Pesan PWM Jatim, Pemimpin Ojo Ruwet dan Mbulet, liputan kontributor PWMU.CO Gresik Estu Rahayu
PWMU.CO – Pemimpin jangan ruwet dan mbulet. Begitu pesan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah(PWM) Jawa Timur Ir Tamhid Masyhudi dalam pembukaan Musyawarah Daerah (Musyda) Ke-11 Muhammadiyah Aisyiyah Gresik di Perguruan Muhammadiyah Bungah Gresik, Ahad (19/2/2023)
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Bidang Organisasi, Ideologi, MPKU dan MLHPB ini mengatakan siapapun pemimpin Muhammadiyah tidak boleh memiliki empat sifat “et”. “Pemimpin iku ojo duwe sifat ruwet, mbulet, lelet, dan cupet,” ujarnya.
Hal ini, lanjutnya, agar kita selalu berfastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.
Dia menyampaikan semangat berkemajuan yang dilakukan Muhammadiyah sudah lama dirumuskan. Sejak Muhammadiyah berdiri dan pada Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta juga mengusung tema semangat berkemajuan. Tema-tema ini sudah dibahas dan dilakukan secara mendalam.
Lima Pilar Islam
Tamhid menyampaikan Islam berkemajuan yang dirumuskan oleh Muhammadiyah harus memiliki 5 pilar. Rumusan 5 pilar berkemajuan itu adalah, pertama bertauhid yang murni.
“Yaitu keyakinan yang memiliki landasan dasar yang kuat. Mengakui keesaan Allah. Seperti pesan Lukman kepada anaknya, ” ujarnya sambil menukil Surat Lukman ayat 13. Ya bunayya laa tusyrik billah, inna syirka ladulmun adzim (Wahai anakku, jangan berbuat syirik. Sesungguhnya syirik itu kedhaliman yang besar).
Tauhid merupakan landasan Islam yang membawa manusia menjadi merdeka, memiliki kemampuan dan keberanian. Semua karena bertauhid pada Allah
Kedua, memahami al-Quran dan as-Sunnah yang mendalam. Gerakan Muhammadiyah dilandasi dengan kekuatan memahami a-Quran dan as-Sunnah se cara mendalam, sehingga hidup ini enak, mengalir menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Ketiga, melembagakan amal sholeh. Muhammadiyah terkenal dengan amal sholeh yang diwujudkan berupa amal usaha berupa sekolah, rumah sakit, play group dan lain sebagainya.
Semangat Beramal
Tamhid menggambarkan semangat beramal di Muhammadiyah dan Aisyiyah dengan berkisah kekuatan urunan.
“Kalau disebuah ranting ada 5 orang saja, pasti mendirikan PAUD dengan cara urunan. Biasanya, di ujung kain jaritnya ibu-ibu itu dijahit atau dipeniti. Namanya kendit. Nah di situlah ibu-ibu menyimpan sisa-sisa uang belanjanya,” ujarnya.
Sisa-sisa uang belanja itulah yang dipakai untuk mendirikan lembaga pendidikan. Wujud amal sholeh inilah menjadi kebiasaan Muhammadiyah.
Keempat, kita selalu bergerak untuk hari ini dan yang akan datang. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Maka semangat inilah yang menjadikan Muhammadiyah berfastabiqul khairat, bersama-sama untuk maju.
Kelima, Hidup di negara Indonesia dengan berbagai macam suku, bangsa, bahasa dan agama. Oleh karena itu harus kita pahami.
“Negara Indonesia berdiri diatas semua golongan. Maka persatuan Indonesia menjadi bagian yang harus kita jaga bersama. Dengan cara menghadirkan kebaikan-kebaikan untuk negeri ini,” tandasnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Muhammad Nurfatoni.