PWMU.CO – Bonggolan seperti menjadi rezeki Abdul Halim, kader Muhammadiyah dari Panceng Gresik. Camilan dari bahan kerupuk yang mirip pempek dikemas daun pisang ini menjadi pekerjaannya sekarang.
Gaya bicara Abdul Halim ceplas-ceplos. Kadang membuat telinga orang yang mendengarnya merasa panas. Saya saja teman akrabnya kadang gregetan jika diskusi tentang sesuatu beda pandangan dengannya.
Suatu hari saya bertemu di Warung Ibu Zubaidah, ketika sama-sama sarapan pagi, Kamis (20/10/2023). Warung ini binaan Lazismu di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik.
Abdul Halim aktivis dan kader Muhmamadiyah tulen. Aktif sejak IPM. Di kala ada kegiatan Muhammadiyah membutuhkan keamanan, Halim sudah siap di tempat dengan seragam Kokam.
Dia pernah menjadi reporter di TVMU Kantor SMAM10 Gresik mulai tahun 2016 sampai tahun 2018.
Saya mengenalnya saat dia menjadi fundraising Kantor Layanan Lazismu (KLL) Panceng sekitar tahun 2018-2021.
Dari bagian fundraising KLL Panceng, kemudian beralih menjadi sopir mobil ambulans layanan Lazismu sampai tahun 2022.
Lalu dia sakit. Berhenti bekerja dan berorganisasi di Muhammadiyah sampai tujuh bulan untuk penyembuhan.
Satu bulan ini dia mulai bangkit. Berjualan bonggolan keliling. Awalnya jualan ke sekolah Muhammadiyah, sekarang mulai melebar ke kantor pemerintahan, pasar, warung kopi, dan lainnya.
Banyak pengalaman saat berkeliling. Pernah diusir dari tempat berjualan, ditolak karena tidak suka bonggolan, sampai uangnya hilang.
Soal uang hilang dia bercerita, saat ada kegiatan dia ikut membantu parkir dengan seragam Kokam sambil berjualan.
”Jualan saya tinggal karena tugas parkir. Di keranjang saya tulisi harga bonggolan dan tempat uang. Silakan ambil uang kembalian sendiri. Ternyata setelah dihitung perolehan uang tidak sesuai dengan jumlah bonggolan terjual,” ceritanya.
Halim menceritakan awal berjualan bonggolan keliling ketika bertemu Usmawati, Pimpinan Ranting Aisyiyah Sedagaran Sidayu, di pengajian Masjid KH Ahmad Dahlan Sidayu. Usmawati pengusaha bonggolan di Sidayu
Halim lantas meminta pekerjaan kepada Usmawati. ”Bu, apa ngga ada lowongan kerja. Saya baru sembuh dari sakit, melamar di sana sini selalu ditolak,” katanya.
Usmawati menjawab, kok tidak bosan ikut orang. Kerja mandiri saja lebih enak. Kemudian Halim diberi 60 potong bonggolan. Dia jual ke teman-temannya ternyata tidak sampai tiga jam ludes.
Diapun ber semangat. Lantas dia ambil 200 bonggolan. Belum sehari habis. Makin bersemangat dia seperti menemukan tempat rezekinya di sini.
Dia berkeliling berjualan bonggolan dari satu ke tempat lain dengan keranjang kecil berwarna putih diletakkan di atas boncengan sepeda motornya.
Dari keuntungan berjualan dia sisihkan infak. Untuk membantu kegiatan Muhammadiyah. Sekarang dia ingin punya gerobak kecil untuk jualan makanan lain selain bonggolan.
Penulis Nurkhan Editor Sugeng Purwanto