kebanyakan informasi yang disebar itu adalah hasil copas dan tidak jelas kebenarannya alias Hoax. Mirisnya lagi informasi itu tidak dibaca terlebih dulu dan langsung disebar.
”Di era ini orang awam juga bisa berfatwa agama. Padahal, dalam QS Al-hujarat ayat 6 sudah jelas bagaimana seharusnya kita kalau menerima informasi,” terangnya.
(Baca ini juga: Etika Ber-Medsos Umat Islam Masih Mengkhawatirkan)
Karena itu aspek tabayyun diperlukan untuk memfilter berdarnya berita hoax. Najib pun mencontohkan beredarnya isu pemalsuan al-Quran yang kebetulan berbarengan dengan kasus Ahok, dan kemudian viral. Padahal, itu adalah fitnah.
”Coba, bisa kita rasakan akibat peristiwa itu betapa berat beban yang dipikul oleh orang yang difitnah. Baik secara sosial maupun material, terlebih hal itu dijadikan trending topic saat itu. Padahal di al-Quran jelas bahwa fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan,” tegasnya.
Di akhir ceramahnya, Nadjib mengingatkan bahwa di era ini dakwah konvensional saja belum cukup.Tapi harus diimbangi dengan dakwah online. Karena di era ini faham agama apa saja bisa cepat menyebar. (uzlifah/aan)