Buya Syafii di Mata Kelompok Minoritas; Penulsi Deni Murdiani Editor Mohammad Nurfatoni
PWMU.CO – Maarif Institute bekerja sama dengan Madrasah Intelektual Ahmad Syafii Maarif (MI-ASM), IAKN Manado, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menggelar Tadarus Ramadhan secara daring, Rabu (5/4/2023).
Acara bertajuk ‘Mensyukuri Dua Dekade Maarif Institute’, ini mengambil tema “Buya Syafii dalam Pandangan Tokoh Agama, Tokoh Budaya, dan Kelompok Minoritas Sulawesi Utara”.
Acara yang dimoderatori dimoderatori oleh Dosen Universitas Sawerigading Makassar Nurfadillah ini menghadirkan narasumber: Dosen Sosiologi Agama Institut Agama Kristen Negeri(IAKN) Manado Denni Pinontoan, Imam Besar Padepokan Puisi Amato Assagaf, Amato Assagaf dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Manado Hafiz Ahmad Mutu.
Direktur Program Maarif Institute, Moh. Shofan, menyampaikan, acara Tadarus Ramadhan tahun ini, dimaksudkan untuk mensyukuri dua dekade Maarif Institute. Juga bertujuan untuk mempopulerkan gagasan keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan Buya Syafii Maarif, khususnya di kalangan generasi milennial di seluruh penjuru Tanah Air.
“Maarif Institute, lembaga yang concern terhadap isu-isu keagamaan, keindonesiaan, dan kemanusiaan, tahun ini genap memasuki perjalanan dua dekade, merasa penting untuk mengangkat tema toleransi dan penguatan kebinekaan demi menjaga keutuhan bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh Buya Syafii Maarif,” ujarnya.
Dia menyampaikan kegiatan ini bekerja sama dengan para alumni Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan (SKK), alumni Jambore Pelajar yang tersebar di sejumlah daerah: Sumatra (Padang, Bengkulu) Sulawesi (Makasar dan Manado) dan pulau Jawa (Bogor, Kuningan dan Malang).
Denni Pinontoan, menyampaikan dalam perjalanannya Maarif Institute telah banyak melakukan kerja kemanusiaan dan mewarnai diskursus tentang isu toleransi, kebhinnekaan, kebangsaan, dan kemanusiaan dengan mendasarkan pada pemikiran Buya Syafii Maarif.
“Buya Syafii, tidak sekadar berbicara, atau menulis tentang tema kebangsaan dan kemanusiaan, namun turut mengimplementasikannya di masyarakat. Pemikiran dan lakunya adalah wasilah menuju gerbang perdamaian,” jelas Denni.
Menghargai Siapa pun
Buya Syafii, sambungnya, dikenal sebagai tokoh yang berani dan kritis namun tetap menghargai siapa pun yang tidak sependapat atau bahkan mengkritik pandangannya
Hafiz Ahmad Mutu, mengatakan Buya Syafii, di samping sosok negarawan, guru bangsa, juga dikenal sebagai cendekiawan lintas agama. Seorang tokoh yang menjadi kekuatan bangsa karena memiliki etika hidup dan keteladanan moral dan agama.
“Sosok Buya menjadi angin segar, harapan, dan iman yang membela kaum minoritas. Buya adalah orang yang berdiri di atas nilai yang diyakininya benar, bukan mengikuti kemauan orang banyak,” ungkapnya.
Amato Assagaf menyampaikan Buya Syafii selama hidupnya kerap tampil bersama para tokoh budaya dan tokoh agama lain dalam berbagai gerakan moral lintas agama.
“Buya Syafii merupakan tokoh yang sangat mudah bergaul dengan siapa pun, tanpa membeda-bedakan suku, ras dan agama serta dapat mengayomi seluruh bangsa Indonesia dengan etika hidup dan keteladanannya,” kata Assagaf.
Acara ini dihadiri 100-an orang peserta yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, dosen, dan masyarakat. Dalam acara ini, moderator Nurfadillah juga membagikan lima buah buku terbaru karya Buya Syafii kepada para peserta yang beruntung.
Nurfadillah mengatakan, buku ini diharapkan bisa menjadi energi baru dalam upaya mensosialisasikan gagasan dan cita-cita sosial Buya Syafii, baik di ranah keislaman, kebangsaan yang mengusung nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan dan kebhinnekaan yang dapat diwariskan kepada anak-anak bangsa. (*)