Puasa, Eksistensi, dan Kualitas Diri, tulisan Kolom Ahmad Zainul Arifin; Wakil Rektor III STIT Muhammadiyah Bojonegoro dan Kepala MI Muhammadiyah 2 Drajat Baureno Bojonegoro
PWMU.CO – Puasa merupakan suatu bentuk aktivitas ibadah yang dilakukan dengan cara menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu dan hal-hal lain yang dapat membatalkannya, sejak terbit matahari hingga matahari terbenam.
Berpuasa bermanfaat secara jasmani, ruhani, dan sosial, sehingga para ahli dengan perangkat keilmunya berusaha menginterpretasikan nilai-nilai puasa bagi kehidupan. Ahli agama menjelaskan puasa berfungsi sebagai media bagi seseorang untuk semakin dekat dengan Allah SWT sang pencipta alam dan isinya.
Pemerhati sosial menilai puasa dapat menumbuhkan rasa solidaritas dan kepekaan sosial yang tinggi. Sementara para ahli kesehatan menyatakan puasa mengandung arti bagi kesehatan fisik dan mental.
Puasa tidak hanya dilakukan oleh umat Islam saja. Agama lainpun menganjurkan pemeluknya melakukan puasa atau kegiatan meniadakan makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Demikian pula makhluk lain juga melakukan puasa, seperti hewan dan tumbuhan.
Dalam tulisan Kenapa Binatang Puasa? Hendro Kusumo Eko Prasetyo Moro menyebutkan gajah, kucing, dan anjing berpuasa ketika menderita luka dalam. Sedangkan kuda dan sapi berpuasa ketika terserang penyakit.
Laba-laba dan anak ayam berpuasa di awal kelahirannya untuk menyempurnakan proses adaptasi. Ikan salmon, penguin, angsa, seabull, anjing laut, singa laut, dan ulat bulu, berpuasa untuk meningkatkan kualitas sperma dan sel telur guna menghasilkan generasi yang sehat.
Setiap binatang mempunyai siklus puasa dengan periode dan lama yang berbeda-beda. Ada yang berpuasa dalam hitungan hari, dalam hitungan bulan, bahkan tahun. Beberapa binatang lain melakukan estivation, yaitu tidur selama musim panas.
Tujuannya adalah menghadapi langkanya sumber makanan, juga menghindari terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Contohnya seperti buaya, ular, katak, capung, aardvark, lemur, bekicot, lungfish, kepiting, dan siput.
Puasa Binatang
H Ahmad Fanani menyatakan melalui tulisannya Puasa Binatang, burung elang juga ada waktunya berpuasa. Seekor elang yang berumur 40 tahun, untuk bertahan hidup dan memperpanjang umur pilihannya dengan berpuasa.
Elang terbang jauh ke hutan atau gua dan menetap di sana untuk sementara waktu. Dengan paruh elang mencabut seluruh bulunya dan mencabut semua cakarnya. Elang juga mengketok-ketok batu untuk melepaskan paruhnya.
Setelah semua terlepas, elang berlindung di satu tempat dan bertahan tidak makan dan minum selama 150 hari. Sehabis berpuasa kondisi elang berubah. Bulu-bulu dan cakar-cakarnya tumbuh kembali. Bagian tubuh menjadi baru semua.
Elang kemudian bisa terbang dalam kondisi tua tetapi seakan menggunakan mesin terbang yang baru. Elang memiliki kekuatan dan semangat baru dan punya kesempatan untuk hidup 30 tahun lagi.
Sementara Nono Purnomo dalam Mereka Inilah yang Hebat saat Berpuasa memaparkan pada musim kemarau, tanaman jati menggugurkan daunnya. Kondisi ini membuat tanaman jati mengurangi aktivitasnya dalam berfotosintesis dan mengambil air (berpuasa).
Terhentinya aktivitas alamiah dari suatu tanaman untuk berfotosintesis sebagai akibat kondisi yang tidak menguntungkan justru memberikan kebaikan pada saat musim kemarau telah berganti. Tanaman jati akan memiliki banyak dedaunan yang lebih lebat dan hijau, sebagai komponen utama penunjang fotosintesis.
Dapat dikatakan, ketika ‘berpuasa’, tanaman jati justru dapat menghasilkan struktur fisik yang lebih baik untuk menunjang kehidupannya pada musim berikutnya.
Sebaliknya, andai saja pada saat musim kemarau tanaman jati memaksakan diri tidak menggugurkan daunnya, memaksa mengambil air guna melakukan fotosintesis, terus beraktivitas (tidak puasa), maka tanaman itu akan mati kekeringan sebab daun-daun akan menguapkan air.
Fenomena Puasa
Nah, mencermati fenomena puasa ala tumbuhan dan hewan di atas, manusia mesti mengambil pelajaran darinya. Tumbuhan dan binatang itu berpuasa memiliki tujuan dan akhirnya mendapatkan manfaat dari puasa yang dilakukan, yakni eksistensi dan kualitas diri yang lebih baik.
Bagaimana puasa pada manusia?
Penelitian di bidang ilmu hayati (biologi), menemukan fakta menarik pada tubuh ketika puasa. Mekanisme biokimia dan fisiologis pada seseorang yang berpuasa dapat meminimalisasi infeksi saluran pencernaan hingga mencegah kanker.
Puasa juga dapat menjadi faktor menguatnya sistem imunitas di dalam tubuh jika dilakukan berturut-turut dalam kurun tertentu. Sesuai dengan durasi yang mampu ditoleransi tubuh.
Tak adanya asupan ke dalam tubuh dalam beberapa jam, juga dapat menurunkan berat badan sehingga puasa kini sering digunakan untuk menjaga kesehatan dan kondisi ideal berat tubuh, atau disebut intermittent fasting. Seperti yang diungkapkan Budi Setiadi Daryono dalam tulisannya Puasa dalam Perspektif Ilmu Hayati.
Ketika seseorang menghentikan asupan makanan maupun minuman selama beberapa jam, tubuh tak langsung kehabisan energi. Selama 6-8 jam pertama berpuasa, bahan makanan yang diserap tubuh berupa glukosa masih dipecah menjadi energi.
Glukosa, jenis karbohidrat paling sederhana dan banyak terdapat pada makanan yang cenderung berasa manis. Proses pemecahan nutrisi menjadi energi saat berpuasa ‘mengistirahatkan’ kerja hormon yang membantu metabolisme tubuh, salah satunya insulin. Produksi insulin yang terkontrol dapat menurunkan risiko penyakit diabetes.
Saat cadangan glukosa habis, tubuh masih dapat beraktivitas karena adanya metabolisme pemecahan asam lemak yang tersimpan dalam tubuh. Pada saat yang sama, metabolisme ini mengaktivasi sel-sel punca di lapisan usus untuk beregenerasi.
Dalam keadaan normal, semakin tua seseorang, proses perbaharuan sel akan berjalan lebih lambat. Namun dengan berpuasa, sel lama yang rusak atau berumur terlalu lama digantikan sel baru sehingga dapat mencegah infeksi pada saluran pencernaan.
Pemecahan asam lemak sebagai penghasil energi ini juga menjadi kesempatan bagi tubuh mengurangi timbunan yang ada. Ini memberikan manfaat lain terutama bagi pasien dengan keluhan sumbatan di jantung.
Subhanallah, mungkin ini adalah makna dari ungkapan seseorang yang telah menuntaskan puasa diibaratkan seperti bayi yang baru lahir, dalam arti sosok yang suci, tanpa dosa.
Bayi dalam arti munculnya sel-sel baru setelah terjadinya regenerasi terhadap sel-sel yang rusak atau berumur lama. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.