PWMU.CO – 5 Rahasia Kemenangan Muhammad Al Fatih, sang Penakluk Konstantinopel dikupas Abdul Choliq SPd dalam Majelis Pengajian Ahad Pagi KH Ahmad Dahlan PDM Kota Batu, Ahad di Masjid at-Taqwa Batu (3/9/2023).
Wakil Ketua PDM Kota Batu ini menyampaikan, siapa yang tidak mengenal Sultan Al Fatih sang penakluk Konstantinopel? Setelah 54 hari perang, kemenangan yang dinantikan selama 825 tahun akhirnya dapat diraih.
“Konstantinopel tak dapat ditembus selama berabad-abad. Mengapa? Lalu apa rahasia kemenangan yang diraih Al Fatih? Mari kita bahas,” lanjutnya.
Dia menuturkan, Turki adalah negara dengan segudang sejarah kedigdayaan berbagai bangsa di masa lalu. Di Istanbul, misalnya, banyak bangunan dan peninggalan masa lalu yang masih bisa dinikmati sampai saat ini.
“Inilah salah satu alasan mengapa banyak wisatawan dari penjuru dunia mengunjungi kota tersebut. Selain itu, Istanbul juga menjadi satu-satunya kota di dunia yang terletak di dua benua, yaitu Asia dan Eropa,” katanya.
Konstantinopel ada di Istanbul, Turki. Selama ratusan tahun Konstantinopel bertahan dari serangan musuh karena memiliki sistem pertahanan terbaik sebanyak 5 lapis. Pada masa itu, Konstantinopel sangat kaya, dikenal sebagai kota dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat di dunia.
Lantas, mengapa Konstantinopel ditaklukkan? Apa penyebabnya? Penyebabnya adalah kekejaman Pemerintah Konstantinopel terhadap bangsa muslim dan sesamanya, pemeluk agama Kristen. Pajak yang dipungut dari rakyat sangat tinggi. Bahkan, lanjutnya, di tengah perekonomian rakyat yang sangat sulit akibat paceklik, rakyat tetap diminta membayar pajak. Selain ditekan untuk membayar pajak, rakyat juga ditindas dengan kejam bahkan nyawa mereka terancam.
Pembantaian di desa-desa terjadi dilakukan oleh pasukan salib terhadap rakyat yang satu keyakinan dengan pemerintahan. Melihat kekejaman pasukan salib, salah satu pendeta mencari bantuan ke Turki, negara Islam. Turki sebagai musuh Bizantium (Konstantinopel) kemudian turun tangan membantu rakyat Bizantium.
“Maka, penaklukan Konstantinopel disebut sebagai pembebasan (futuhah) bukan peperangan,” jelasnya.
Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, “Bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk menulis, tiba-tiba beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, “Kota Heraklius terlebih dahulu (maksudnya Konstantinopel) (HR Ahmad di shahihkan oleh Al Hakim Adzahabi dan Al Albani).
Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabat. ”Ya Rasul, mana yang lebih dahulu jatuh ke tangan kaum Muslimin, Konstantinopel atau Romawi?” Nabi menjawab, ”Kota Heraklius (Konstantinopel). (HR Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim).
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad bin Hanval Al Musnad).
Setelah mendapat bisyarah itu, sahabat Nabi banyak yang ingin mewujudkan bisyarah tersebut. Banyak yang berusaha, tetapi kemudian gagal.
Hingga Muhammad Ali Fatih atau Sultan Mehmed II, putra dari Sultan Murad II, menjadi jawaban dari bisyarah Rasulullah yang tertera pada hadisnya.
Muhammad Al Fatih, pada usia 8 tahun telah hafiz Quran. Pada usia 10 tahun hafal ribuan hadis. Pada 12 tahun sudah menguasai 6 bahasa. Usia 12 tahun menjadi diangkat menjadi sultan. Namun kemudian ada ancaman dari Romawi, Bizantium, hingga dia diturunkan dari jabatannya dan ayahnya menjabat lagi. Pada usia 14 tahun hidup terpisah dari ayahnya. Namun, setelah ayahnya wafat, pada usia 21 tahun kembali menjadi sultan.
Bisyarah yang Terwujud
Abdul Choliq menyampaikan, setelah menjabat sebagai sultan, Muhammad Al Fatih ingin menaklukkan Konstantinopel. “Sebelum melakukan penaklukan, Fatih mempelajari kegagalan-kegagalan penyerangan sebelumnya,” katanya.
Pertama, memotong pasokan logistik dari jalur timur dengan membebaskan tanah di Eropa kemudian membangun benteng Rumell Hisari hingga sempat diancam oleh Kaisar Konstantinopel VIII.
Kedua, memesan meriam pada Urban (orang Hungaria) ahli metalurgi. Ketigam membentuk pasukan 250.000 berani mati. Keempat, membentuk pasukan 3 lapis. Lapis pertama pasukan dari sipil (Bazi Bozuk), pasukan tanpa keahlian perang, namun mereka punya semangat jihad sangat kuat. Pasukan lapis kedua terdiri atas tentara reguler yang disiplin atau militer.
