Ahmad Surkati, Pendiri Al-Irsyad Guru Sejumlah Tokoh Besar; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Ahmad Surkati ulama besar. Murid-muridnya, baik yang langsung berguru kepadanya atau yang mengambil ilmu secara tak langsung, di kemudian hari banyak yang menjadi ulama berpengaruh. Juga, tak sedikit yang menjadi tokoh nasional.
Lelaki teduh itu berasal dari Sudan. Ahmad Surkati lahir pada 1875 dan dikenal cerdas sedari kecil. Dia hafal al-Qur’an dalam usia muda.
Ahmad Surkati tumbuh-kembang di dalam keluarga terpelajar dan agamis. Saat kecil, awal dia dididik oleh ayahnya. Selain itu, juga belajar pada guru-guru di luar rumah. Misal, dia pernah belajar di Ma’had Sharqi Nawi, pesantren besar di Sudan waktu itu.
Sang ayah, Muhammad Surkati, lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Sayang, keinginan Ahmad Surkati muda mengikuti jejak sang ayah menjadi sarjana Al-Azhar terkendala karena situasi sosial-politik yang tak kondusif waktu itu.
Setelah sang ayah wafat, Ahmad Surkati bisa juga berangkat ke Madinah dan Mekkah, belajar agama. Di Mekkah, dia sempat memperoleh gelar Al-Allaamah yang prestisius waktu itu dari Majelis Ulama Mekkah.
Ahmad Surkati lalu mendirikan sekolah di Mekkah dan mengajar tetap di Masjid al-Haram. Di Mekkah, dia rutin berkomunikasi dengan ulama-ulama Al-Azhar lewat surat-menyurat.
Suatu ketika, datang utusan Jami’at Khair dari Indonesia untuk mencari guru. Ulama Al-Azhar langsung menunjuk Ahmad Surkati. Kemudian, pada 1911, Ahmad Surkati berangkat ke Indonesia.
Di Indonesia, Ahmad Surkati menyebarkan ide-ide pembaharuan. Dia pun diangkat sebagai Penilik sekolah di sejumlah lembaga pendidikan milik Jami’at Khair di Jakarta dan Bogor.
Dalam setahun, sekolah-sekolah tersebut maju pesat. Hanya saja, Ahmad Surkati bisa bertahan tiga tahun di Jami’at Khair. Itu, karena adanya perbedaan paham yang cukup prinsip antara dirinya dengan pimpinan organisasi tersebut yang umumnya keturunan Arab sayyid (Alawiyin).
Di antara perbedaan pandangan keagamaan mereka adalah yang menyangkut persamaan derajat. Para pemuka Jami’at Khair dengan keras menentang fatwa Ahmad Surkati tentang kafaah (persamaan derajat).
Ahmad Surkati memilih mundur dari Jami’at Khair pada 6 September1914. Lalu, di hari itu juga dia bersama beberapa sahabatnya dari golongan non-Alawi mendirikan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, serta organisasi untuk menaunginya yaitu Jam’iyat al-Islah wal-Irsyad al-Arabiyah (kemudian berganti nama menjadi Jam’iyat al-Islah wal-Irsyad Al-Islamiyyah).
Baca sambungan di halaman 2: Deretan Murid