IMM Surabaya Cetak Kader Berjiwa Filantropi, liputan kontributor PWMU.CO Surabaya Adimas Setiawan
PWMU.CO – Untuk membentuk kader yang berjiwa filantropi, Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Surabaya mengadakan Stadium General Ruang Pemberdayaan Nasional 2023 di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Kamis (16/2/23)
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya Reni Astuti menyampaikan istilah filantropi ini sering kali dihubungkan dengan seseorang yang memiliki daya finansial besar, padahal tidak demikian.
“Siapapun bisa untuk melaksanakan berkecimpung, beraktivitas, melakukan giat-giat kegiatan sosial, yang penting memiliki niat dan keyakinan, dan ini sebenarnya sangat menguntungkan bagi siapa pun pelakunya,” terangnya.
Dia menyampaikan Kader IMM memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan bangsa dan negara, khususnya dalam bidang kepemimpinan. Oleh karena itu, kalian harus memiliki tekad yang kuat untuk menjadi pemimpin yang baik dan mampu memimpin masyarakat dengan bijaksana.
“DPRD kota Surabaya akan memberikan dan memfasilitasi setiap kebutuhan PC IMM Kota Surabaya yang berkaitan dengan pemberdayaan kota surabaya terkhusus warga surabaya terpencil yang jarang di jamah,” tuturnya.
Ini, lanjutnya, tentu menjadi semangat yang harus terus dilakukan oleh kader IMM agar terus bergerak bersama dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera, karena beberapa titik di Kota Surabaya masih banyak sekali yang belum terjamah.
“Hal ini menjadi penting karena nantinya melalui Ruang Pemberdayaan Nasional 2023 dapat menjembatani masyarakat dengan stakeholder yang ada di Kota Surabaya.”
Filantropi Muda
Reni Astuti menjelaskan filantropi didefinisikan sebagai aktivitas berbagi dukungan dan sumber daya dengan sukarela yang dilakukan secara terorganisir karena didorong cinta kasih kepada sesama untuk mengatasi masalah sosial kemanusiaan serta memajukan kepentingan umum.
“Citra filantropis yang erat dengan konglomerat sering membuat salah kaprah terhadap arti sebenarnya. Alhasil filantropi dianggap kegiatan eksklusif yang hanya dapat dilakukan mereka dengan sumberdaya finansial besar.”
Padahal, filantropi secara sederhana disebut tindakkan kedermawanan. Yang disumbangkanpun bukan hanya sebatas dana, tetapi juga waktu, tenaga, dan pikiran. Filantropi dimaknai secara lebih luas tidak hanya berderma tapi efektivitas memberi, baik material ataupun non-material, dapat mendorong perubahan kolektif dimasyarakat.
Indonesia punya budaya kolektif filantropi yang disebut, gotong royong sebab menjadi kekuatan dan memicu minat diluar negeri. Zakat menjadi pendorong keagamaan untuk melakukan filantropi. Potensi ini didukung Indonesia sebagai rumah bagi 231 juta Muslim (Negara Mayoritas Muslim).
Generasi muda di Indonesia juga memiliki minat dan dukungan signifikan kegiatan amal dan filantropi. Terlebih penggunaan donasi melalui platform digital. Meningkatnya kekayaan pribadi banyak orang Indonesia kemungkinan besar juga berkontribusi pada peningkatan yang dapat diamati dalam aktivitas filantropis di seluruh negeri.
Macam Filantropi
Reni Astuti menuturkan filantropi dibagi menjadi beberapa macam yaitu, filantropi keluarga, filantropi perusahaan, filantropi keagamaan, filantropi independent, dan filantropi media.
“Berdasarkan sifatnya, filantropi dibagi jadi tradisional dan modern. Filantropi tradisional al berbasis belas kasihan untuk pelayanan sosial. Alhasil Filantropi Tradisic Individual bersifat Individual.”
Sedangkan Filantropi Modern lazim disebut filantropi pembangunan sosial dan keadilan sosial adalah bentuk kedermawanan sosial untuk menjembatani jurang antara si kaya dan si miskin.
Dalam konsep ini, sambungnya, diyakini kemiskinan lebih disebabkan ketidakadilan dalam alokasi sumber daya dan akses kekuasaan dalam masyarakat. Maka, filantropi modern diharapkan dapat mendorong perubahan struktur dan kebijakan. Dengan kata lain Filantropi Modern lebih Politis.
Prinsip Filantropi
Reni Astuti menjelaskan adapun prinsip-prinsip filantropi yaitu, pemberdayaan, keberagaman, keadilan G=gender, universal dan nonpartisan, kebangsaan. Pemberdayaan, Filantropi memberian akset kepada warga masyarakat yang memerlukan sumberdaya agar mereka dapat meningkatkan kemandirian mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keberagaman, Setiap selaku filantropi mengharga keberagaman yang hidup dalam masyarakan budaya, agama dan leyakinan, saku bangia, cara pandang, dan lain-lain. Keadilan Gender, filantropi yang dilaksanakan memperhatikan kebutuhan dan kecenderungan gender yang berbeda dan menempatkannya dalam perspektif kesetaraan.
Universal dan Non-Partisan, filantropi tidak membeda-bedakan latar belakang penerima maupun pembeci dan dijaga agar tidak menjadi alat politik untuk kepentingan kelompok atau aliran tertentu. Kebangsaan, kepentingan bangsa ditempatkan di atas kepentingan individu dan kelompok.
“Indonesia memiliki kultur kedermawanan yang bagus, tetapi banyak berhenti pada level giving tanpa adanya keberlanjutan. Namun, sumbangan direct giving justru dapat memupuk kemalasan masyarakat.”
Filantropi harus dilihat sebagai wujud dari Individual Social Responsibility jangka panjang. Hal yang diharapkan dari filantropis milenial bukan sekadar dana, tetapi sumbangan ide, gagasan, tenaga, waktu, serta strategi komunikasi untuk menjalin kemitraaan (partnership) untuk menyinergikan masing-masing potensi.
“Sehingga, dampak yang diciptakan akan lebih besar dan memiliki nilai keberlanjutan dari sekedar program yang bersifat charitable.”
Generasi milenial perlu menjadi pembaharu semangat filantropi yang awalnya banyak berupa direct giving menjadi sumbangan yang lebih berdampak (impactful). Tantangan terbesar adalah perubahan pola pikir tentang filantropi, bagaimana generasi berikutnya melihat bidang ini sebagai sesuatu yang menarik, sesuatu yang berharga, dan tidak ‘kuno’.
“Kuncinya adalah kita harus fleksibel dengan kenyataan di lapangan, apa yang terbaik untuk menyelesaikan masalah secara berkelanjutan, kita tidak close-minded, kita harus open-minded, itu bukan satu model bisnis yang cocok untuk semua, itu telah untuk menyesuaikan model itu dengan apa yang benar-benar bisa dijalankan.”
Dia menegaskan, generasi muda juga memandang filantropi sebagai investasi sosial yang berdampak luas dan berkelanjutan. Mereka memandang keterlibatannya dalam kegiatan filantropi sebagai investasi bagi pengembangan karakter dan kapasitasnya untuk menjadi pemimpin di masa mendatang. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.