Kunjungan MPKU PWM Jatim ke Hospital Taipei; Ini Kecanggihan Sistemnya; Oleh dr Sholihul Absor MKes (seri pertama).
PWMU.CO – Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur mengikuti Indonesia Health Information Management Workshop, di Taiwan, Senin-Jumat (15-19 Mei 2023).
Acara ini hasil kerja sama antara MPKU PWM Jatim dengan Taipei Hospital Ministri of Health and Welfare dan Taiwan International Healthcare Training Center.
Rombongan dari MPKU PWM Jatim yang mengikuti acara ini adalah Dr Mundakir SKep, NS MKep (Ketua), dr Sholihul Absor MKes (Wakil Ketua), dr Tomy Oeky Prasiska MARS (Sekretaris); Dr. Zainul Arifin MKes (Ketua Divisi Jaringan dan Pengembangan Strategis); Ismail Fahmi PhD (Penasihat MPKU PWM Jatim), dan Imanullah Ali Ubed ST (Koordinator Tim IT RSMA Jatim).
Dari tuan rumah yang ikut menyambut: Shun Ping Cheng (Superintendent of Taipei Hospital); Jessica Chiang (Director of International Healthcare Training Center); Prof Hsu Chien Yeh (Asia-Pacific Association for Medical Informatics (APAMI) President); dan Li Feng Wang (Director of Information Management Departemen Taipei Hospital).
Kecanggihan Sistem
Pada hari pertama, Senin (15/5/2023) rombongan diajak mengunjungi Taipei Hospital. Di sini kami diperlihatkan sistem canggih yang digunakan di rumah sakit (RS) itu.
Beberapa yang menarik perhatian kami, adalah, pertama entri data tindakan medis di ruang perawatan seperti injeksi, pengambilan darah, dan lain-lain dilakukan dengan menggunakan trolly instrument yakni alat yang dilengkapi dengan monitor yang terhubung ke data base melalui wifi.
Kedua, semua medical device (alat kesehatan) seperti tensimeter, oxymeter, dan elektrokardiogram (EKG) terhubung melalui wifi dan bluetooth. Jadi otomatis data langsung terekam dan bisa dipantau dari Nurse Station.
Ketiga, pergerakan pasien di RS terdeteksi lewat sensor sehingga posisi pasien bisa dilihat di Nurse Station dan keluarga pasien.
Keempat, dokter melakukan entri data pemeriksaan pasien via perangkat tablet, kemudian diverifikasi di workstation. Dokter juga dapat melihat hasil pemeriksaan sebelumnya dari tablet.
Penggunaan information technology (IT) itu untuk tentu akan meningkatkan efisiensi, percepatan proses, dan validitas data.
Tapi, menurut Li Feng Wang, Director of Information Management Departemen Taipei Hospital, pengembangan IT di RS seperti itu berbiaya mahal. Yakni 300 ribu USD (sekitar Rp 4,5 miliar dengan kurs 15 ribu) untuk jaringan dan data base, 600 ribu USD (Rp 9 miliar) untuk pengembangan software/operating system, dan 50 ribu USD (Rp 750 juta) per tahun untuk maintenance.
“Bila ingin mengembangkan sendiri sistem itu minimal butuh 30 orang, sedangkan normalnya 50 orang,” katanya. Oleh karena itu strategi pengelolaan sumber daya manusia IT dengan outsourcing. RS hanya punya 10 tenaga untuk maintanance dan pengembangan konsep.
Li Feng Wang juga menjelaskan, sistem operasional dibangun dengan sistem modul, yakni dengan Hospital Information System (HIS) sebagai modul inti. Yang lain sebagai submodul. Jadi bukan digabung jadi satu sistem yang besar.
“Apa tips RS ini mudah dan cepat melakukan transformasi?” tanya saya pada Li Feng Wang.
Jawabnya, “Tidak ada yang mudah.” Menurutnya, setiap perubahan sistem pasti mendapat resistensi, terutama dokter.
Karena itu RS menggunakan strategi memaksa. Langsung eksekusi. Hanya butuh dua pekan. “Tentu sebelumnya dilakukan onsite training kepada perwakilan bagian,” ungkapnya.
Perubahan sistem—sosialisasi sampai pelatihan—tidak memerlukan pentahapan yang panjang, sebab semakin lama semakin sulit implementasinya.
Kesimpulan saya tentang manajemen IT, tergantung strong leadership. Pimpinan harus berani menanggung risiko dan siap menghadapi dan mendampingi masalah yang muncul. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni