Perbedaan Risiko Obesitas Wanita dengan Pria; Liputan Rani Syahda Hanifa; Kontributor PWMU.CO Sidoarjo
PWMU.CO – Ketua Pimpinan Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr dr Sukadiono MM menjelaskan cara menjaga kesehatan jasmani. Mulai dari jenis-jenis olahraga hingga dampak buruk obesitas.
Dokter Suko, sapaannya, menyampaikan hal itu dalam Kajian Rutin untuk Dosen dan Tenaga Kependidikan bertema ‘Menjaga Keseimbangan Kesehatan Jasmani dan Rohani’. Acara diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) di Auditorium Mas Mansyur Umsida, Kamis (19/1/2022).
Menurut Dr Suko, banyak yang beralasan tidak melakukan olahraga karena setiap hari sudah melakukan aktivitas seperti bekerja, membersihkan rumah, dan aktivitas lainnya. Faktanya aktivitas sehari-hari itu berbeda dengan olahraga walaupun sama-sama berkeringat. Olahraga adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan terukur.
“Karena aktivitas sehari-hari seperti cuci baju dan lain-lain itu dilakukan dengan hati yang jengkel bukan hati yang rileks,” tambahnya.
Menurutnya, World Health Organization (WHO) menyarankan olahraga dalam sepekan 150 menit. Adapun jenis olahraga bisa dilihat dari sifatnya. Ada yang bersifat aerobic dan non-aerobic. Aerobic adalah olahraga cardio untuk menguatkan jantung dan paru-paru kita. Contoh olahraga aerobic atau cardio adalah berenang, jalan kaki, jogging, bersepeda, bulu tangkis, sepak bola, futsal, tenis, dan pingpong.
Sedangkan olahraga non–aerobic adalah olahraga beban seperti sit up, push up, dan skipping. Tujuannya untuk menguatkan otot. Semakin kuat otot kita, semakin besar simpanan energi dalam tubuh kita,” terang Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Dokter Suko menjelaskan, olahraga juga harus menyesuaikan kapasitas dan kekuatan tubuh. Jika memaksa melebihi kapasitas diri maka akan berakibat fatal. Cara mengukur kapasitas kemampuan olahraga bisa diliat dari denyut nadi. Caranya, 220 dikurangi usia masing-masing.
“Penting untuk mengetahui kapasitas olahraga kita sesuai usia. Mohon maaf ya, untuk yang usia 40 tahun ke atas jangan kemenyek, merasa masih kuat bulu tangkis, futsal, dan lain lain. Jika over maka bisa menyebabkan kejang jantung sangat keras,” jelasnya. Dia menyarankan lebih baik jalan kaki atau jogginguntuk usia 40 tahun ke atas.
Sukadiono menerangkan, selain itu ada juga perbedaan olahraga untuk orang kurus atau gemuk. Orang yang cenderung obesitas berbeda olahraganya dengan orang yang mendekati berat badan ideal.
“Olahraga jalan kaki dan jogging itu bisa dilakukan oleh orang yang berat badannya mendekati ideal. Jika obesitas, olahraganya jangan yang menumpu pada lutut. Yang paling baik adalah bersepeda karena orang yang bersepeda berat badannya ditumpu oleh sepeda. Kalau yang over berat badan berolahraga yang menumpu pada lutut dan tungkai maka akan menyebabkan osteoporosis,” terangnya.
Perbedaan Risiko Obesitas Wanita dan Pria
Setelah menjelaskan mengenai olahraga, Sukadiono masuk ke dampak obesitas, yang ternyata berbeda antara pria dan wanita.
“Makanya ibu-ibu mohon maaf jangan terlalu gemuk kenapa? Di samping secara estetika juga ndak bagus, wanita yang gemuk itu risiko terkena penyakit jantung lebih cepat. Karena wanita dikaruniai Allah hormon esterogen untuk mendegradasi kadar kolesterol yang berada di pembuluh darah,” jelasnnya disambut gelak tawa peserta wanita.
Maka, lanjutnya, wanita sebelum menopouse risiko penyakit jantung itu sangat kecil karena memiliki hormon estrogen. Sedangkan wanita yang sudah menopause akan punya risiko penyakit jantung yang tinggi. Karena ketika wanita menopause maka hormon yang diproduksi menurun drastis.
“Sehingga ketika wanita menopause sudah sangat minim hormon estrogen yang sebelumnya mengendalikan bahkan mendegradasi kadar kolesterol dalam tubuh. Dengan kadar kolesterol yang sudah tidak terkendali ditambah gaya hidup yang menyebabkan obesitas maka akan menimbulkan rawan penyakit jantung,” terangnya.
Menurutnya, bukan berarti pria tidak berisiko terkena penyakit jantung koroner. Justru pria memiliki hormon estrogen yang minim dibanding wanita. Namun, faktanya andropause pria bersifat semu.
“Jika laki-laki itu andropausenya semu. Bahkan, mohon maaf, usia 100 tahun bapak-bapak ini masih bisa memiliki keturunan. Jadi bersyukur ya bapak-bapak kita jadi laki-laki,” jelasnya disambut tawa peserta laki-laki. (*)
Editor Mohmmad Nurfatoni