Hikmah Kisah Keluarga Nabi Ibrahim dalam Perspektif Fikih Ibadah, Khutbah Idul Adha 1444/2023 oleh Muhammad Iqbal Rahman, Sekretaris Majelis Tabligh PDM Kabupaten Mojokerto.
PWMU.CO – Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatu
اَلْـحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَعَلَى اَلِهَ وَ اَصْحَبِهَ وَمَنْ وَّالَاهُ اَمَّا بّعْدُ فَيَاعِبَدَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَأِيَّايَ بِتَقْوَى االلهِ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ لآأِلهَ اِلَّااللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ.اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ .
Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah
Pertama, marilah kita bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala dengan qudroh dan iradahnya, sehingga pada kesempatan pagi ini kita semua dapat melaksanakan sekaligus menunaikan ibadah shalat Id di tanah lapang yang penuh barokah ini.
Marilah kita bersyukur, memohon kepadanya dan beribadah kepadanya. Marilah kita terus berupaya dan berusaha untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepadaNya.
Kedua, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad saw. Kepada keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ لآأِلهَ اِلَّااللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ.اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ .
Hadirin jamaah shalat Id yang dirahmati Allah
Hari ini seluruh umat Islam di dunia merayakan sebuah perayaan yang agung. Yaitu perayaan Idul Adha. Mengingatkan kepada kita sebuah kisah yang besar yang Allah SWT kisahkan di dalam al-Quran.
Kisah penyembelihan oleh Nabi Ibrahim yang diperintahkan oleh Allah kepada anak kesayangannya, anak yang telah ia tunggu bertahun-tahun. Namun ternyata ketika diberikan oleh Allah anak, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya.
Hati siapa yang tidak akan merasa bersedih ketika ia diperintahkan untuk menyembelih anak yang paling ia sayangi? Hati siapa yang tidak akan merasa berat menghadapi perintah yang sangat pahit seperti itu?
Namun itulah jamaah….
Keimanan yang berbicara, ketundukan dan kepatuhan yang sangat sempurna kepada Allah swt. Ketika Nabi Ibrahim mengemukakan mimpinya itu kepada anaknya yang bernama Ismail:
إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ
“Wahai anakku, aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelih engkau, bagaimana pendapatmu?” (QS. Ash-Shaffat [37]: 102)
Subhanallah.. Dengarkan jawaban Nabi Ismail, seorang anak yang sangat berbakti kepada orang tuanya, seorang anak yang sangat tunduk dan patuh kepada RabbNya.
Apa jawabannya?
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّـهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Wahai ayahku, lakukan saja apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan mendapati aku insyaAllah termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 102)
Hadirin, dari kutipan kisah singkat tersebut setidaknya ada empat hikmah yang bisa kita renungkan bersama.
Hikmah yang pertama, kita sebagai orang islam harus menyerahkan diri kepada Allah dengan senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah ta’ala.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barangsiapa mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An- Nahl: 97)
Setiap kita yang mengatakan dirinya Islam, yang mengatakan dirinya beriman, pasti diuji oleh Allah SWT. Tapi kita tidak akan diuji seperti ujian Nabi Ibrahim, kita tidak akan diuji seperti ujian Nabi Muhammad SAW, karena ujian seorang hamba disesuaikan dengan keimanan mereka. Nabi bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنِبْيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ
”Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya.” (HR. Tirmidzi)
Hadirin jamaah yang dirahmati Allah.
Hikmah yang kedua adalah tanamkan kesabaran dan kedekatan kita kepada Allah ketika kita menadapati ujian, musibah atau sesuatu yang tidak kita sukai.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR.Muslim, shahih).
Allah ta’ala juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٢٠٠﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan jagalah kesabaran kalian, kuatkan kesabaran kalian dan jagalah ditapal batas dan bertakwalah kepada Allah agar kalian menjadi orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali Imron: 200)
Hikmah yang ketiga, adalah momentum penyembelihan hewan qurban adalah sebagai spirit kepedulian sosial terhadap sesama.
