PWMU.CO – Menulis puisi untuk keabadian. Demikian pesan Fatma Hajar Islamiyah MPd–guru SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik yang beberapa kali menjuarai lomba puisi–dalam pelatihan II menulis puisi, Rabu (16/8/2023).
Pelatihan ini terselenggara untuk membekali 50 siswa yang tergabung di tim jurnalistik, di mana mereka akan mengikuti lomba menulis puisi oleh Nyalanesia. Sebelumnya, Nila Rosyidah SPd yang juga beberapa kali menjuarai lomba puisi mengajarkan siswa tentang dasar-dasar penulisan puisi, Senin (14/8/2023) siang.
Fatma yang baru saja meraih juara II lomba menulis puisi nasional yang diadakan Simple Publisher pada Juli 2023 ini mengungkap maksud menulis untuk keabadian. “Kalau meninggal, manusia meninggalkan apa? Nama saja yang dikenang?” ujarnya bertanya retorik di laboratorium IPA dan literasi SD Mugeb.
Dia lantas menanyakan, mereka ingin dikenang sebagai apa. Salah satu jawaban datang dari Luqman Nur Azmi Albana. Kata Azmi, dia ingin dikenang sebagai anak yang mampu berkarya. Fatma pun membenarkan dan menegaskan, dari karya tulis puisi inilah kelak mereka bisa dikenang.
“Kalian akan membuat antologi puisi. Masing-masing menulis, lalu dibukukan,” tuturnya menerangkan antologi puisi, salah satu output proyek menggerakkan semangat literasi di SD Mugeb dalam sebulan ke depan.
Fatma kemudian menegaskan, menulis puisi berbeda dengan menulis diary. “Karena menulis puisi itu menggunakan rasa, tidak sekadar menulis kata-kata tanpa perasaan. Maka apa yang kalian rasakan, tuangkan ke puisi,” tuturnya.
Diksi dan Sudut Pandang
Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Kabupaten Gresik ini lantas menerangkan perlunya menulis puisi dengan diksi yang indah.
“Kenapa kalian pakai baju itu?” tanyanya memantik pemahaman siswa. Beragam jawaban muncul, seperti biar matching (cocok), cantik, rapi, ganteng, dan pantes.
“Pakai diksi indah biar puisi yang kalian tulis tidak sekadar tulisan. Cari kata yang cocok. Kalau bingung, bisa cari di Google. Misal, kata lain dari mentari,” terangnya.
Kemudian, Fatma menegaskan dalam menulis puisi perlu menggunakan sudut pandang berbeda. “Kalau kalian lihat dari depan, terlihat wajah ustadzah. Kalau dari belakang, tidak terlihat wajah ustadzah, terlihatnya punggung. Bikin puisi juga gitu, lihat dari sudut pandang lain,” jelasnya.
Perempuan kelahiran Lamongan ini mengungkap, sudut pandang itu cara melihat sesuatu. “Temukan hal yang berbeda. Kalian bisa melihat dari mana pun,” tuturnya.
Untuk melatih siswa, Fatma meminta mereka menyebutkan satu hal yang dipikirkan ketika melihat gambar pudak yang dia tunjukkan. “Bisa melihat dari bentuknya, warnanya, jumlahnya, ukurannya, talinya, manfaatnya sebagai oleh-oleh, asalnya dari Gresik, dan lain sebagainya,” ujarnya menyimpulkan dari aneka jawaban siswa.
Pelajari Pengalaman Gagal
Fatma akhirnya memotivasi siswa dengan menceritakan proses belajarnya dari pengalaman mengikuti lomba puisi tingkat internasional pada 2021. “Ustadzah juga pernah gagal menulis puisi. Ini ceritanya agak lucu tapi memalukan. Saat itu, Ustadzah ingin ikut lomba menulis puisi dengan kemampuan masih pas-pasan,” kenangnya.
Fatma lanjut mengenang, “Ustadzah pingin bikin puisi beda. Pilih diksi unik. Saking uniknya, besoknya langsung lupa artinya apa. Ustadzah hanya mementingkan pilihan kata. Akhirnya pesan tidak tersampaikan.”
Dari kesalahannya saat itu, Fatma bisa memetik pelajaran penting ketika menulis puisi. “Ternyata puisi harus komunikatif. Ustadzah saja nggak paham dengan artinya apalagi pembaca lainnya. Jadi pastikan kalian juga paham,” ungkapnya.
Selain meminta siswa membaca tentang hal-hal yang akan mereka tulis sebagai puisi, Fatma juga mengajak siswa memilih salah satu perasaan yang ingin mereka gambarkan dalam puisi.
Tips fokus menulis puisi juga dia sampaikan dalam kesempatan itu. “Tulis sampai kalian merasa cukup. Jangan baru dapat 1-2 baris langsung dibaca. Mengapa harus menulis sampai selesai? Agar isinya fokus. Kalian lagi nulis pudak lalu lihat ibu masak nasi krawu, nanti jadi ingin nulis nasi krawu,” contohnya.
Selain itu, lanjutnya, hal ini juga bikin terhindar dari ketidakpercayaan diri, mengurangi gangguan dari luar, dan memaksimalkan editing di akhir penulisan.
Terakhir, Fatma mencontohkan cara membuat puisi secara spontan berdasarkan hal-hal yang diamati. Pelatihan siang itu ditutup dengan konsultasi karya puisi masing-masing kepada Fatma. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni