Nenek yang Tak Lelah Memberi; Kolom Hikmah Ramadhan Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Selepas Maghrib, Rabu 22 Maret 2023, bel rumah berbunyi. Tapi kami tak segera bergegas membuka pintu. Sebab, sering kali bel itu jadi mainan anak-anak. Maka saya intip dulu lewat jendela. Apa ada tamu atau anak-anak kampung lagi iseng mainan bel.
Oh ternyata ada tamu. Namun bukan tamu asing. Kami memanggilnya Nenek. Di malam pertama Ramadhan itu dia datang untuk mengantarkan menu lengkap megengan, yakni tradisi memberi makanan menyambut bulan suci.
Ada kue apem, bihun, telur rebus, dan otak-otak bandeng—yang jumlahnya tak sedikit untuk ukuran kami yang tinggal di rumah hanya berdua: saya dan istri. Lima anak kami sudah pada pergi dari rumah.
Nenek tersebut bukan tamu asing. Karena hampir tiap hari dia datang ke rumah. Datang untuk mengirim makanan. Berbagai menu masakan dan jajanan sudah pernah kami nikmati. Rawon, kare ayam kampung, sop buntut, dan menu lainnya yang akan panjang daftarnya jika ditulis di sini.
Berkali-kali istri sudah menolak pemberian itu. Tapi dia tak pernah jera. Selalu datang dan membawa makanan. Padahal secara ekonomi, Nenek bukan golongan orang kaya. Ekonomi menengah juga tidak. Bahkan, bisa dibilang tidak lebih mapan dari kami. Dia tinggal di desa di Kecamatan Kedamean—sekitar 10 kilometer dari rumah atau 11 kilometer dari sekolah.
Tapi hampir tiap hari, sebelum jam tujuh, dengan sepeda motor tuanya, dia mampir ke rumah mengantarkan makanan sambil membawa cucunya untuk bersekolah. Cucunya memang murid istri, siswa kelas dua sekolah dasar. Mungkin sang Nenek merasa pendidikan sang cucu ditangani dengan baik. Dan, karena itu, dia merasa harus berbalas budi, mungkin!
Tapi ini termasuk aneh. Nenek memberi tak pernah berhenti. Dia tak bisa dicegah. Selalu ingin memberi. Jika tidak pagi, Nenek ke rumah sore. Kalau tidak masakan, kadang membawa buah pisang, kerupuk, atau lainnya.
Saya lalu merenung: jangan-jangan Nenek ini diutus Allah untuk manjadi tafsir hidup bagaimana menerapkan ajaran berinfak yang ada dalam al-Quran, misalnya di Surat Ali Imran 134, “… orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit …”
Nenek ini memberi contoh bahwa berinfak tak menunggu mapan atau kaya. Dalam keadaan pas-pasan pun Nenek tetap, dan selalu, berinfak. Dan infak makanan Nenek itu tak melulu untuk istri. Seringkali ke kepala sekolah dan guru lainnya.
Semoga Ramadhan ini menyadarkan kita! (*)