Banyak Jalan Menulis Buku; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Akan banyak pelajaran jika kita suka membaca kisah hidup para ulama yang memiliki karya buku. Pada ujungnya, di diri kita akan terbangun semangat untuk meneladaninya. Bahwa, kita akan turut berdakwah lewat tulisan.
Jika niat di atas kita realisasikan, maka kita beruntung! Hal ini karena merupakan sebuah pilihan jalan dakwah yang memiliki banyak keutamaan.
Seperti apa saja jalan para ulama-penulis dalam menghasilkan karya berupa buku? Berikut ini, sebagian di antaranya. Kita bisa memilih salah satu bahkan dapat juga semuanya sesuai situasi dan kondisi. Ternyata banyak jalan menulis buku.
Sepuluh Pilihan
Pertama, buku kita tulis dengan niat sebagai bahan pelajaran. Lihat kisah sukses, antara lain, Buku Iqro’: Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an karya As’ad Humam. Juga, buku Al-Barqy: Belajar Membaca Al-Qur’an – Mudah, Gembira dan Antilupa karya Muhajir Sulthon. Pun, buku Risalah Tuntunan Shalat Lengkap karya karya Moh. Rifai. Kecuali itu, sekadar menambah contoh, buku Fiqh Islam karya Sulaiman Rasyid dan Ilmu Jiwa Agama karya Zakiah Darajat.
Kedua, buku kita tulis untuk memberikan panduan cara ibadah yang benar. Sebagai contoh, perhatikan “serial’ buku Hasbi Ash-Shiddieqy ini: Pedoman Shalat, Pedoman Puasa, Pedoman Zakat, dan Pedoman Haji. Juga, buku Pengajaran Shalat karya A.Hassan.
Ketiga, buku kita susun sebagai sebentuk kajian khusus, yang jarang dibahas penulis lain. Di titik ini, buku Samudera Al-Fatihah karya Bey Arifin bisa menjadi contoh. Di samping itu, ada contoh lain dari penulis yang sama, dengan tema yang tak biasa. Judulnya, Hidup Sesudah Mati.
Keempat, buku kita tulis untuk memberikan motivasi berbuat baik. Dalam hal ini, buku Mujahid Da’wah karya Isa Anshary bisa menjadi inspirasi. Di buku itu, pembaca dan terutama kalangan da’i, akan mendapatkan suntikan semangat agar menjadi da’i ideal. Adapun yang ideal adalah jika da’i memiliki kemampuan berdakwah yang sama kuatnya antara dengan lisan dan tulisan.
Kelima, kita bisa merangkai pengalaman hidup diri (atau orang lain) menjadi buku menarik. Buku Firdaus AN yang berjudul Dari Penjara ke Meja Hijau bisa menjadi contoh. Bahwa, Firdaus AN yang semula pengagum Soekarno lalu di kemudian hari berbalik arah.
Keenam, terutama bagi yang berposisi sebagai kiai, dosen/guru, pakar, atau siapapun yang sering ditanya orang tentang berbagai masalah, maka kumpulan jawaban bisa kita bukukan. Dalam hal ini, buku Soal-Jawab: Tentang Berbagai Masalah Agama karya A.Hassan bisa menjadi contoh. Begitu juga, buku FATAWA karya Umar Hubeis.
Ketujuh, buku bisa berasal dari materi diskusi bahkan perdebatan. Ada contoh, buku A.Hassan yang berjudul Adakah Tuhan: Perdebatan A.Hassan dengan Ateis. Dari judul tampak dari mana asal tulisan di dalam buku tersebut. Adapun perdebatan yang dimaksud terjadi pada 1955. Buku yang sudah pernah terbit itu lalu dicetak ulang sebagai edisi revisi pada 2021.
Kedelapan, buku boleh berupa kumpulan tulisan kita. Dalam hal ini, kita bisa menghimpun berbagai tulisan lepas dan akan lebih bagus jika kesemuanya dalam satu tema. Dalam kenyataannya, buku kompilasi naskah seperti ini tak kalah manfaatnya jika dibandingkan dengan buku yang sejak awal memang diniatkan sebagai sebuah buku. Buku dengan jenis ini sangat banyak dan (setidaknya sebagian) sukses di pasaran. Buku Kuliah Tauhid karya Imaduddin AbdulRahim bisa menjadi contoh.
Kesembilan, kita dapat membukukan kritik kepada buku (atau pendapat) orang lain. Misal, Rasyidi mengritisi pemikiran Harun Nasution yang menulis buku berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Adapun buku Rasyidi berjudul Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Buku tersebut terbit pada 1977.
Kesepuluh, kita boleh juga menulis buku berisi kisah fiksi islami. Lihat, nama Hamka akan terus diingat masyarakat melalui novel islaminya seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal van der Wijck.
Baca sambungan di halaman 2: Kisah di Balik Buku