Tangisan Para Pemimpin oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Suasana penutupan Musywil ke-16 Muhammadiyah Jatim di Ponorogo, 25 Desember 2022 mengharu biru oleh tangisan para pimpinan. Semua hadirin larut mendengarkan dengan dada bergolak.
Wakil Ketua PWM Jatim Nur Cholis Huda yang telah mengabdi selama 30 tahun di PWM sempat menangis tatkala menyampaikan tausiyah. Di tengah sambutan bicaranya sempat tercekat. Dia menangis saat bercerita ujaran di medsos menjelang Musywil.
Ada caci maki terhadap calon pimpinan sampai di luar batas adab dan nalar Muhammadiyah. Dia prihatin dengan perilaku orang Muhammadiyah di medsos yang buruk.
”Ya Allah, selamatkanlah Muhammadiyah…” ucapnya seraya tersengal oleh tangis. Air matanya tak bisa dibendung.
Ketua terpilih Sukadiono yang menyampaikan sambutan perdana menceritakan tawaran berkiprah di PP Muhammadiyah, tawaran jadi staf ahli dua menteri semuanya tidak dijalani. Akhirnya diberi amanah menjadi ketua PWM Jatim.
”Sebagaimana doa saya di setiap sepertiga malam semoga ini yang terbaik untuk diri, keluarga, dunia dan akhirat saya. Juga untuk Muhammadiyah Jatim,” tuturnya.
Lalu Ketua PWM Saad Ibrahim beberapa kali menahan tangis dalam setiap sambutannya. Terasa sekali dada Ketua PP Muhammadiyah ini seperti bergemuruh. Terutama saat mengucapkan rasa syukur kepala Allah yang menakdirkan menjadi ketua PWM Jatim selama tujuh tahun.
Dia merasakan memperoleh pertolongan Allah dalam berbagai pencapaian, hubungan yang erat dan akrab sesama pimpinan hingga betapa bahagianya dengan terlaksananya Muyswil yang berasa muktamar.
”Rasanya ini lebih membahagiakan daripada terpilihnya saya menjadi ketua PP,” katanya sambil menahan tangis.
Tangisan Nabi dan Sahabat
Tabiin Abdullah bin Mubarak bercerita, para sahabat Nabi sering menangis setiap kali membaca surat Hud ayat 15-16. Ayat itu berbunyi
مَن كَانَ یُرِیدُ ٱلۡحَیَوٰةَ ٱلدُّنۡیَا وَزِینَتَهَا نُوَفِّ إِلَیۡهِمۡ أَعۡمَـٰلَهُمۡ فِیهَا وَهُمۡ فِیهَا لَا یُبۡخَسُونَ . أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ لَیۡسَ لَهُمۡ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا۟ فِیهَا وَبَـٰطِلࣱ مَّا كَانُوا۟ یَعۡمَلُون
Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.
Menurut Ibnu Abbas, orang yang suka riya akan diberikan pahalanya di dunia. ”Barang siapa yang beramal saleh untuk mencari keduniaannya dengan puasa, shalat dan tahajud, Allah berfirman, Aku akan memenuhi apa yang diinginkannya. Ini adalah balasan amalnya di dunia. Sedangkan amalnya untuk mencari keduniaan ini digugurkan dan di akhirat nanti dia termasuk orang -orang yang rugi.”
Motif Menangis
Sahabat Abdurrahman bin Auf menangis karena takut jika balasan amal ibadahnya disegerakan oleh Allah di dunia ini berupa kekayaan sehingga di akhirat kelak menjadi orang yang merugi.
Ia sedih oleh kekayaannya yang ia peroleh karena kehebatannya berdagang. Usaha kerasnya mengantarkannya menjadi saudagar sukses. Ia juga ahli ibadah dan suka beramal saleh. Namun ia menangis karena khawatir kekayaannya merupakan balasan Allah atas amal salehnya di dunia.
Ketika Rasulullah membaca akhir surat az-Zumar ayat 71: ”… orang-orang kafir dibawa ke neraka jahanam berombong rombongan …” maka sekelompok orang Ansar menangis. Mereka tersentuh oleh ayat itu dan merasa bergidik oleh ancaman Allah.
