Pemimpin di Muhammadiyah Tak Ada yang Digaji; Liputan Eli Syarifah, Kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Fathurrahman Kamal Lc MSi mengatakan, salah satu tanda bahwa qalbu (hati) kita bersih—selain suci dari syirik dan suci dari berbagai sikap pembangkangan kepada Allah—adalah bisa dirasakan oleh siapapun yang ada di sekitar kita.
Dia menyatakan hal itu dalam Tabligh Akbar menyambut Musyawarah Daerah (Musyda) Ke-11 Muhammadiyah dan Aisyiyah Gresik yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik, di Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM) Gresik, Ahad (5/3/2023).
“Maka pastikan ibu-ibu yang hadir di pagi ini sudah ridha pada suami masing-masing,” katanya. Dia lantas meminta ibu-ibu untuk angkat tangan, sambil bertanya, “Pagi ini siapa yang ridha terhadap suaminya?”
Pertanyaan dilanjutkan untuk sebaliknya, “Ayo angkat tangan juga bapak-bapak yang ridha terhadap istinya pagi hari ini?”
Kedua pertanyaan itu penting karena, menurutnya, selain yang utama kita ridha kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan Islam, kita juga harus ridha terhadap suami atau istri.
Fathurrahman Kamal kemudian menganjurkan hadirin untuk berdzikir di pagi dan petang. “Karena dengan berdzikir, kita sudah berjanji di hadapan Allah. Maka kalau hari ini ada orang yang hidup masih galau, maka belum yakin,” ujarnya.
Mendoakan Pemimpin
Fathurahman mengatakan penting untuk saling mendoakan pasangan masing-masing. Juga mendokana pemimpin. “Mengapa penting kita mendoakan pemimpin? Jika ia seorang pemimpin di Muhammadiyah maka ia memikirkan rumah sakit, guru, sekolah, panti asuhan dan lain-lain. Dan pemimpin di Muhammadiyah itu tidak ada yang digaji,” katanya.
Faturrahman juga menceritahkan saat peletakan batu pertama pembangunan Museum Muhammadiyah di Yogyakarta. Saat itu Presiden Joko Widodo bertanya kepada Ketua Umum PP Haedar Nashir, “Dari mana Muhammadiyah mendapatkan uang sebanyak ini (untuk membangun museum itu).”
“Pak Haidar menjawab singkat, ‘Dari Allah, menjaga kepercayaan umat’,” kisahnya.
Fathurahman lalu menegaskan Muhammadiyah itu harus mengayomi, merangkul, mengembirakan, dan mencerahkan semesta. Bukan dakwah yang menuding, meneror, dan mengintimidasi.
Dia juga menyampaikan al-Qur’an tidak akan bermakna kalau tidak di hati. Kalau al-Quran di kepala maka tidak ada yang bisa mengalahkan YouTube, MP3, MP4. “Kalau al-Qur’an kita simpan di hati maka hati kita akan menjadi hati yang bersih atau yang kita kenal sebagai qalbun salim,” tuturnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni