Duet Lama Tantangan Baru, Muktamar dalam Analisis Matan, oleh Miftahul Ilmi wartawan Matan.
PWMU.CO – Duo profesor kembali memimpin Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah lima tahun mendatang. Prof Haedar Nashir sebagai Ketua Umum dan Prof Abdul Mu’ti sebagai Sekretaris Umum. Keduanya bersama 11 orang lainnya ditetapkan dalam Sidang Pleno VI Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Edutorium UMS, Ahad (20/11/2022).
Banyak kalangan di internal Persyarikatan maupun pengamat menyebut, perhelatan Muktamar kali ini tak akan ada banyak kejutan. Termasuk wacana “darah segar” yang dihembuskan Prof Din Syamsuddin akan sulit terakomodasi dalam 13 anggota PP.
Sebelumnya ada 202 nama yang diajukan sebagai bakal calon anggota PP Muhammadiyah. Namun, setelah penelitian administrasi dan kualifikasi hanya 92 nama yang bisa dibawa di Sidang Tanwir dan dipilih secara evoting menjadi 39 nama, di Gedung Mohammad Djazman, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Jumat (18/11/2022).
Selanjutnya 39 nama dipilih menjadi 13 anggota PP secara e-voting oleh 2519 peserta Muktamar dalam Sidang Pleno Muktamar, Sabtu (19/11/2022) malam hingga Ahad dini hari.
Dominasi Tokoh Lama
Walhasil, 13 orang yang terpilih menjadi anggota PP Muhammadiyah Periode 2022-2027 masih didominasi oleh tokoh-tokoh lama alias incumbent. Mereka adalah Haedar Nashir, Abdul Mu’ti, Anwar Abbas, Busyro Muqoddas, Muhadjir Effendy, Agung Danarto, Syafiq A Mughni, Dadang Kahmad, dan Ahmad Dahlan Rais. Hanya 4 orang pendatang baru, yaitu Hilman Latief, Irwan Akib, Syamsul Anwar, dan Saad Ibrahim.
Dari segi umur hanya Prof Hilman yang tergolong masih muda. Pria yang kini menjadi Dirjen Haji dan Umrah Kementerian Agama itu berusia 47 tahun. Lainnya berusia 50-an dan 60-an tahun. Bahkan, Ahmad Dahlan Rais sudah berusia 71 tahun. Sedangkan yang berusia 40-an tahun harus puas menduduki peringkat jauh di bawah mereka.
Abdul Mu’ti menilai proses promosi dan regenerasi dalam setiap organisasi adalah wajar. Namun semua harus berlangsung dalam seleksi dan sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan. Ditanya soal pentingnya pembeliaan kepemimpinan, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjawab, “Semua aspirasi itu sesungguhnya masuk akal. Tapi yang menentukan kan peserta Muktamar yang mempunyai hak pilih.”
Hajriyanto Thohari yang kini menjadi Dubes RI untuk Lebanon juga menyebut pembeliaan atau masuknya tokoh-tokoh muda akan lebih mendinamisasi organisasi. Namun, ia sejak awal ragu dalam sistem pemilihan yang kolektif 13 orang itu mereka akan terakomodasi. “Ya darah segar itu nanti seperti apa dan jumlahnya berapa. Kalau saja yang terpilih darah segar cuma 1 orang, kan yang lainnya darah kental. Nah itu akhirnya semua bisa kental lagi,” ujarnya berseloroh.
Sistem Lebih Penting dari Personalia
Sebaliknya, Dadang Kahmad menilai soal personalia kalah penting dengan sistem yang dibangun. Di negara-negara maju semua organisasi berjalan di atas sistem yang baku. “Tidak menjadi masalah siapa saja yang duduk di sana akan running karena sistem yang baik. Kita ketahui Muhammadiyah lahir sejak awal sudah punya sistem sendiri. Jadi tidak bisa dipaksakan (masuknya angkatan muda). Malah, yang sudah dewasa (tua) kan sudah selesai dengan dirinya sendiri,” ujar Guru Besar Sosiologi Agama UIN Sunan Gunung Djati, Bandung ini.
Sementara Guru Besar Filsafat Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Abdul Munir Mulkhan menilai, berbagai aspirasi tentang penyegaran kepemimpinan belum berjalan. Dengan tampilnya kembali duet kepemimpinan lama diprediksi Munir juga tidak akan ada banyak perubahan. “Tidak akan ada kejutan dan memilih aman. Tapi, masuknya 4 tokoh baru akan bisa mendinamisasi organisasi lebih cepat. Selain memang mereka dibutuhkan, terutama Kiai Saad dan Prof Syamsul sangat diperlukan,” terangnya.
Membandingkan hasil pemungutan suara di Tanwir dan Muktamar, lanjutnya, ada fenomena yang menarik. Di kalangan elite pimpinan wilayah tampaknya ada keinginan adanya perubahan seperti hasil Tanwir. Namun, pada tingkat akar rumput, sepertinya hasil Muktamar masih membutuhkan kemapanan.
“Saya rasa ini wajar karena pimpinan di tingkat bawah (pemegang hak suara Muktamar) ‘kan tidak berhadapan langsung dengan persoalan nasional dan global,” jelasnya sembari mengapresiasi masuknya empat tokoh baru.
Ulasan selengkapnya baca di majalah Matan edisi Desember 2022. Info pemesanan pada Oki: +62 881-3109-662 (*)
Editor Mohammad Nurfatoni