PBB Bela Palestina, Hil yang Mustahal oleh Abu Nasir, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Pasuruan.
PWMU.CO – Aksi kebiadaban Israel di Gaza belum mereda. Belakangan aksi itu semakin merajalela. Terakhir kebiadaban Israel menyasar Rumah Sakit Al-Syifa yang diklaim Israel sebagai markas operasi Hamas.
Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) seperti dilansir BBC News Indonesia menggambarkan kondisi di rumah sakit itu seperti zona kematian.
Tim gabungan PBB pimpinan WHO itu menyampaikan bahwa mereka telah mengevakuasi setidaknya 80 jenazah dan membiarkan 300 pasien lainnya tetap tinggal di RS Al Syifa dalam kondisi kritis.
Sejauh ini Israel melalui perdana menteri Netanyahu mengklaim memenangkan pertempuran melawan pasukan Hamas semenjak serangan darat diluncurkan. Namun dia mengaku kalah dalam perang opini di media sosial.
Sejumlah media mainstream milik Israel maupun yang berafiliasi kepada Zionis memang mendominasi penguasaan media tetapi opini masyarakat dunia terhadap Israel sebagai penjajah dan penjahat perang tidak mampu dibendung.
Belakangan sekelompok aktivis pro Israel berunjuk rasa dipimpin anggota parlemen pro Yahudi Amerika dengan maksud menandingi demonstrasi anti Israel tidak dapat menghapus citra Israel sebagai negara penjajah yang melakukan genocida terhadap ribuan anak-anak dan wanita.
Israel dengan percaya diri menegaskan pihaknya sedang memusnahkan milisi Palestina, Hamas, dari muka bumi dan Gaza akan bisa kembali seperti semula. “Setiap anggota Hamas adalah orang mati,” tegas Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pemicu Perang
Konflik Palestina-Israel kembali membara pasca lebih dari 250 orang terbunuh dan ratusan lainnya terluka dalam serangan ke Israel oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Serangan ini merupakan respons Hamas terhadap kesewenang-wenangan Israel atas pencaplokan dan pendudukan tanah Palestina disertai kekejian dan kekejaman yang dipertontonkan secara angkuh terhadap rakyat Palestina selama beberapa tahun belakangan ini.
Hamas menembakkan 5.000 roket dan senjata di lebih dari 22 lokasi di luar Gaza. Juru bicara Hamas Khaled Qadomi menyatakan, mereka bermaksud agar Israel menghentikan kekejian dan penghinaan mereka terhadap situs suci al-Aqsha dan tempat suci lainnya serta menghormati orang-orang yang beribadah di dalamnya. Namun Israel bergeming. Alih-alih memenuhi seruan Hamas, mereka justru menginjak injak situs suci dan mengintimidasi rakyat Palestina saat sedang beribadah.
Komandan militer Hamas Mohammad Deif mengumumkan serangan itu sebagai Operasi Badai al-Aqsha adalah untuk memutus blokade Israel di Gaza dalam 16 tahun terakhir.
Kementerian Luar Negeri Palestina melalui akun X pada Sabtu, 7 Oktober 2023 menulis: alasan di balik situasi yang meledak-ledak ini dan tidak adanya perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut karena pertama, tidak adanya solusi terhadap permasalahan Palestina setelah 75 tahun penderitaan dan pengungsian.
Kedua, berlanjutnya kebijakan standar ganda, dan diamnya komunitas internasional mengenai praktik kriminal dan rasis yang dilakukan pasukan pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina.
Ketiga, berlanjutnya ketidakadilan dan penindasan yang dialami rakyat Palestina.
Konflik Politik atau Agama?
Konflik baru Palestina dan Israel saat ini bisa lebih parah dari sebelumnya. Selain tinggginya korban tewas pasca 37 hari sejak meletus hingga mencapai 12.000 orang (19/11) termasuk 4.630 anak-anak Palestina dan 1.200 di pihak Israel serta belasan ribu lainnya luka luka, seperti biasa pemerintah di dunia tanpa rasa malu menunjukkan standar gandanya yang munafik menutup mata atas situasi Gaza. Sementara mereka murka ketika Rusia menginvasi Ukraina.
Perseteruan Palestina-Israel termasuk konflik terumit dan terlama di sepanjang sejarah konflik dunia pasca perang dunia pertama. Pertikaian puluhan tahun ini melibatkan berbagai unsur dan isu di ranah politik, sejarah, negara bangsa dan agama.