Ketika seorang muslim mendapatkan rezeki berupa harta yang cukup, ia harus ingat saudara-saudaranya yang lain. Dengan kata lain, ia harus merasa empati pada mereka. Islam memandang bahwa rezeki yang barakah adalah rezeki yang cukup untuk diri sendiri dan orang lain, bukan rezeki yang banyak dan berlimpah tetapi tidak barakah. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Nabi SAW bersabda:
طَعَامُ الِاثْنَيْنِ كَافِي الثَّلاَثَةِ، وَطَعَامُ الثَّلاَثَةِ كَافِي الأَرْبَعَةِ (رواه البخاري ومسلم)
“Makanan satu orang cukup untuk dua orang, dan makanan dua orang cukup untuk empat orang”. (HR. Bukhari, No: 5392, Muslim, No: 2058).
Nabi SAW juga bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا ، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيه
“Dari Abu Hurairah Ra, Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh akan mudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Dan hikmah yang keempat ialah, keteladanan kisah Nabi Ibrahim menunjukkan peran orang tua yang mengajarkan dan mendidik anaknya Ismail menjadi anak yang berbakti dan saleh.
kita bisa teladani dari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah bahwa tujuan tertinggi manusia adalah seperti doa Nabi Ibrahim. Rabbi hab li minasshalihin. Ya Allah berilah kami anak-anak yang soleh. Nabi Ibrahim meminta anak yang saleh. Bukan anak yang pintar. Bukan anak yang kaya raya. Bukan anak yang punya jabatan luar biasa. Bukan anak yang punya pangkat setinggi langit.
Karena apalah arti anak kaya, anak berpangkat dan jabatan, anak yang pintar tapi mereka tidak saleh. Karena itu, kata kuncinya adalah “anak saleh”. Untuk mewujudkan anak yang saleh, tentu bukan hal yang mudah. Setidaknya 4 kewajiban orang tua terhadap anak harus kila lakukan:
Pertama, keluarga adalah hal utama dan pertama dalam mewujudkan anak saleh. Jangan remehkan peran keluarga. Anak yang saleh dan salehah, pasti tidak luput dalam pendidikan keluarga sejak dini seperti dilakukan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Keduanya tulus membentuk karakter Ismail sedemikian rupa. Mereka mengajarkan pendidikan agama pada Ismail sejak dini. Ini sama dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak-anak muslim: “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai ahlu baitnya dan membaca al-Qur’an”. (HR. Tabrani).
Dan Nabi juga bersabda:
علموا اولادكم فانهم مخلوقون في زمان غير زمانكم
“Didiklah anak-anakmu karena mereka hidup di zaman yang tidak sama dengan zamanmu.”
Kedua, memberi keteladanan pada anak-anak kita. Salah satu contoh dalam keseharian ibadah kita adalah shalat. Kita ajak anak kita untuk menuaikan ibadah shalat, kita sebagai orang tua harus memberikan contoh untuk menuaikan shalat. Jangan sampai kita menyuruh anak kita shalat ataupun hal kebaikan lainnya tetapi orang tuanya tidak memberikan contoh. Dalam sebuah hadits sahih diriwayatkan:
مُرُوا أولادَكم بالصلاةِ وهم أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، واضْرِبُوهُمْ عليها، وهم أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المَضَاجِعِ
Artinya: Perintahkan anak-anakmu melaksanakan shalat sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena tinggal shalat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya.” (H.R Abu Daud)
Hadirin, hadits ini memberikan gambaran kepada kita sebagai orang tua, bahwa tatkala ketika kita sudah memberikan teladan atau contoh kepada anak kita di usia 10 tahun, maka nabi memberikan contoh dengan memukulnya.
Dan yang harus di pahami bersama adalah bahwa pukulan tersebut bukan bentuk kedholiman kita terhadap anak. Tapi itu adalah bentuk pukulan kasih sayang, pukulan yang membawa harapan, dan pukulan yang menyelamatkan. Yakni selamat dari siksa neraka hanya karena kita sebagai ayah lalai untuk mengajak dia beribadah.
Ketiga, membiasakan anak-anak kita untuk berinteraksi dengan al-Quran, terlebih mendidik anak dengan al-Quran, baik dipondokkan atau disekolahkan yang terdapat sumber pengetahuan al-Quran.
Ini adalah bekal utama kita dalam mendidik anak, kalau anak kita ingin baik maka kita ajarkan Ilmu al-Quran kepadanya. Kalau anak ingin saleh yang senantiasa mendoakan orang tuanya maka kita didik dengan al-Quran, dan kalau anak kita ingin selamat dari pergaulan kita biasakan untuk berinteraksi dengan al-Quran. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadist yang berbunyi:
عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ : اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ ، كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا ، فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا ) .
Dari Abdullah bin Umar radhiyallohu anhuma berkata :Rasululloh bersabda :”Dikatakan kepada shahibul Quran (di akhirat): “Bacalah al-Quran dan naiklah (ke surga) serta tartilkanlah (bacaanmu) sebagai mana engkau membaca sewaktu di dunia. Karena sesungguhnya kedudukan dan tempat tinggalmu (di surga) berdasarkan akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Imam Tirmidzi dan Abu Dawud).
Ini adalah satu keutamaan ketika kita terbiasa untuk berinteraksi dengan al-Quran. Karena Allah sendiri yang akan memuliakannya. Allah lah yang akan menyuruh memasuki syurga sesuai dengan terakhir ayat yang biasa kita baca atau hafal. Coba bayangkan ketika kita senantiasa mengajak anak kita untuk berinteraksi dengan kalamullah ini, akan ada pertolongan khusus kepada kita sebagai orang tua ketika sang anak mau dan mampu mengamalkan isi al-Quran, sebagaimana Nabi Muhammad saw bersabda:
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ، أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang menghafal Alquran dan mengamalkan isinya, maka akan dipakaikan kepada kedua orang tuanya mahkota pada Hari Kiamat.”
Dalam hadis disebutkan: “Akan dipakaikan kedua orang tuanya mahkota pada Hari Kiamat.” Karena kedua orang tua adalah sebab yang mendidik dan memotivasi anaknya untuk memerhatikan al-Quran. Maka ia pun akan mendapatkan balasan dengan keduanya dipakaikan mahkota pada Hari Kiamat.
Kemudian lanjutan hadis tadi:
ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوتِ الدُّنْيَا لَوْ كَانَتْ فِيه
“Mahkota tersebut lebih terang dan lebih baik daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia, seandainya cahaya tersebut ada padanya.”
Ketiga, kumpulkan anak-anak kita dengan teman-teman yang baik atau teman yang saleh atau salehah.
Kewajiban kita yang terakhir terhadap anak kita adalah, bagaimana supaya anak kita bisa berkumpul dengan teman temannya yang baik. Kita harus mampu mengawasi anak kita ketika dia ingin keluar rumah, kita lihat siapa teman temannya. Karena dalam pandangan KH. Bahaudin Nursalim menjelaskan 50% kenakalan seorang anak terjadi karena teman sekitarnya, dan yang 50% lagi karena lingkungannya, termasuk ponsel yang dimilikinya, itu boleh jadi akan mengubah sikap dan moral anak tersebut.
Maka, peran yang terakhir ini berat. Dan sangat berat bagi kita yang kurang mengawasi anak-anak kita. Dan alangkah hebatnya ketika orang tua benar benar tulus yakin dan jeli dalam pengawasan sang buah hatinya. Maka, Ust Adi Hidayat pernah berkata; “orang tua yang hebat adalah bukan mereka yang mengasih uang saku paling banyak, bukan mereka yang senantiasa mengajak bersenang senang, tapi hal utama adalah ketika sang orang tua bisa mengajak buah hatinya untuk mengenal Allah dan mengawasi dari hal hal yang tidak bermanfaat”.
Mengakhiri khutbah yang mulia ini, marilah kita tata hati dan pikiran kita, kita jaga generasi penerus buah hati kita, dan sudah saatnya kita mengimplementasikan karakteristik keluarga Nabi Ibrahim as sebagai tauladan dan contoh yang nyata dari keluarga tercinta kita, sehingga kita bisa mengamalkan prespektif fiqih di atas dengan harapan agar keluarga tercinta kita bisa menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah yang memiliki harapan masuk syurga bersamanya.
Marilah kita tutup khutbah yang mulia ini dengan berdoa dan bermunanjat kepada Allah ta’ala.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْن وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Wassalamu alaikum Wr Wb