Siapakah Orang Muhammadiyah Itu? Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Siapakah orang Muhammadiyah itu? Kalau merujuk Kiai Ahmad Dahlan, siapapun Muslim yang pemikirannya progresif, diikuti berkemajuan mencerahkan yang mampu memberikan harapan dan menggairahkan lingkungannya konon katanya dialah orang Muhammadiyah.
Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Malang itu mengungkapnya saat mendapat giliran berbicara di sesi ketiga Rembuk Kader Sang Surya Jawa Timur bertema ‘Menggagas Sumbangsih AMM untuk Kemajuan Muhammadiyah Jawa Timur’, Sabtu (10/12/2022) siang.
Hadir pula di Hall Sang Pencerah lantai 8 Gedung Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) itu sebagai pembicara, lima figur lain yang berpeluang mengisi kursi PWM Jatim. Mereka adalah dr Sholihul Absor MKes, Prof Ir Sasmito Djati MS, Dr Sholihin Fanani MPSDM, dan dr Tjatur Prijambodo MKes.
Menurut Nazaruddin, sapaannya, Muhammadiyah bisa dilihat dari mainstream gerakannya. “Muhammadiyah sebagai gerakan pemikiran dan ijtihad. Berarti orang Muhammadiyah itu siapapun, asal dia Muslim yang terus berpikir yang memberi dorongan dan kekuatan bagi lingkungannya agar maju,” terangnya.
Adapun ketika melihat Muhammadiyah sebagai organisasi, di dalamnya ada kader, maka orang Muhammadiyah dibingkai dorongan melakukan amar makruf nahi munkar yang ada aturan di dalamnya.
“Sosok yang berkiprah di gerakan pemikiran atau tajdid untuk memberi kekuatan pada orang lain untuk maju biasanya punya sifat peka,” imbuh Anggota Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah periode 2010-2015 Dr Nazaruddin Malik SE MSi
Dia lantas melontarkan pertanyaan, “Adakah yang punya perhatian terhadap catatan lebih dari setengah penduduk Indonesia kemampuan menjangkau makanan bergizinya masih sangat kurang?”
Sementara para peserta dari para ortom Muhammadiyah itu bergeming, Nazaruddin menegaskan, “Siapa pun Muslim di Indonesia kalau pemikirannya bagus dan berkemajuan itu Muhammadiyah! Meski tidak ber-Nomor Baku Muhammadiyah (NBM).”
Dia juga menekankan Muhammadiyah sebagai pemberi. “Kalau kita mau menegakkan demokrasi ekonomi, membangun keadilan, Muhammadiyah jagonya. Karena hasil yang disusun orang per orang para founding fathers nggak dibawa pulang untuk keluarga, tetap jadi milik Muhammadiyah,” terangnya.
Kalau selama ini Muhammadiyah punya motto ‘Sedikit bicara banyak bekerja’, dia mengimbau sekarang harus berubah menjadi lebih banyak bicara, selain banyak nekerja. Artinya, lebih banyak bicara kepada stakeholder agar kerja-kerja Muhammadiyah ternarasikan. (*)