Kokam dan Pilpres: Kembali ke Khittah, Oleh Prima Mari Kristanto
PWMU.CO – Kelahiran Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) tidak lepas dari peristiwa berdarah G30S/PKI tahun 1965. Tepat 1 Oktober 1965 Kokam dibentuk untuk membantu negara, khususnya TNI Angkatan Darat dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), menumpas komunisme. Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai salah satu basis komunis menjadi ancaman serius bagi masyarakat anti-PKI.
Mengutip Suaramerdeka.com sekitar 500 anggota Kokam menggelar apel di Alun-alun Kabupaten Wonogiri pada hari Ahad 1 Oktober 2023. Peserta yang hadir berasal dari daerah Solo dan sekitarnya.
Apel Kokam Solo Raya itu juga disertai pernyataan sikap terkait pembekuan Kokam Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Koordinator Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Solo Raya Reynal Falah mengatakan “Pernyataan sikap itu sebagai sebuah bentuk tanggung jawab moral dari PDPM dan Kokam Solo Raya terhadap situasi yang seharusnya tidak perlu terjadi.”
Masih menurut Reynal Falah perbedaan pendapat antara satu wilayah dengan wilayah lain atau antara pimpinan pusat dengan wilayah itu satu hal yang wajar.
“Jika pintu ishlah tidak terbuka maka tanpa sadar Kokam sudah terseret ke wilayah politik, khususnya irama politik yang sedang dimainkan Presiden Jokowi.”
Dalam pernyataan sikap tersebut Kokam Solo Raya menyerukan untuk saling menjaga marwah dan mengutamakan komunikasi dan konsolidasi. Mereka juga meminta Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (PP PM) untuk mencabut pembekuan Kokam DIY dan mendukung eksistensi Kokam DIY.
Pernyataan sikap bernas dan cerdas dari sang tuan rumah apel akbar Kokam yang dihadiri Presiden Jokowi pada 20 September 2023 di Stadion Manahan Solo. Sikap Kokam Solo Raya layak didengar mengingat sebagai tuan rumah mereka tidak tersinggung dan tidak mempermasalahkan absennya Kokam DIY pada acara tersebut.
Jika ketidakhadiran salah satu wilayah dijadikan dasar membekukan seolah-olah kegiatan bersama Presiden yang notabene sebagai tokoh politik adalah kegiatan wajib. Jika pintu ishlah tidak terbuka maka tanpa sadar Kokam sudah terseret ke wilayah politik, khususnya irama politik yang sedang dimainkan Presiden Jokowi.
Pada kegiatan 20 September 2023 tersebut sangat tampak dan terasa motif politik di dalamnya dari narasi-narasi yang disampaikan Presiden Jokowi. Salah satu kalimat Presiden Jokowi yang terkesan tendensius adalah, “Jangan sampai saat ganti pemimpin ganti visi ganti orientasi, sehingga kita harus mulai semuanya dari awal lagi. Sudah SD, SMP, SMA (lalu) ganti pemimpin, ganti visi sehingga mulai lagi SD, SMP, SMA. Lalu kapan kita S1, S2, S3 dan seterusnya?”
Tidak dipungkiri bahwa Presiden Jokowi saat ini menginginkan calon tertentu untuk jadi penerusnya. Beragam pernyataan dan sikap Presiden menunjukkan sikap ingin “cawe-cawe” yang disampaikan sendiri oleh Presiden pada kesempatan sebelumnya.
Baca sambungan di halaman 2: Dissenting Opinion