PWMU.CO – Era digitalisasi yang telah melahirkan revolusi industri 4.0—data dan informasi sebagai kebutuhan dan gaya hidup—telah mengubah perilaku sosial dan pola budaya masyarakat global. Hal itu dikatakan Nugraha Hadi Kusuma dalam tausiyah pada acara Silaturahmi Keluarga Besar RS Muhammadiyah Lamongan, (8/7).
Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PWM Jatim tersebut menyampaikan bahwa sekian tahun yang lalu tidak terbayang ada WhatsApp, Faceb,ook, Twitter, Instagram, bahkan marketing online.
(Baca: Dulu Rasan-Rasan sambil Petan, Kini Ngrumpi via WhatsApp)
Berbagai macam layanan teknologi tersebut, kata Nugraha secara tidak langsung telah menjajah alam bawa sadar manusia. “Dan itu sangat berbahaya sekali karena tanpa dirasakan, para penikmat layanan itu mulai tidak ada kepedulian pada sesama,” ungkapnya.
Menurutnya, kehadiran WhatsApp dan sejenisnya telah menghilangkan 3 hal. Pertama, hilangnya kultur dan moralitas. “Karena semangat untuk mendapatkan informasi tercepat menjadikan mereka mengabaikan moralitas. Mereka lebih rela memenuhi warung-warung wi-fi dari pada memenuhi masjid-masjid,” kata dia.
Kedua, lanjutnya, hilangnya konsolidasi keilmuan. “Sekarang ini banyak orang lupa untuk mengkontrol bacaan Alquran putra- putrinya atau bagaimana doa shalatnya,” ujarnya. “Percepatan teknologi itulah yang telah mengubah prilaku seseorang.”
(Baca juga: Kata Din Syamsuddin tentang WhatApps Hasanah dan Dlalalah)
“Yang ketiga, terjadi proses pelemahan jamaah di kalangan umat Islam. Lihat saja di media-media sosial, orang sangat sensitif dan mudah terpengaruh oleh setiap informasi tanpa ada tabayyun,” jelas Nugraha.
Pada acara yang dihadiri karyawan dan keluarga RSML, sesepuh Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan beserta ortom dan para mantan direktur RSML itu, Nugraha juga mengungkapkan bahwa sebenarnya sistem pendidikan Indonesia telah lama dihancurkan oleh para aktivis komunis.
“Begitu banyak pemutarbalikan fakta sejarah terutama yang terkait dengan kesejarahan perkembangan Islam di negeri tercinta ini. Juga cerita-cerita nabi yang seakan hanya menceritakan tentang sisi heroisme saja. Sehingga tidak bisa menumbuhkan dan membangkitkan ghirah untuk ber-Islam secara kaffah,” paparnya.
(Baca juga: Lewat WhatsApp, Para Alumni Galang Dana untuk Almamater)
Berangkat dari berbagai hal tersebut, ujar Nugraha, maka tepat sekali jika Muhammadiyah telah menetapkan GJDJ (Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah).
Menyinggung soal silaturahmi Nugraha menyatakan bahwa yang disebut silaturahim itu tidak hanya saling bersalaman dan saling ucap maaf, akan tetapi harus ada efek gerakan yang dihasilkan, terlebih lagi dalam Persyarikatan Muhammadiyah. “Sinergi antarmajelis dan antaramal usaha harus mulai dibangun dan digerakkan. Amal usaha yang besar harus memiliki rasa tidak tega bila melihat amal usaha lainnya yang berjalan tertatih-tatih,” kata Nugraha.
Nugraha menegaskan, Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan yang semakin besar ini hendaknya memperkuat kemitraan dengan amal usaha Muhammadiyah (AUM). “Tentu saja semua itu harus sepengetahuan PDM sebagaimana kaidah organisasi, sehingga tidak akan lagi ada suara dari karyawan atau yang lain,” pesannya sambil memberi contoh fenomena aktivis Muhammadiyah yang menyekolahkan anaknya di luar karena sekolah Muhammadiyah di Lamongan tidak ada yang unggul. “Saatnya RSML yang unggul ini bermitra dengan semua AUM atau amal usaha Aisyiyah sehingga mereka juga unggul.” (Uzlifah)