Oleh; Dahnil Anzar Simanjuntak
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
Kritis kepada Penguasa adalah kenekatan yang penuh resiko di era Orde Baru. Kebebasan berpendapat dan bersyarikat adalah barang mewah. Kekuasaan yang menakutkan minus kontrol adalah wajah Demokrasi Indonesia saat itu. Pemilu adalah praktek formalitas penuh tipu daya yang bisa ditebak siapa pemenangnya. Tidak ada kegembiraan bagi nalar kebebasan, yang hadir adalah kontrol ketat kekuasaan terhadap masyarakat. Tidak ada kesempatan yang sama untuk semua anak bangsa. Kekuasaan tergambarkan sangat menyeramkan dan menakutkan.
Reformasi datang. Mesin reformasi digerakkan oleh anak muda yakni Mahasiswa, dan beberapa tokoh utama yang menjadi lokomotif reformasi. Tersebut nama yang paling populer yang menjadi lokomotif reformasi saat itu, Prof Dr. Amien Rais, MA, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1995-1998, Sosok Amien Rais saat itu menjadi lokomotif pembawa kegembiraan Demokrasi Indonesia, era baru Demokrasi Indonesia dimana KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) adalah musuh utama. Politik yang mempraktikkan demokrasi otoritarian, menakutkan dan berpusat pada satu kekuasaan yang kuat, telah melahirkan KKN yang terpusat, maka Pesan Reformasi datang membawa perlawanan dan pembebasan terhadap musuh utama Reformasi itu, yakni KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) bukan sekedar menjatuhkan dan mengganti rezim.
Reformasi, sukses menghadirkan kegembiraan demokrasi. Demokratisasi menyeruak. Big Bang Desentralization pun terjadi. Semua anak bangsa menikmati suasana kegembiraan Demokrasi, namun sama hal dengan Proklamasi Kemerdekaan yang dibacakan Bung Karno- Bung Hatta, yang menginginkan kemerdekaan sebenar-benarnya hadir, Dimana kedaulatan, Kemandirian, kecerdasan, kesejahreraan dan kemajuan terwujud justru saat ini masih menjadi “pekerjaan rumah” yang tidak pernah diselesaikan. Indonesia masih dihadapkan pada fakta kesejahteraan dan kemajuan yang belum hadir merata. Kedaulatan yang masih tersandera.
Reformasi pun demikian. Pesan perlawanan terhadap praktik KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kini justru semakin menyeruak dengan wajah yang berbeda.
Namun, Apakah kemudian kita menyalahkan Bung Karno yang menjadi lokomotif proklamasi kemerdekaan?. Memaki Pak Amien Rais yang menjadi lokomotif reformasi?. Agaknya, Mereka Sudah sukses memimpin membawa Pesan kegembiraan dan pembebasan, namun ditengah upaya mengisi kemerdekaan tersebut, selalu saja dihadapkan dengan fakta-fakta yang tidak menggembirakan, Reformasi masih dihadapkan pada Musuh utamanya yang tidak pernah Mati, justru semakin menguat dengan wajah baru, bahkan pun dilakukan oleh para pihak yang ikut menggerakkan reformasi.
Baca: Kunjungi Dahlan Iskan, Dahnil: Pemuda Muhammadiyah Siap Beri Dukungan
Maka, hutang sejarah terpenting bagi reformasi adalah perlawanan terhadap KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang saat ini seringkali hanya ditulis dengan kata korupsi. Padahal, Korupsi selalu dibarengi dengan praktik kolusi dan nepotismi. Maka, penggunaan istilah KKN perlu terus digunakan kembali salah satu simbol, upaya mengingatkan kita semua terhadap hutang reformasi yang belum kita lunasi.
Oleh sebab itu, pada momentum 20 Mei hari ini, bersamaan dengan momentum kebangkitan Nasional dan reformasi, saatnya semua anak bangsa memaknai demokrasi yang menggembirakan, demokrasi, dimana kesejahteraan ekonomi, dan kebebasan berekspresi dan bersyarikat harus terus dirawat, dan tidak dirusak oleh praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), ketika korupsi di lakukan secara massif dan terstruktur kita pun harus melawan dengan massif dan terstruktur. Korupsi sudah dilakukaan secara berjamaah saat ini, maka kita pun harus melawannya dengan berjamaah pula.
Membiarkan KKN terus ramai, membiarkan KPK dilemahkan bahkan ingin dibunuh sama dengan membiarkan cita-cita kemerdekaan pupus dan hutang reformasi tak terlunasi. Maka, reformasi adalah momentum untuk kembali meneguhkan komitmen kebangsaan seluruh anak bangsa untuk melawan Korupsi, Kolusi dan nepotisme (KKN). Mari Menggembirakan demokrasi. (iqbal)