PWMU.CO– Jumlah rakaat shalat Dhuha jadi bahasan Kajian Fatwa Tarjih online oleh Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta (FAI UMS) Dr Syamsul Hidayat MAg, Selasa (10/1/2023).
Menurut Ustadz Syamsul Hidayat, shalat Dhuha minimal dikerjakan dua rakaat. Berdasarkan hadits Abu Hurairah riwayat Muslim. Atau empat rakaat berdasarkan hadits Aisyah yang juga diriwayatkan oleh Muslim.
”Sedangkan delapan rakaat dengan salam setiap dua rakaat atau empat rakaat dilakukan dengan dua salam berdasarkan pada hadits Abu Dawud, maka dirujuk oleh Majelis Tarjih,” jelasnya.
Jumlah rakaat shalat Dhuha juga bisa dilakukan semampu kita. Seperti hadits dari Aisyah ra. ”Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah saw mengerjakan shalat Dhuha empat rakaat dan adakalanya menambah sesukanya.” (HR Muslim)
Seorang ulama, al-Iraqi mengatakan, dalam Syarah at-Tirmidzi,”Aku tidak melihat dari kalangan sahabat maupun tabiin membatasi jumlah dari dua belas rakaat.”
Menurut Syamdul, di beberapa kitab-kitab fiqih menyebutkan shalat Dhuha paling banyak dua belas rakaat. Tetapi al-Iraqi mengatakan sebaliknya.
Majelis Tarjih, kata dia, mengutip pendapat Imam Suyuti dari Ibrahim an-Nakhahi yang mengatakan,” Ketika ada seorang bertanya pada tabiin, yaitu Aswad bin Yazid, berapa rakaat aku shalat Dhuha? Maka dia menjawab, terserah kamu.”
Dia menjelaskan, berdasar kajian tarjih, hadits-hadits yang menyatakan rakaat dibatasi sampai dua belas hampir tidak ada.
Tidak Setiap Hari
Syamsul juga menerangkan, shalat Dhuha sebaiknya tidak dilakukan terus-menerus setiap hari.
Ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin Syaqiq berkata: Aku bertanya kepada Aisyah,”Apakah Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu melaksanakan shalat Dhuha?” Aisyah menjawab,”Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya.” (HR Muslim)
Ada lagi riwayat mengatakan, Ikrimah menjelaskan, Ibnu Abbas melakukan shalat Dhuha sehari, dan meninggalkan sepuluh hari. Sufyan meriwayatkan dari Mansur, ia berkata,”Para sahabat tidak menyukai memelihara Dhuha seperti shalat wajib.”
Shalat Dhuha dapat dikerjakan secara berjamaah atau sendiri. Tetapi diutamakan dikerjakan munfarid (sendirian). Asal mula pelaksanaan shalat Dhuha berjamaah ketika Nabi melakukan shalat Dhuha di rumah, kemudian para sahabat berdiri di belakangnya lalu mengerjakan shalat dengan shalat Nabi.
”Di Muhammadiyah ada kegiatan Baitul Arqam. Di momen perkaderan seperti ini diadakan shalat sunnah secara berjamaah. Di antaranya, shalat lail dan shalat Dhuha,” ucapnya memberikan contoh.
Mengenai doa setelah shalat Dhuha, kata dia, Majelis Tarjih setelah menelusuri kitab fiqih dan hadits tidak menemukan doa khusus setelah shalat Dhuha.
Penulis Faiz Rizal Izuddin Editor Sugeng Purwanto