PWMU.CO – Hidup ruwet dan cara menyelesaikannya diungkap oleh dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Eko Asmanto MA di Kajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Wringinanom Gresik, Ahad (13/8/23).
Kajian Ahad Pagi bertempat di SD Muhammadiyah 1 Wringinanom (SD Muwri) Gresik.
Eko Asmanto mengatakan, hidup ruwet itu harus diruwat dengan tiga cara. Pertama, mendatangi majelis ilmu, dzikir, dan kajian al-Quran. Karena tempat tersebut merupakan taman-taman surga.
“Orang yang mendatangi tempat tersebut dinaungi Allah, diberikan ketentraman, ketenangan, dan rahmat,” katanya.
Lulusan Universitas Leiden Belanda ini menyampaikan, mengapa Allah memberi kita hidup penuh masalah, semakin ruwet, satu masalah belum selesai timbul masalah lagi, supaya kita dekat dengan Allah.
Anggota Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidoarjo ini menerangkan Allah merupakan sumber solusi untuk mengatasi segala masalah. Dia cemburu jika hambanya curhat selain kepadaNya.
”Pean suka curhat, Bu? Sambat? Nang tonggo? Jangan Bu, malah nanti dijawab podo sambate,” terangnya.
Panggilan Allah
Cara kedua, lanjutnya, segera memenuh Allah. Dia menyitir Quran surat Ali Imran: 133 ”Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”
Allah mengumumkan baik dalam Quran dan hadits Nabi, sambungnya, untuk segera melakukan amal saleh dan bertaubat. ”Cepat-cepat lah. Allah memanggil karena kita terlalu landai dan santai dan posisi hati kita terlalu jauh dari yang menyeru,” katanya.
Salah satu seruan Allah adalah shalat. Teruslah shalat walau belum khusyuk. ”Ada yang bertanya: Ustadz, ketika shalat pikiran saya ke mana-mana,” ceritanya. ”Tetaplah shalat dari pada ke mana-mana tidak shalat, jawab saya.”
Dia mencontohkan banyak dijumpai sekitar kita, di kereta api, sedang sakit, mereka tidak shalat. Pernah dijumpai di suatu tempat mereka shalat Subuh berjamaah hanya butuh untuk bangun pagi ketika berangkat kerja, tapi ketika hari Ahad masjid banyak yang kosong. ”Shalat mereka laksanakan ketika sempat saja,” ujarnya.
Jika ada masjid kecil di perumahan dan warga datang untuk shalat semuanya. Masjid ini jadi kekecilan. “Tapi kebalikannya masjid di sini kebesaran atau kekecilan? Atau memang minim yang berjamaah?” tanyanya.
Dia menerangkan kekhusyukan dalam shalat merupakan bentuk kalam insya yaitu pernyataan yang menunjukkan tentang rasa, termasuk rasa syukur kita kepada Allah. “Jadi nyambung dan kita merasa dekat,” tandasnya.
Dia bertanya, ketika berjamaah, shalat itu berdoa atau setoran hafalan doa ibu-ibu, bapak-bapak? Kalau termasuk kalam insya itu berdoa dengan menjerit minta Allah mengampuni dosa kita.
Kekuatan Istighfar
Ketiga, jangan sampai kita tidak respon dengan panggilan Allah untuk bersegera melakukan amal-amal saleh. Salah satunya usai shalat memperbanyak istighfar.
“Bagaimana caranya? Pendek sekali, cukup membaca astagfirullah, ya Allah ampuni aku, dengan khusyuk tanpa garuk-garuk tolah- toleh,” jelasnya.
Istighfar bermakna memutus sebab akibat. Artinya, dosa yang banyak kita lakukan akan diputus dengan istighfar sehingga tidak berakibat pada masa kini dan nanti.
Dia mengupas ungkapan ’siapa yang menanam maka akan menuai’ tidak semuanya benar. Dia mencontohkan kita tidak menanam padi tapi kita masih punya persediaan beras di rumah.
”Artinya, kesuksesan, keberadaan, kenikmatan yang bapak ibu rasakan di sini bukan semata-mata karena hanya dari usaha, tetapi ada campur tangan Allah,” tegasnya.
Diberi kemudahan, lanjutnya, anaknya sukses, itu bukan hasil cocok tanam anaknya tapi dari orangtuanya yang selalu mendoakan. Begitupun sesama muslim, hendaknya saling mendoakan.
“Ada orang mendoakan kita dan kita tidak tahu bahwa kita didoakan, siapa tahu orang yang tidak kita kenal itu punya doa baik kepada kita, itu merupakan cocok tanam dalam kebaikan,” katanya.
Cocok tanam kebaikan dan keburukan, sambungnya, bukan hanya orangtua yang memanen tetapi bisa jadi anak keturunan dan istri yang memanen, bukan hanya berdampak sekarang, bisa jadi esok.
Dia mencontohkan ada seorang bapak yang mencuri, siapa yang malu? Istri dan keluarganya. “Sakno, kasihan anak kalau kita bercocok keburukan,”tuturnya.
Allah menyindir kita pada Ali Imran: 160 ‘Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkanmu, maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.
“Allah memberikan penyakit, jangan berputus asa karena dengan istighfar kita akan terputus dari penyakit yang kita derita, terputus dari bala dan musibah,” tutupnya. (*)
Penulis Heri Siswanto Editor Sugeng Purwanto