Hajriyanto Y. Thohari dalam majalah MATAN edisi 208 November 2023 menyebut konflik Palestina-Israel bukan semata konflik politik. Pasalnya, dalam politik selalu ada seni untuk menyelesaikan masalah tanpa kekerasan.
Jika sebuah konflik berputar berkepanjangan, dan berputar tak berkesudahan, maka itu bukan konflik politik. Separah apapun konflik politik selalu ada kompromi. Sebagaimana Dewa Janus yang berwajah dua: wajah konflik di satu sisi dan wajah konsensus di sisi lainnya.
“Teori Dewa Janus tidak berlaku dalam konflik Palestina-Israel,” tulisnya mengutip sosiolog Prancis, Maurice Duverger. Tidak ada Dewa Janus di Palestina.
Kalau begitu apa akar masalah konflik ini?
Mimpi Herzl
Konflik Palestina dan Israel membentang sejak kekaisaran Usmaniyah kalah dalam Perang Dunia I oleh Inggris tahun 1916. Turki Usmani yang waktu itu secara misterius dinarasikan sebagai sahabat Jerman harus terkena getahnya tatkala Inggris bersama sekutu menang dalam perang tahun 1914-1916 itu.
Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour mengeluarkan Deklarasi Balfour pada 2 November 1917 yang merespon permintaan bankir terkemuka Lord Rothchild untuk menyerahkan wilayah Palestina kepada komunitas Yahudi yang tersebar di berbagai negara di dunia.
Rothschild sendiri merupakan sahabat sekaligus sponsor dana untuk lembaga Zionis Internasional yang didirikan oleh Yahudi keturunan Austria, Theodore Herzl yang berambisi besar mendirikan negara Yahudi Israel di atas ’Tanah Terjanji ‘ bagi mereka. Cita-cita yang dia tulis secara sangat provokatif dalam buku The Jewish State tahun 1896 saat berusia 36 tahun.
Pemerintah Inggris kemudian memperkuat deklarasi itu dengan mandate for Palestine pada 1922 saat Inggris menjadi Ketua Liga Bangsa-bangsa (League of Nations).
Mandat ini menjadi dasar bagi orang-orang Yahudi untuk pindah ke ’Tanah Terjanji’ versi mereka dan mewujudkan impian mendirikan negara Yahudi.
Sejak itu ratusan ribu sampai jutaan orang Yahudi dari berbagai negara di dunia eksodus besar-besaran dari tahun 1920, 1922, secara bergelombang hingga tahun 1940 ke wilayah Palestina.
Perampok Berkedok Wasit
Pasca perang dunia kedua Amerika menjadi kampiun dan kepemimpinan dunia beralih ke negara Paman Sam. Pada 29 November 1947 terjadi perubahan nama League of Nations menjadi United of Nations (Perserikatan Bangsa-bangsa ).
PBB selanjutnya atas dukungan penuh Amerika seakan berperan sebagai wasit yang secara sepihak menengahi konflik Palestina – Israel dengan membagi tanah Palestina menjadi dua bagian. 55% untuk komunitas Yahudi dan 45% untuk orang Arab Palestina. Puncaknya Yahudi mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi Israel pada 14 Mei 1948 dengan Perdana Menteri pertama David Ben Gurion beribu kota Yerusalem.
Peristiwa ini menandai penjajahan resmi PBB atas perintah Amerika dengan mencaplok dan merampok tanah Palestina, Baitul Maqdis (al-Ardlu al-Muqaddasah), atau Masjid al-Aqsha yang mereka klaim sebagai kembali ke Tanah Terjanji sekaligus menjadikan Palestine stateless.
Komunitas Arab tanpa tanah dan kewarganegaraan. Itu sebabnya pemerintah Yahudi Israel menganggap orang Palestina tidak memiliki hak sama sekali. Karena itu mereka merasa berhak bertindak apa saja atas nama penguasa resmi Tanah Terjanji pasca kelahirannya melalui bidan PBB dengan ibu dan ayah Inggris dan Amerika.
Mengharap bantuan serta dukungan Inggris, Amerika, dan PBB untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel bagai memasukkan gajah ke dalam kulkas. Sesuatu hil yang mustahal.
Editor Sugeng Purwanto