PWMU.CO – Pimpinan Muhammadiyah wajib baca buku dan majalah disampaikan oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Ir Tamhid Masyhudi.
Wakil Ketua Bidang Organisasi, Ideologi, MPKU, dan MLHPB ini menyampaikannya dalam kegiatan Capacity Building Revitalisasi Ideologi, Politik, dan Organisasi (Ideopolitor) Gelombang II di Grand Whiz Hotel Trawas Mojokerto, Jawa Timur, Ahad (13/8/2023).
Menurut Tamhid, kita di Muhammadiyah mau tidak mau harus berorganisasi. Ada jamaahnya dan itu menjadi kekuatan kita.
“Ketika kita bicara organisasi maka Muhammadiyah sebagai organisasi besar memiliki struktur yang luas dan kompleks. Muhammadiyah terstruktur dan sistematis. Mulai dari ranting, cabang, daerah, wilayah, hingga pusat,” ujarnya.
Maka, lanjutnya, sesungguhnya ada dalil yang tidak boleh kita lupakan. La Muhammadiyah illa bil jamaah, wala jamaata illa bil imaroh, wala imarata illa bit-taah (tidak ada Muhammadiyah kecuali dengan berjamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan)
“Maka tatkala bit-taah itu apa? Samikna wa athakna (kami mendengar dan kami taa). Jadi kuncinya di situ. Tetapi kadang Muhammadiyah itu pinter-pinter. Nek ditoto iku kadang-kadang gak gelem. Rumongso luwih pinter dari PP Muhammadiyah. Samikna wa athokna-nya kurang atau luntur,” ungkapnya.
Wajib Baca Buku-Buku Ini
Untuk itu, lanjutnya, anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) baik yang lama maupun baru, wajib memiliki buku-buku ini: pertama, Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Jilid 1-3.
Buku kedua yang juga wajib dibaca: Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) Muhammadiyah. AD ART diterbitkan yang terbaru dengan tanda tangan Ketua Umum dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah: Prof Haedar Nashir dan Prof Abdul Mu’ti.
“Beberapa perubahan terakhir dalam AD-ART terkait dengan penyebutan orga nisası otonom (ortom). Kalau dulu hanya disebut ortom tanpa disebutkan nama-nama ortom. Itulah yang kemudian kita mengusulkan waktu Tanwir di Samarinda. Kita usulkan materi kaitannya dengan ortom harus disebutkan nama-nama ortom. Kemudian Muktamar di Makassar ditanfidkan,” jelasnya.
“Kenapa? Karena dulu namanya pemerintah daerah itu tidak mengakui ortom, karena tidak disebutkan dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah maupun Anggaran Rumah Tangga-nya,” tambahnya.
Baca sambungan di halaman 2: Majalah yang Wajib Dibaca