Imam Munawwir, Ceramah dan Tulisannya Sama-Sama Menarik; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku 50 Pendakwah Pengubah Sejarah dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Imam Munawwir, pribadi yang menarik. Performanya menyenangkan. Prestasinya sebagai hamba Allah mengesankan. Sekadar menyebut sebagian di antaranya, dia dosen, mubaligh, dan penulis. Untuk ketiga bidang kehidupan yang ditekuninya itu, dia berhasil.
Imam Munawwir lahir di Blitar, 12 April 1947. Lulusan UII itu, dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember dan pada 1992-1998 menjabat dekan di fakultasnya. Kecuali di UMJ, mengajar juga di Ma’had Ali lil Fiqhi wad Dakwah di Bangil sebulan sekali.
Lelaki simpatik itu, di dunia dakwah aktif. Sebagai mubaligh, lisannya fasih saat berceramah. Sementara, tangannya terampil menulis artikel dan buku. Buku karyanya, gabungan antara yang bertema ekonomi dan agama, banyak.
Berikut ini, di antara judul buku-buku Imam Munawwir: Menggali Jiwa Wiraswasta dalam Islam, Menumbuhkan Sikap Percaya Diri, Kreatif dan Berjiwa Besar, Metode-Metode Penelitian Sosial, Asas-Asas Kepemimpinan dalam Islam, Ukhuwah Islamiyah, dan Salah Paham terhadap Al-Qur’an.
Ada juga judul: Motivasi Islam dalam Hidup Dinamis, Pendekar dan Pemikir Islam, Posisi Islam di Tengah Pertentangan Antar-ideologi, Mengapa Umat Islam Dilanda Perpecahan, Kebangkitan Islam dan Tantangan-Tantangan yang Dihadapi dari Masa ke Masa, Serial Eksiklopedi Seni Dakwah Gaya Gaul, Sikap Islam terhadap Kekerasan, Toleransi, Damai dan Solidaritas.
Paham Posisi
Mari buka buku yang disebut terakhir di atas: Sikap Islam terhadap Kekerasan, Damai, Toleransi dan Solidaritas. Buku yang saya maksud terbitan Bina Ilmu Surabaya, cetakan pertama pada 1984.
Setelah halaman judul, buku dibuka dengan kutipan al-Qur’an Surat al-Mumtahanah [60]: 8-9. Pemilihan ayat ini jelas maksudnya, yaitu si penulis ingin memberi pesan kepada pembaca bahwa spirit yang dikandungnya akan mewarnai keseluruhan pembahasan yang ada di buku tersebut.
Berikut ini terjemahan kedua ayat yang dimaksud: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Apa latar belakang dan tujuan penulisan buku? Untuk itu, kita lihat di bagian Pendahuluan (h.9-13). Sebagai makhluk yang banyak memiliki kekurangan, kata Imam Munawwir, manusia tidak lepas dari sikap rakus, iri dengki, ingin menang sendiri (dan hal-hal lain yang serupa), sehingga dirinya berkehendak untuk tak disaingi dan apatah lagi dikalahkan oleh orang lain.
Atas hal di atas, lanjut Imam Munawwir maka permusuhan akhirnya tak terelakkan. Perasaan bahwa dirinya paling sempurna, membawa sikap mudah meremehkan eksistensi orang lain. Setelah ingin berkuasa atau upaya menang sendiri tak tercapai, malah yang terjadi permusuhan dan perpecahan yang tak kunjung berhenti. Di titik ini, manusia menyadari bahwa pendapat seseorang tak dapat dipaksakan.
Sejatinya, perbedaan dapat dipertemukan dan untuk itu tidak ada jalan lain kecuali dengan cara setuju untuk berbeda pendapat. Selanjutnya, memperuncing dan memperpanjang perbedaan pendapat hanyalah akan membawa malapetaka. Bentuknya, bisa berupa kerukunan / persahabatan menjadi sirna dan itu sungguh tak berguna (h.10).
Sikap lapang dada (tasammuh) adalah sikap yang memiliki keluasan pandangan dalam menghadapi aneka ragam perbedaan pendapat atau keyakinan. Sebaliknya, sikap tidak toleran menandakan kesempitan dan kekerdilan melihat pendapat atau pendirian orang lain yang berbeda. Jiwa dan jalan pikiran yang kerdil akan mudah heran bila ada orang lain memiliki pendirian atau keyakinan yang berlainan sedang dia tidak melihat kalau orang lain juga merasa heran atas keanehan jalan pikiran dirinya itu (h.11).
Sejarah telah membuktikan, bagaimana sikap kaum Muslimin terhadap golongan yang berbeda keyakinan. Ada sikap penuh penghormatan. Mereka hidup berdampingan secara aman. Bahkan dalam negara Islam, golongan yang berbeda agama atau keyakinan itu dilindungi (musta’man). Dalam negara yang mayoritas penduduknya Muslim belum pernah terjadi penganiayaan, paksaan, dan pemerkosaan hak atas pihak lain (h.12).
Islam menurut keyakinan pemeluknya adalah ajaran yang benar. Akan tetapi kaum Muslimin belum tentu benar. Oleh karena itulah risalah (buku) Sikap Islam terhadap Kekerasan, Damai, Toleransi dan Solidaritas ini disuguhkan. Niatnya, sebagai sumbangan pikiran agar kita dapat memperbandingkan antara cita-cita dan realitas, antara amalan dan omelan. Dasarnya, dipetik dari sumber ajaran Islam atau dari pengalaman (h.12-13).
Perhatikan, dalam menulis, Imam Munawwir suka menggunakan pilihan kata yang punya rima. Lihat kalimat ketiga di paragraf di atas. Di sana ada, cita-cita dan realitas. Juga ada, amalan dan omelan.
Tentu hal itu menarik saat dibaca dan didengar. Ternyata, tak hanya saat menulis gaya Imam Munawwir yang seperti itu, tapi juga terlihat saat dia berceramah.
“Ceramahnya enak didengar. Tulisannya nyaman dibaca. Ada ciri khas dari pidato dan tulisannya, yaitu selalu menggunakan pilihan kata yang punya rima atau yang mirip maknanya. Contoh; memilih dan memilah, sejalin dan sejalan, seiring dan searah, sejejer dan sejajar,” kenang Nadjib Hamid (https://pwmu.co/156040/07/22/mengenang-imam-munawwir-ustadz-gaul-multitalenta/).
Baca sambungan di halaman 2: Buku yang Lengkap