Sebagai organisasi dakwah, Muhammadiyah butuh madrasah; Liputan Kontributor PWMU.CO Kota Surabaya Muhammad Zuhri.
PWMU.CO – Keberadaan madrasah di lingkungan pendidikan Muhammadiyah Kota Surabaya tetap dibutuhkan. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr M Sholihin MPSDM, Jumat (21/7/23).
Wakil Ketua PWM Jatim bidang Tabligh, Dakwah Komunitas, dan Pembinaan Masjid periode 2022-2027, berharap kota Surabaya perlu punya madrasah Muhammadiyah secara linier dari MI, MTs, dan MA.
“Madrasah sama dengan sekolah, sayangnya warga Surabaya kurang familier dengan istilah ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah. Karenanya, perlu kerja keras dalam menyosialisasikan jenjang pendidikan madrasah,” kata dia saat ditemui di tempat kerjanya di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya (Mudipat).
Padahal, lanjutnya, Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah jelas butuh juru dakwah (dai) yang mumpuni dan militan. Yakni, yang bisa dilahirkan dari sistem pendidikan Madrasah Muhammadiyah secara linier dari MIM, MTsM dan MAM, lalu lanjut ke Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM).
“Tugas kita bersama menjadikan madrasah Muhammadiyah sebagai pabrik pencetak para Dai Muhammadiyah bisa dikolaborasikan dengan majelis Tarjih dan Tabligh dari PCM, PDM, dan PWM,” ungkap pria yang pernah menjadi kepala SD Mudipat periode 2006-2014.
Butuh Masukan
Sementara itu, Ketua majelis Dikdasmen PDM kota Surabaya Dikky Syadqomullah SHI MHES, mengaku bangga atas lompatan kemajuan yang ditunjukkan Madrasah Ibtidaiyah (MI) punya Muhammadiyah Kota Surabaya.
“Alhamdulillah, lima MIM yang dimiliki Surabaya terus berkembang pesat. MIM 5 Jojoran Surabaya jadi Madrasah Literasi Tingkat Nasional. MIM 25 Kenjeran jadi sekolah favorit murid barunya seratus lebih tiap tahun. Dua MI baru, MIM 27 Rungkut dan MIM 28 Balas Klumprik terus meningkat murid barunya kisaran 60-70 siswa per tahun. Tinggal MIM 23 Buntaran, Tandes, yang perlu pembenahan,” ungkap Ketua PWPM Jatim periode 2018-2023 ini.
Bagi Dikky, Madrasah dan Sekolah Umum milik Muhammadiyah pada dasarnya sama saja. Toh, masyarakat sudah tahu jika sekolah berlabel Muhammadiyah tentu berbasis agama yang sarat materi keislamannya.
“Secara pribadi, saya ingin semua sekolah Muhammadiyah di Surabaya, baik sekolah umum dan madrasah memiliki citra rasa dan standar yang sama. Hanya identitas dan lokasi sekolahnya yang berbeda-beda,” tegas pria 41 tahun tersebut.
Disinggung perlukah Surabaya menambah jumlah MTsM dan mendirikan MAM, Dikky mengaku hal itu bergantung kebutuhan masyarakat. “Kami perlu masukan para pihak dan stakeholder pendidikan kota Surabaya terkait pendirian madrasah baru, baik MTsM dan MAM di Surabaya,” jelasnya.
Dikky menambahkan, jika dibutuhkan masyarakat dan memiliki prospek jangka panjang, niscaya kami segera dirikan MTsM dan MAM tersebut. “Juga di mana lokasi tepatnya kami butuh banyak masukan publik,” harap dia. (*)
Editor Darul Setiawan.