Hijrah Hati di Sekolah Ramah Anak SD Mugeb; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Sekolah Ramah Anak adalah hijrah hati. Bagaimana seluruh warga sekolah bersama-sama mengubah pola pikir agar hak anak terpenuhi. Fasilitator Nasional (Fasnas) Sekolah Ramah Anak Bekti Prastyani SPd mengingatkannya saat hadir di Ruang Rapat SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik, Jawa Timur,Selasa (20/12/2022).
Wanita yang akrab disapa Bekti itu berpesan, “Anak lahir dalam keadaan fitrah, membawa potensi kebaikan masing-masing. Kebaikan itu jangan sampai kita rampas!”
Jika anak terlahir dalam keadaan baik, lanjutnya, mengapa ada anak yang belum baik? “Karena ada sekian banyak perilaku memengaruhi seseorang. Perilaku anak usia 7 tahun di hadapan kita itu akumulasi 7 tahun sebelumnya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Bekti menegaskan, saat guru berupaya menjaga fitrah anak, tidak sekadar melihat sikapnya saat ini saja, tapi perlu gali akar masalah penyebab perilakunya apa yang sebenarnya. Bisa jadi perilaku yang muncul saat ini ialah akibat dari pengalaman beberapa tahun sebelumnya.
Wejangan penting Bekti lainnya ialah tidak diizinkan membandingkan anak satu dengan lainnya, meski dengan tujuan memotivasi. “Keberadaan satu anak tidak bisa dilihat/digantikan dari keberadaan yang lain!” tegasnya.
Dengan membandingkan, lanjut Bekti, secara tidak sadar akan merendahkan martabat anak. “Berarti kita menolak fitrah anak. Kita memberikan rasa sedih dan malu pada anak sehingga cara membandingkan ini bisa memunculkan hormon kortisol dan adrenalin,” imbuhnya.
Bekti pun mencontohkan bagaimana guru bisa fokus pada bagian kekuatan (sisi positif) anak untuk memotivasi anak mengerjakan hal lainnya. Misal, “Tulisan kamu bagus. Gimana kalau kamu kerjakan soal matematika ini seperti kamu sedang menulis.”
Tak Ada Produk Gagal
Bekti mengingatkan, tak ada ciptaan tuhan yang salah. “Tidak ada produk gagal. Kalau ada perilaku salah, kita harus membangun iqra (membaca tanda-tanda di sekitar), anak kita sedang menengadahkan tangan. ‘Halo ustadah, aku blm bisa duduk tenang, belum bisa berbahasa baik’,” ungkapnya.
“Allah sudah mengizinkan kita berada di sini untuk membantu anak-anak. Ayo kita mantapkan hati kita karena apapun yang terjadi atas izin Allah. ‘Aku tidak akan memberi ujian kepada umatku melebihi batas kemampuannya’. Apapun yang hadir ke sini harus kita hadapi karena allah sudah memberi kemampuan itu,” dorong Fasnas Inspiratif SRA 2020 itu.
Bekti lantas menekankan, “Di sini ada Sarjana Psikologi dan Sarjana Pendidikan. Ada nggak dari jurusan keikhlasan atau kejujuran saat kita di kampus? Siapa yang mengajarkan tentang ini? Anak-anak. Dari anak-anak kita bisa belajar.”
Bekti pun menegaskan, perannya di sana seperti halnya tugas manusia lain ketika Allah SWT utus sebagai manusia. “Menyampaikan informasi dan mengingatkan. Karena yang maha menggerakkan semuanya hanya Allah,” tutur Fasilitator SRA dengan cakupan daerah terbanyak 2019 itu.
Jadi kalau nantinya ada anak yang belum baik walau sudah diingatkan berulang kali, Bekti memotivasi agar mereka terus mengingatkan. “Dari shalat saja, Allah mengingatkan kita sebanyak 5 kali selama 365 hari. Sebanyak 1825 kali setahun. Apakah kita sudah mengingatkan anak sekian kali?” terangnya.
Terkait cara mengingatkan anak di SRA, Bekti meluruskan bagaimana memukul anak yang diperbolehkan sesuai kaidah pengasuhan Ali bin Abi Thalib. Di mana pada kelompok usia 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), ada perintah memperlakukan anak sebagai ‘tawanan’. Anak mulai diperintah shalat wajib mulai usia ini dan orangtuanya boleh memukul anak jika tidak shalat.
Kata dia, berdasarkan hasil telaah dengan ahli agama, memukul di sini tak lebih dari 45 derajat. “Memukul itu dengan menepuk, kelembutan, mengajak shalat,” ungkapnya.
Dia juga mengingatkan firman Allah SWT dalam Abasa.untuk tidak memalingkan muka dan berbuka masam. “Siapa tahu anak yang hadir itu untuk menggugurkan dosa atau mendapat pengajaran darinya. Siapa pun ke sini, kita bantu!” tutur pendiri SD Kita Bojonegoro itu.
Sebagian peserta pun tampak mengambil tisu di depan mereka lalu mengusap air mata yang menggantung. Mereka tersentuh dengan pesan-pesan dan energi positif yang Bekti sampaikan.
Gerak Sepenuh Hati
Di Sekolah Ramah Anak, lanjut Bekti, butuh komitmen seluruh warga sekolah. Bahkan mulai satpam sampai penjaga kebersihan dan kantin, kata dia, perlu turut bisa menjaga fitrah anak.
Kepala SD Mugeb Mochammad Nor Qomari SSi menegaskan, perjuangan SRA ini memang perlu dipahami secara menyeluruh. “Menggerakkannya sepenuh hati sehingga kita totalitas. Tidak hanya gugur kewajiban. Ini adalah perjuangan dakwah. Kami yakin ketika semua diniatkan ibadah, insyaallah dimudahkan oleh Allah,” ujarnya.
Di pertemuan itu, Ari pun mengungkap bagaimana warga SD Mugeb setiap pagi, sebelum memulai aktivitas, berupaya istikkamah membaca dua doa. Doa pertama dari surat Thaha ayat 25-28.
رَبِّ اشۡرَحۡ لِىۡ صَدۡرِىْ وَيَسِّرۡ لِىۡۤ اَمۡرِىْ وَاحۡلُلۡ عُقۡدَةً مِّنۡ لِّسَانِیْ يَفۡقَهُوۡا قَوۡلِیْ
Artinya, “Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.”
Doa kedua, “Ya muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘alaa diinik. Wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku senantiasa di atas agama-Mu.”
“Karena kita tidak tahu kapan Allah menggerakkan hati siswa untuk belajar,” imbuh Sekretaris Forum Silaturahmi Kepala Sekolah (Foskam) SD MI Jawa Timur 2022-2024 itu. (*)