Ahmad Dahlan Tokoh Perubahan, Refleksi 111 Tahun Muhammadiyah, Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Alhamdulillahb hari ini 18 November 2023, Muhammadiyah tepat berusia 111 tahun. Organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini terus berumbuh dan berkembang.
Kini, Muhamadiyah (dengan berbagai kontribusi positifnya bagi semesta) telah lengkap hadir di lima benua. Hal paling menonjol, kontribusinya di bidang pendidikan.
Langkah Mendunia
Salah satu keunggulan yang dimiliki Muhammadiyah adalah kemampuannya untuk mengembangkan jaringan. Bahkan, sampai ke dunia internasional.
Muhammadiyah mendirikan Muhammadiyah Cyber University. Internasionalisasi Muhammadiyah juga semakin kuat dengan diterbitkannya izin Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMaM).
Ada lagi, Muhammadiyah Australia College di Melton, Victoria, Australia. Pun, berdirinya Muhammadiyah Thailand, pengakuan badan hukum Muhammadiyah oleh Pemerintah Jepang dan sebagainya.
Berikut ini capaian sebelumnya. Bahwa, di berbagai negeri, di lima benua, sudah ada Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM).
Di benua Asia, ada PCIM di Malaysia, PCIM di Taiwan, PCIM di Jepang, PCIM di Pakistan, dan PCIM di Yaman. Di benua Afrika, ada PCIM di Mesir, PCIM di Libya, dan PCIM di Sudan. Di benua Eropa, ada PCIM di Inggris Raya, PCIM di Perancis, PCIM di Jerman, dan PCIM di Belanda. Kemudian di benua Amerika dan benua Australia, juga ada PCIM.
PCIM adalah struktur baru di lingkungan Muhammadiyah untuk menghimpun warga dan simpatisan Muhammadiyah yang sedang berada di luar negeri. Berbeda dengan Pimpinan Cabang yang ada di dalam negeri-yang berada di Wilayah dan Daerah-, maka Pimpinan Cabang Istimewa langsung di bawah pembinaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Penggerak Perubahan
Jika ingin melihat performa sebuah organisasi, lihatlah siapa yang mendirikannya. Demikian, sebuah nasihat klasik, yang benar adanya.
Lihatlah, KH Ahmad Dahlan (1868-1923) sang pendiri Muhammadiyah. Hanya pribadi dengan pandangan jauh ke depan yang bisa punya karya semisal Muhammadiyah.
Sebagai pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan telah wafat pada usia belum genap 55 tahun. Sementara, sebagai organisasi, Muhammadiyah telah melewati usia dua kali lipat dari umur sang pendiri. Sebagai organisasi, Muhammadiyah terus bertumbuh dan berkembang.
Kebesaran Muhammadiyah banyak terletak pada aksi-aksi nyata berupa aktivitas kebajikan tanpa henti lewat berbagai amal usaha yang dimilikinya. Beragam amal usaha yang dimaksud, antara lain seperti Panti Asuhan, Rumah Sakit, dan sekolah (dari jenjang PAUD hingga perguruan tinggi). Semua itu, banyak jumlahnya dan tersebar di berbagai tempat di Indonesia.
Di bidang pelayanan sosial, kesehatan, dan kemasyarakatan, ada ratusan Panti Asuhan, puluhan Panti Jompo, dan puluhan pelayanan rehabilitasi cacat. Ada ratusan Rumah Sakit / Rumah Bersalin / BKIA. Ada belasan ribu masjid / mushalla.
Di aspek pendidikan, ada sekitar 5000 Taman Kanak-kanak / Taman Pendidikan Al-Qur’an, sekitar 3000 Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah, sekitar 2000 SMP / Madrasah Tsanawiyah, dan lebih dari 1000 SMA/SMK/Madrasah Aliyah. Juga, ada puluhan pesantren dan puluhan SLB.
Masih di sektor pendidikan, ada lebih dari 150 perguruan tinggi Muhammadiyah. Beberapa di antaranya cukup dikenal masyarakat, antara lain seperti Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Penggerak ke Perubahan
Prof Din Syamsuddin adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode yaitu 2005-2010 dan 2010-2015. Dengan demikian, dia punya kapasitas untuk memberikan pandangan atas performa KH Ahmad Dahlan.
“KH Ahmad Dahlan-sebagai tokoh pencerah dan penggerak, dengan bukti nyata pada gerakan pencerahan Muhammadiyah-layak untuk dinisbatkan sebagai Tokoh Perubahan Abad keduapuluh Indonesia, bahkan dunia. Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa pendekatan pencerahan dan kepenggerakan KH Ahmad Dahlan melampaui zamannya,” kata Prof. Din (2021: 14-15).
KH Ahmad Dahlan memang Penggerak yang dengan itu muncul berbagai perubahan positif. Lihat, misalnya, keberadaan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Lembaga pendidikan itu didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1918 dengan nama awal “Qismul Arqa” yang kemudian diubah menjadi Pondok Muhammadiyah pada 1920, lalu menjadi “Kweekschool Muhammadijah” (1924).
Intinya, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta adalah Sekolah Kader Persyarikatan Muhammadiyah. Penyelenggaranya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Di antara peristiwa monumental di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta adalah yang terjadi pada 7 dan 8 November 1945. Saat itu, diadakanlah Kongres Umat Islam Indonesia di Jogjakarta.
Kongres itu adalah manifestasi konkrit dari Resolusi Jihad. Dilaksanakan di Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Jogjakarta, peserta datang melebihi kapasitas. Kongres dihadiri hampir semua tokoh dari berbagai organisasi Islam dari masa sebelum perang hingga masa Jepang.
Kongres kemudian bulat memutuskan untuk mendirikan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Sejak saat itu, Masyumi dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi umat Islam. Masyumi menjadi wadah bagi umat Islam di Indonesia.
Hal lain, duaa di antara tokoh yang pernah menjadi Direktur Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Jogjakarta adalah Mas Mansyur dan Abdul Kahar Muzakkir. Keduanya, belakangan mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
Adapun, di antara alumni madrasah itu adalah:Hasan Basri (Ketua Umum MUI 1985-!98), Djarnawi Hadikusuma (putra Ki Bagus Hadikusumo ini, antara lain pernah Ketua Umum Parmusi), dan Anwar Harjono (turut mendirikan Gerakan Pemuda Islam Indonesia-GPII-dan belakangan menjadi tokoh berskala dunia).
Tiga sang
Demikianlah, performa Muhammadiyah yang setelah 111 tahun mendunia. Demikianlah performa KH Ahmad Dahlan, yang meski hanya sempat memimpin Muhammadiyah 11 tahun tapi organisasinya telah dirasakan oleh semesta. Itu hanya mungkin dilakuka oleh pribadi berkategori Sang Pencerah, Sang Penggerak, sekaligus Sang Pembawa Perubahan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni