Tak Hanya Muhammadiyah, NU pun Pernah Berbeda Idul Fitri dengan Pemerintah; Oleh Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohamamd Nurfatoni
PWMU.CO – Pada Idul Fitri tahun ini diperkirakan terjadi perbedaan penetapan 1 Syawal 1444. Sesuai Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 01/MLM/I.O/2023, Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri jatuh pada Jumat Pahing 21 April 2023.
Sementara pemerintah baru akan menetapkannya pada Kamis 20 April 2023 ini karena menunggu hasil rukyatul hilal di 123 titik di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan perhitungan ilmu astronomi, posisi hilal pada hari ini berada di ketinggian antara 1 sampai dengan 2 derajat di atas ufuk dengan sudut elongasi di bawah 3 derajat.
Posisi tersebut masih jauh di bawah kriteria baru visibilitas imkanu rukyah menurut Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yaitu ketinggian hilal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.
Jadi kemungkinan besar hilal tak akan terlihat dan puasa digenapkan menjadi 30 hari sehingga Idul Fitri versi pemerintah kemungkinan besar jatuh pada Sabtu 22 April 2023. Maka tahun ini Idul Fitri antara Muhammadiyah dengan pemerintah berpotensi berbeda.
Sebelumnya beberapa kali Muhammadiyah juga berbeda dalam penetapan Idul Fitri dengan pemerintah. Mengutip cnnndonesia.com, perbedaan Hari Idul Fitri antara pemerintah dan Muhammadiyah sempat terjadi pada tahun 1998 lalu. Muhammadiyah merayakan Idul Fitri terlebih dulu pada tanggal 29 Januari. Sementara pemerintah menetapkan Idul Fitri keesokan harinya atau 30 Januari.
Perbedaan Idul Fitri juga terjadi pada tahun 2002. Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1423 kala itu jatuh pada Jumat 6 Desember 2002. Sementara Muhammadiyah sudah ber-Idul Fitri terlebih dulu pada Kamis 5 Desember 2002.
Empat tahun berselang atau tahun 2006, Muhammadiyah dan pemerintah kembali berbeda mengenai penentuan perayaan Lebaran. Muhammadiyah lebih dulu merayakan Idul Fitri pada 23 Oktober 2006. Sementara pemerintah menetapkan pada tanggal 24 Oktober.
Setahun berselang atau 2007, pemerintah dan Muhammadiyah lagi-lagi berbeda menetapkan Hari Raya Idulfitri. Muhammadiyah merayakannya terlebih dulu pada 12 Oktober. Sehari kemudian pemerintah melaksanakan Idul Fitri.
Perbedaan tanggal lebaran kembali terjadi pada tahun 2011. Muhammadiyah merayakan Idul Fitri terlebih dulu pada 30 Agustus. Sementara pemerintah baru menetapkan lebaran jatuh pada 31 Agustus.
NU Juga Pernah Berbeda
Tapi perbedaan hari Idul Fitri antara ormas Islam dengan pemerintah ternyata bukan monopoli Muhammadiyah. Nahdlatul Ulama (NU) pun pernah mengalaminya. Baca Pengalaman Beda Lebaran Zaman Gus Dur yang Bikin Ayah Kecewa.
Mengutip nu.or.id sejak pendirian Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) di tahun 1984, setidaknya ada tiga perbedaan penetapan 1 Syawal atau Idul Fitri antara NU dan pemerintah.
Pertama, perbedaan Idul Fitri 1 Syawal 1412. Kala itu, LFNU yang dipimpin duet KH Irfan Zidni dan KH A Ghazalie Masroeri itu memutuskan bahwa Idul Fitri di tahun tersebut jatuh pada Sabtu, 4 April 1992.
Hal itu didasari pada keberhasilan perukyat di Cakung, Jakarta Timur melihat hilal. Karena hilal sudah terlihat, maka secara otomatis, Ramadhan 1442 hanya berumur 29 hari, esok harinya sudah masuk bulan baru, 1 Syawal 1412.
Namun, keputusan pemerintah saat itu berbeda dengan yang ditetapkan NU. Pemerintah melalui Menteri Agama saat itu, Moenawir Sjadzali, memutuskan untuk menggenapkan bulan Ramadhan menjadi 30 hari (istikmal) sehingga hari raya Idul Fitri, 1 Syawal 1412 jatuh pada lusa, Ahad, 5 April 1992.
Hal demikian terulang di tahun berikutnya. Pemerintah melalui Menteri Agama Tarmizi Taher memutuskan hari raya Idul Fitri, 1 Syawal 1413 terjadi pada Kamis, 25 Maret 1993. Sementara NU memutuskan, bahwa 1 Syawal 1413 jatuh pada Rabu, 24 Maret 1993 M, berbeda sehari dengan keputusan yang ditetapkan pemerintah.
Demikian pula pada Idul Fitri tahun 1414. Saat itu, NU memutuskan 1 Syawal 1414 jatuh pada Ahad, 13 Maret 1994. Sementara Menteri Agama Tarmizi Taher yang mewakili pemerintah memutuskan hari raya Idul Fitri terjadi pada satu hari berikutnya, yakni Senin, 14 Maret 1994.
Perbedaan demikian tidak hanya terjadi pada bulan Syawal untuk hari raya Idul Fitri. NU juga pernah berbeda dengan pemerintah dalam menetapkan hari raya Idul Adha. Bahkan, hal ini terjadi saat pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden KH Abdurrahman Wahid dengan Menteri Agama KH M. Tolchah Hasan yang notabene keduanya merupakan tokoh NU.
Tak Hanya Idul Fitri
Perbedaan ini terjadi pada Idul Adha tahun 1420. Saat itu, NU melalui LF NU di bawah komando KH Ahmad Ghazalie Masroeri memutuskan Idul Adha terjadi pada Jumat, 17 Maret 2000. Hal itu didasarkan pada laporan perukyat yang tidak berhasil melihat hilal pada Senin, 6 Maret 2000 M, atau bertepatan dengan 29 Dzulqa’dah 1420 H. Dengan begitu, bulan kesebelas itu digenapkan menjadi 20 hari (istikmal) sehingga 1 Dzulhijjah 1420 H terjadi pada lusanya, yakni Rabu, 8 Maret 2000 M.
Sementara itu, Kiai Tolchah sebagai menteri agama memutuskan, bahwa Idul Adha 1420 H terjadi pada Kamis, 16 Maret 2000. Keputusan ini didasarkan pada terpenuhinya kriteria imkanur rukyat (kemungkinan hilal bisa terlihat/visibilitas) pada hilal di akhir bulan Dzulqa’dah 1420 itu. (*)