Persiapan Adiwiyata Nasional, SD Muhasa Belajar Pemanfaatan Air Hujan ke Pakarnya di Yogyakarta, liputan Siyam Supiah, kontributor PWMU.CO Ngawi.
PWMU.CO– SD Muhammadiyah 1 (Muhasa) Ngawi lakukan kunjungan belajar ke beberapa praktisi Adiwiyata di Yogyakarta, Selasa (21/2/2023).
Kunjungan belajar ini dalam untuk menyongsong Adiwiyata nasional, yang dilaksanakan tahun ini. Setelah dua tahun sebelumnya meraih penghargaan Adiwiyata provinsi.
Kepala SD Muhasa, Syaiful Husna SAg memutuskan untuk kunjungan belajar ke Yogyakarta. Kunjungan belajar inii tindak lanjut mengikuti dan menerima penghargaan Indonesia Green Principal Award (IGPA). Kegiatan yang terselenggara atas kerjasama Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM dengan Janitra Bhumi Indonesia (JBI) di UGM pada 18-21 Januari 2023 lalu.
Saat itu, kepala SD Muhasa ini menerima penghargaan kategori Outstanding Dedicated Principal on Circular School Initiatives.
“Kegiatan IGPA yang saya ikuti sangat luar biasa dan menginspirasi saya untuk mengajak tim Adiwiyata sekolah belajar ke sini. Tahun 2023 ini sekolah maju Adiwiyata nasional,” ucapnya.
Setelah berkomunikasi dengan Irma Dwi Istiningsih, co-Founder JBI sekaligus pemandu kunjungan belajar SD Muhasa, diputuskan SD Muhasa fokus mengunjungi dua destinasi, pemanfaatan air hujan untuk air minum dan pengolahan sampah sebagai circular economy.
Mengubah Air Hujan menjadi Air Minum
Pemanfaatan air hujan untuk air minum, tim Adiwiyata SD Muhasa mendapat penjelasan dan diskusi langsung dengan Tri Budi Utama ST MT di kediamannya, Ledok Gebang, Yogyakarta. Diantar oleh Irma Dwi Istiningsih, co-Founder JBI, kegiatan diskusi juga diikuti oleh Drs Awan Setya Dewanta MEc Dev, dosen bisnis dan ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII), yang juga ingin belajar hal sama.
Chairman Transformasi Cita Infrastruktur ini mengawali materi dengan mengutip surat an-Nahl ayat 10 yang artinya Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu.
“Dari ayat tersebut sudah sangat jelas Allah telah menurunkan rahmat melalui hujan. Kenapa tidak kita manfaatkan?” ucapnya.
Dia juga mengutip surat al-Furqon ayat 50 tentang pergiliran hujan. “Seharusnya manusia dapat memanfaatkan hujan untuk mengatasi masalah kekeringan yang sering terjadi di musim kemarau,” tegas pria yang saat ini dalam proses membantu daerah Gunung Sewu, Gunung Kidul membuat infrastruktur tabungan air hujan yang nantinya dapat dimanfaatkan selain untuk air minum juga untuk irigasi sepanjang tahun.
Konsultan sumber daya air ini menjelaskan cara memanen air hujan dan memanfaatkannya menjadi air minum. “Air dari genteng nanti akan mengalir melalui talang paralon, selanjutnya mengalir melalui pipa yang telah disambungkan ke tandon air.
Sebelum menuju tandon, air akan mengalir ke paralon yang digunakan untuk menampung air hujan pertama yang dimungkinkan mengandung kotoran dari genteng atau debu di udara,” jelasnya sambil menunjukkan melalui instalasi yang ia pasang di rumahnya.
Kotoran material besar akan disaring di saringan awal, yaitu pada paralon yang dipotong miring dan ditutup dengan alat mirip anyaman kawat tapi berbahan stainless. Selanjutnya saringan kedua di bibir tandon menggunakan penyaring seperti akuarium, yaitu dakron.
Jika tandon penuh, maka air akan mengalir melalui saluran overflow dan menuju resapan bawah tanah. Untuk perawatan alat, salah satunya menguras tandon dapat dilakukan saat musim hujan dengan instalasi yang mudah dibongkar. Alasan menguras saat musim hujan adalah tandon atau tangki dapat segera terisi pada saat hujan berikutnya.
Pria yang telah malang melintang ke beberapa daerah di Indonesia dan negara lain ini mengatakan bahwa air hujan memang mengandung asam dan kandungannya tidak sama antar daerah satu dengan daerah lain. Namun ia memastikan bahwa air hujan masih lebih baik dari pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
“Power of Hydrogen (PH) air hujan tidak sama pada setiap tempat, biasanya antara 6-7,5. Saya mengatakan lebih baik dari AMDK karena sudah melakukan uji pada lab yang kompeten, bahkan dengan acuan permenkes 492/2010. Uji lab ini saya lakukan untuk hujan di Jakarta, Yogyakarta, Batam, Bontang, dan Semarang,” jelasnya.
Kandungan PH tersebut dapat dinaikkan menjadi di atas kadar 8 melalui proses elektrolisa. Alat ini ia ciptakan dan telah dipatenkan. Sedangkan paten tersebut tidak ia komersilkan. Sehingga semua lapisan masyarakat dapat mengadopsi ciptaannya tanpa tuntutan hak cipta.
Pada proses elektrolisa, air akan otomatis terpisah menjadi dua jenis, yaitu air asam dan air basa. Air basa inilah yang langsung dapat dikonsumsi. Sedangkan air asam dapat dimanfaatkan sebagai hand sanitizer dan bahan kosmetik yang dapat membersihkan wajah.
“Selain PH, hasil tes Total Dissolved Solids (TDS) air hujan sangat rendah jika dibandingkan AMDK, bahkan jika dibandingkan dengan air dari mata air ,” tambahnya.
TDS merupakan tes untuk mengukur jumlah padatan atau partikel terlarut didalam air, baik organic maupun anorganik.
Menjawab pertanyaan dari Dyah Wuri, salah satu tim adiwiyata SD Muhasa tentang semakin rendah TDS maka semakin rendah pula kandungan mineral dalam air, bagaimana dapat memenuhi kebutuhan mineral dalam tubuh, Tri Budi menyampaikan bahwa mineral dalam tubuh dapat dipenuhi melalui makanan sehari-hari yang berimbang.
Ia menambahkan bahwa air dengan kadar TDS rendah akan sangat mudah mengangkut nutrisi yang diserap tubuh. “Semakin tinggi kadar PH dan semakin rendah kadar TDS, maka air semakin baik untuk tubuh. Dan itu bisa didapat dari air hujan,” tegasnya.
Diakhir penjelasan, Tri Budi memberikan pilihan kepada peserta, “Bapak/ibu kalau disuruh memilih. Pilih gratis berkualitas apa mbayar tapi kurang berkualitas?”
Sontak peserta menjawab serempak, “Gratis berkualitas.”
Dalam waktu dekat, Syaiful berharap Tri Budi dapat berkunjung ke Ngawi, khususnya SD Muhasa untuk mengedukasi warga dan mendampingi instalasi pemanfaatan air hujan.
Editor Sugeng Purwanto