“Kelima, Pasukan Elite Yenisary dengan keahlian perang yang mumpuni,” tambahnya.
Pasukan lapis 1 dan 2 dapat dipukul mundur oleh tantara Bizantium. Walaupun kelelahan luar biasa, Bizantin bisa bertahan dengan adanya pasukan panah dan minyak panas. Pengepungan tersebut berlangsung selama satu bulan.
Muhammad Al Fatih kemudian membuat strategi baru. Sebanyak 400 kapal dikerahkan, tembok diserang dengan meriam. Namun belum juga berhasil. Kemudian mereka menggali terowongan dari bawah untuk menghancurkan fondasi tembok benteng. Namun lagi-lagi belum membuahkan hasil.
“Penyerbuan itu berlangsung sampai hari ke-40. Lalu ada saran dari wazir, untuk menghentikan perang. Muhammad Al Fatih kemudian mengurung diri selama 2 hari di tenda. Hingga kedatangan gurunya, Syeh Syamsudin, yang memberi semangat baru dengan mengisahkan perjuangan Abu Ayub, sahabat nabi (87 tahun) yang ikut berjuang pada periode sebelumnya,” ujarnya.
Maka, sambungnya, pada 29 Mei 1453 hari Selasa, semangat menggelora di dalam diri prajurit Muhammad Al Fatih. Ia mengajak pasukannya bermunajat pada Allah dengan berzikir dan shalat malam. Mereka berpuasa pada esok paginya.
Allah kemudian menunjukkan kuasa-Nya. Muhammad Al Fatih kemudian menemukan titik lemah Konstantinopel. Kelemahan itu ada pada tembok Hadrianus di Teluk Golden Horn.
“Untuk bisa mencapai tembok Hadrianus, pasukan Al Fatih harus bisa melewati Bukit Galata. Maka 72 kapal perang Al Fatih diangkat ke dataran dengan menggunakan kayu gelondongan dan minyak agak mudah digerakkan, pindah dari satu laut ke laut lain dalam satu malam! Luar biasa. Musuh Islam terkaget-kaget, Muhammad Al Fatih ibaratnya menjadikan daratan sebagai lautan. Itulah bantuan dari Allah,” ucapnya.
“Pasukan Turki adalah pasukan berani mati sehingga walau jumlahnya sedikit mereka bisa memenangkan peperangan. Maka, pada 29 Mei 1453, kemenangan yang dinanti akhirnya diperoleh,” jelasnya.
Setelah itu Muhammad Al Fatih masuk ke dalam bangunan terindah di Konstantinopel yaitu Hagia Sophia. Di sana sudah berkumpul masyarakat setempat yang ketakutan akan dibunuh oleh umat Islam.
“Namun, Al-Fatih tersenyum dan berkata, ‘Kalian bebas untuk terus bersama dengan agama kalian.’ Lakum dinukum waliadiin, sang Sultan itu lalu menggendong salah satu anak kecil dari ibunya, dan semua berakhir indah,” lanjutnya.
Rahasia Kemenangan
Abdul Choliq mengungkapkan, dari uraian tersebut kita memperoleh beberapa pelajaran penting tentang rahasia kemenangan Muhammad Al Fatih.
“Pertama adalah peran orangtua. Sultan Murad II memilihkan pendidikan terbaik untuk anaknya. Bekal utamanya adalah ilmu agama kemudian ilmu umum,” katanya.
Dengan ilmu agama yang kuat, Al Fatin selalu mengerjakan shalat lima waktu dan tak pernah meninggalkan shalat tahajud. Shalat tahajud dan khusyuknya munajat pada Allah SWT. Mengantarkan Al Fatih dan pasukannya meraih kemenangan.
Kedua, keberanian dengan pertimbangan. Keberanian dalam mengambil langkah besar walau penuh risiko, dilakukan dengan penuh perhitungan dan pertimbangan. Ketiga, kepandaian dalam berstrategi.
“Tak diragukan, diperlukan strategi yang jitu untuk meraih kemenangan. Dan itu sudah dibuktikan oleh Al Fatih dengan memesan meriam, membentuk 3 lapis pasukan, membangun menara pengintai di lokasi strategis, membidik titik lemah musuh, dan yang paling fenomenal adalah mengangkat puluhan kapal perang ke daratan,” ujarnya.
Keempat, sambungnyua, kesalehan dan kemuliaan akhlak. Muhammad Al Fatih menunjukkan kemuliaan akhlaknya baik dalam menghadapi rakyatnya maupun musuh.
Sungguh, tekannya, ketakwaan kepada Allah adalah rahasia terbesar untuk meraih kemanangan, dan itu telah diabadikan dalam kisah Muhammad Al Fatih, sang penggubah sejarah. (*)
Penulis Khoen Eka. Editor Ichwan Arif.