Janjikan Hadiah atas Ibadah Anak, Ini Syaratnya; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Bagaimana kalau orangtua memberikan janji hadiah atas ibadah yang sudah anak kerjakan? Kalau masih kelas I dan II okelah. Kalau terus-terusan, bagaimana kalau sudah besar nanti malah jadi tidak ikhlas beribadah?
Kekhawatiran ini muncul dari salah satu peserta Kajian Parenting SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik di Aston Inn GKB. Ialah Anisa, ibu dari Aisyah Trimesa Afandi kelas II Crissan. Dia mencontohkan bentuk janjinya, “Nanti kalau kamu full puasanya 30 hari Mama kasih hadiah.”
Apakah boleh mengiming-imingi hadiah kepada anak supaya rajin beribadah? Kata sang narasumber Erlan Iskandar ST, ada beda pendapat tentang hal ini. “Ada yang boleh, ada yang bilang tidak,” ujar Ketua Yayasan Anak Muslim Ceria ini.
Menurutnya, mengapresiasi anak hukumnya boleh, malah bagian dari pendidikan. “Dalam konsep psikologi kita sebut dengan teori behavioristik. Yaitu ada konsep reward dan punishment. Menguatkan perilaku dengan cara memberi apresiasi penghargaan ataupun hukuman-hukuman. Ini dibolehkan dalam dunia pendidikan,” terang alumnus Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta itu.
Kalau di dunia syariat bagaimana, bolehkah mengapresiasi anak? Erlan kembali menjawab boleh, bahkan disunahkan. “Nabi SAW pernah memuji Ibnu Mas’ud, engkau adalah seorang bocah yang terpelajar,” terangnya.
Nabi juga pernah mengapresiasi dengan memberikan doa kepada Ibnu Abbas, seorang anak kecil yang waktu itu menyiapkan wadah berisi air untuk Nabi thaharah (bersuci). Malam-malam Nabi sudah takjub karena perlakuan Ibnu Abbas ini. Maka Nabi kemudian apresiasi dengan doa, “Allahumma ya Allah ajarilah ia ilmu dan pahamkanlah ia dalam urusan agama.”
Contoh lainnya, “Bunda Aisyah pernah memberi anak-anak kecil yang shalat jamaah di masjid dengan makanan berupa manis-manisan dan asin-asin. Dia siapkan makanan berupa kacang untuk anak-anak yang rajin shalat berjamaah.”
Bahkan, lanjut Erlan, ayahnya Ibrahim bin Adham mengatakan, “Ya bunayya kullamun wahaina. Kalau kamu dengar satu hadist, setiap satu hadist kamu hafal, maka bagimu satu dirham.” Dari contoh ini di mana hadiahnya berupa uang, maka Erlan menegaskan, memberikan apresiasi kepada anak juga boleh.
Sounding dan Atur Intensitas
Yang harus diingat, menurutnya, ialah pentingnya memberi sounding. “Kalau mau kasih hadiah, jangan lupa disounding. Nak, bunda mau kasih kamu hadiah kalau kamu bisa puasanya full. Tapi ingat ya, Nak hadiah dari Bunda Ini hadiah yang sederhana. Hadiah yang paling indah nanti adalah balasan dari Allah ta’ala. Hadiah terbaik itu surga, Nak,” contohnya.
“Jadi kamu beribadah jangan mengharapkan balasan hadiah dari Bunda. Ini cuma penyemangat saja,” tambah lulusan S1 Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Kak Erlan pun mengimbau agar para peserta tidak meremehkan pentingnya sounding. “Karena sounding itu akan membentuk mindset. Kalau lupa memberi sounding, nanti pola pikir anak jadi tidak terarah. Justru nanti hadiahnya malah jadi candu. Kalau nggak dikasih hadiah, nggak mau beribadah,” jelas penulis buku anak itu.
Hal yang wajib diucapkan saat sounding ialah menyampaikan kalau ibadah mengharap balasan hanya dari Allah, hadiah terindah dari Allah, hadiah dari kita yang ringan dan sederhana, jangan dijadikan patokan utama tapi cuma sekadar penyemangat saja.
Kaidah kedua dalam memberi hadiah ialah mengatur intensitasnya. “Karena kaidah fiqihnya katsratu al-misaasi tuziilu al-ikhsaas. Banyaknya intensitas mematikan sensitivitas,” terangnya, Jumat (2/12/2022).
Artinya, kalau terlalu sering dikasih hadiah nanti dampaknya tidak terlalu berkesan dan berefek. Oleh karenanya, Erlan mengimbau agar diatur waktu memberikannya. “Jangan terlalu bermudah-mudah memberi hadiah kepada anak, nanti jadi kurang kebermaknaannya,” imbau Penasihat Indonesia Bertauhid Kids itu. (*)