Aisyah ra menceritakan sepenggal kisah yang dia sebut paling indah dalam hidup suaminya. Ketika Rasulullah bangun tengah malam, mengambil air wudhu, shalat. Tiba-tiba menangis terisak di sepanjang shalatnya. Kata Aisyah, ia menangis sampai janggutnya basah oleh air mata.
Di saat yang lain Rasul yang mulia menangisi putranya, Ibrahim, yang wafat. Ketika ditegur orang beliau bersabda,”Ini tangisan kasih sayang orangtua kepada anak.”
Nabi juga menangis di hari pamannya Hamzah syahid di medan Uhud akibat tombak budak Wasyi. Sangat bersedih melihat dada singa Allah itu tercabik-cabik. Ususnya terburai. Tangisan Rasulullah sulit berhenti. Lalu berkata: untuk kematian Hamzah, hendaklah orang-orang menangis.
Ini adalah tangisan karena motif melibatkan diri dalam perjuangan menegakkan kebenaran.
Ketika melihat telapak tangan Sa’ad bin Mu’adz al-Anshari melepuh akibat kerja sebagai kuli bangunan memecah batu, Nabi juga menangis. Ia tarik tangan kasar Sa’ad bin Muadz lalu diciumnya. Air matanya menetes. ”Inilah tangan yang tidak akan disentuh oleh api neraka.” Nabi menangis karena kepekaan hatinya oleh derita sahabatnya.
Kelembutan Hati
Tangisan Nabi dan sahabat bukan karena mereka gembeng, nangisan. Bukan pula seperti wanita yang gampang menangis karena bahagia, celaka, senang, susah dan sengsara. Tidak. Itu bukan tangisan kecengengan.
Islam tidak mengajarkan sikap cengeng. Orang yang cengeng mudah putus asa, dihinggapi sindroma tak berdaya. Hanya penganut pesimisme.
Islam adalah agama gagah. Agama keberanian. Di dada kanan orang Islam dipenuhi kalimat takbir yang menggelorakan motivasi bahwa segala sesuatu kecil di hadapan Allah yang Maha Besar.
Dada kiri dipenuhi oleh kesabaran, ketabahan, dan istiqamah yang dengan itu dia bergerak, bangkit, dan berjihad.
Muslim menangis karena memenuhi anjuran Nabi. Kepada Abu Dzar ia berkata: jika Anda mampu menangis, menangislah. Jika tidak, rasakanlah kesedihan dalam hatimu lalu berusahalah menangis, karena hati yang keras jauh dari Allah.
Allah menggambarkan tangisan sebagai gambaran orang saleh: Bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat yang Maha Pengasih mereka rebah, bersujud, dan menangis. Surat 19:58.
Mereka merebahkan diri atas wajah mereka seraya menangis dan bertambahlah kusyuknya. (Surat 17: 109)
Menangis model ini menandakan kelembutan hati. Hati yang khusyu, mudah menerima peringatan dan menerima kebenaran. Buahnya adalah taat dan kepatuhan. Jiwa belas kasih dan sikap mudah memberi. Sebaliknya hati yang keras cenderung angkuh, sulit merasa, dan tak mudah menerima.
Di penutupan Musywil, Nur Cholis Huda menangis karena prihatin dan sedih melihat fenomena tak sehat di antara para tim sukses calon pimpinan. Ada cacian, fitnah, dan kampanye hitam di medsos. Sesuatu yang belum pernah dia rasakan selama 30 tahun pengabdian di PWM Jatim.
Sukadiono menahan tangis sesaat karena merasakan besarnya amanah memimpin Muhammadiyah Jatim yang baru dipercayakan kepadanya. Sesuatu yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.
Kiai Saad Ibrahim menangis karena merasakan kebahagiaan luar biasa dan keharuan tak terkira setelah sukses memimpin PWM Jatim selama tujuh tahun. Merasakan kebersamaan, persaudaraan, dan kemegahan pelaksanaan Musywil di akhir masa jabatan.
Editor Sugeng Purwanto