PWMU.CO – Takkan pernah terbayang jika Allah SWT menciptakan lima jari dalam bentuk atau fungsi yang sama. Misalnya, lima jari dalam bentuk jempol semua, atau berfungsi sebagai penunjuk semua. Akan sangat tidak proporsional dan tidak efektif, bahkan mungkin akan menyusahkan.
Camat Papar Mujiatmiko MM dalam acara Pengukuhan Pengurus Bina Keluarga Lansia (BKL)‘Aisyiyah di Ranting Aisyiyah Minggiran, Papar, Kabupaten Kediri menyampaikan dengan susunan jari yang proporsional dan tupoksi yang berbeda dapat membantu untuk menulis, memegang benda, menolong anggota tubuh yang lain, dan banyak lagi hasil positifnya.
”Dengan perbedaan bentuk dan fungsinya, maka kerjasama 5 jari ini akan membuahkan hasil yang menakjubkan. Masalah yang berat akan terasa ringan,” ujar Miko, Sabtu (3/6).
Miko lalu mengambarkan keberhasilan kegiatan BKL di desa Minggiran yang dipelopori oleh Pimpinan Ranting ‘Asyiyah (PRA) Minggiran dengan visual lima jari. Pertama, Jempol diibaratkan Miko sebagai pejabat. Mulai dari pejabat tingkat paling bawah, hingga paling atas. Atau yang lebih dikenal dengan para stakeholder, para pembuat keputusan.
”Jempol dijadikan sebagai lambang ‘persetujuan’. Bila stakeholder sudah memberikan ‘jempol’nya, dapat dimaknai telah adanya legalitas sebuah kegiatan,” terangnya.
Kedua, telunjuk yang diibaratkan sebagai kaum dermawan yang secara materi mereka memiliki harta berlebih. ”Sebagian masyarakat kita masih menganggap materi memiliki ‘kekuatan’ yang lebih, sehingga suatu kegiatan dapat berjalan lancar bila ada donaturnya,” urainya.
Ketiga, jari tengah yang diibaratkan sebagai kaum ulama atau tokoh masyarakat. Yakni, orang yang dianggap memiliki kemuliaan, arif dan bijaksana dengan kelebihan ilmu agama yang dimilikinya.
”Secara simbolis, kedudukan jari tengah lebih tinggi dari yang lainnya. Hal ini dapat dimaknai bahwa dia memiliki keutamaan dibanding yang lain dan dapat menjadi penengah dan pengambil sebuah kebijakan bagi suatu masalah,” jelasnya.
Keempat, Jari Manis diibaratkan sebagai kaum muda, dan terkhir Jari kelingking yang diibaratkan sebagai kaum wanita. Secara simbolis, bentuknya paling kecil dan lemah. Akan tetapi berefek besar.
”Jadi, jangan pernah meremehkan kedudukan kaum wanita. Karena di balik kesuksesan seorang laki-laki, ada wanita hebat di sisinya. Kedudukan kaum wanita sebagai ibu juga sangat ditinggikan. Karena ‘Surga’ di bawah telapak kaki ibu,” ujar Miko.
Realisasi filosofi lima jari ini, Sebut Miko terwujud dalam pelaksanaan kegiatan BKL Aisyiyah Ranting Minggiran. Di mana, RT, Kasun, Kades, dermawan, ulama, pemuda dan ibu-ibu saling bahu-membahu melaksanakan BKL setiap bulannya. Aisyiyah, lanjut Miko mampu memberikan kontribusi besar untuk masyarakat Minggiran berupa peralatan mandi jenazah.
”Sungguh tak terbayangkan, bila seluruh desa se-Kabupaten Kediri seperti ini, maka Insya Allah kaum lansia tidak ada yang terlantar,” ujar Miko.
Selanjutnya Baca Hal 2