2024 Muhammadiyah Dapat Menteri Apa? Kolom oleh Prima Mari Kristanto
PWMU.CO – Dialog terbuka pasangan capres-cawapres Anis Baswedan – Muhaimin Iskandar (Amin) di Universitas Muhammadiyah Surakarta 22 November 2023 berlangsung sukses.
Kepiawaian menanggapi pertanyaan dari panelis oleh pasangan Amin yang sama-sama menyandang gelar doktor ini begitu lugas. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah apakah akan mengangkat menteri dari Muhammadiyah.
Anies Baswedan secara berseloroh menjawab “Orang Pak Jokowi saja memberi tempat apalagi kita.” Sementara Muhaimin Iskandar mengatakan setiap kabinet selalu ada menteri dari Muhammadiyah.
Pertanyaan dan jawaban masih sama-sama kurang lugas, meskipun Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’thi secara jenaka menanyakan apakah ada dis di dalamnya.
Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 berlanjut ke Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi, sampai kini Muhammadiyah selalu ikut dalam pemerintahan. Siapa pun presidennya Muhammadiyah hampir pasti mendapat “jatah” posisi menteri.
Semua periode pemerintahan memerlukan dukungan Muhammadiyah sebagai ormas tertua di Indonesia. Bersama Muhammadiyah yang selalu mendapat posisi menteri adalah unsur dari Nahdlatul Ulama (NU) dan unsur TNI/Polri.
Sejak awal kemerdekaan ketiga unsur ini ibarat soko guru yang harus ada dalam pemerintahan Indonesia. Pada awal kemerdekaan kader Muhammadiyah mendapat amanah dalam bidang pertahanan keamanan melalui Jenderal Soedirman. Kader yang ditempa pandu Hizbul Wathan dan Pemuda Muhammadiyah ini ikut menjadi penentu pengakuan kedaulatan Indonesia dari kerajaan Belanda pada 27 Desember 1949.
Perang gerilya yang digagasnya dan dipimpin langsung oleh beliau berhasil memaksa penjajah mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang berujung pengakuan kedaulatan. Mantan mantri guru Muhammadiyah ini sukses mengemban amanah hingga wafat syahid tahun 1950.
Memasuki periode pemerintahan Orde Lama setelah pemilu pertama 1955, Ir Djuanda Kartawijaya mengemban amanah sebagai Menteri Pertahanan sekaligus didaulat menjadi Yang Mulia Tuan Perdana Menteri.
Dengan nama Kabinet Juanda sejak 1957, kepemimpinan mantan guru di SMA Muhammadiyah Jakarta ini juga bukan kaleng-kaleng. Paling spektakuler yaitu Deklarasi Juanda yang mendapat pengakuan internasional tentang kepemilikan laut Indonesia. Sebelum Deklarasi Juanda kawasan laut di antara pulau-pulau di Indonesia menjadi kawasan bebas tanpa kepemilikan dan tanggung jawab pengamanan.
Usai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Ir Juanda dipercaya sebagai Menteri Keuangan. Tugas berat menjaga kas negara dipegang Juanda antara lain mengawal nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, mempersiapkan Asian Games Jakarta 1962 dan pengadaan alutsista untuk pembebasan Irian Barat.
Hingga wafat pada tahun 1963 Ir Juanda tidak sedikitpun diterpa isu korupsi dalam memegang posisi-posisi strategis dan “basah”.
Dari dua tokoh tersebut, Soedirman dan Juanda membuktikan jika kader-kader Muhammadiyah mampu mengemban amanah selain pendidikan, sosial, dan kesehatan yang menjadi kompetensi inti Muhammadiyah. Terbaru Profesor Muhadjir Effendy yang mengawali karier pemerintahan di posisi Menteri Pendidikan lanjut menjadi Menteri Koordinator PMK sesuai dengan kompetensi kiprah Muhammadiyah.
Untuk posisi yang dipegang Raja Juli Antoni sebagai Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang di luar bidang garap Muhammadiyah secara langsung tetapi sangat strategis untuk membantu melindungi aset-aset tanah milik Muhammadiyah.
Dalam sesi uji publik berikutnya semoga ada kejelasan dari capres-cawapres tentang kementerian apa yang akan dipegang kader Muhammadiyah. Dalam hal ini Muhammadiyah bukan dalam posisi minta jabatan tertentu, melainkan dalam rangka menyiapkan kader terbaiknya untuk amanah yang akan diberikan.
Dengan kiprah selama 111 tahun di Nusantara kiranya Muhammadiyah siap jika diamanahi tanggung jawab sesuai kompensi pendidikan, kesehatan, dan sosial. Selain ketiga bidang tersebut, belajar dari sejarah Jenderal Soedirman dan Ir Juanda, pasti ada kader yang siap mengemban amanah kementerian pertahanan, keuangan, pekerjaan umum, koperasi, perdagangan, perekonomian, pertanian, perikanan, politik, hukum, luar negeri dan lain-lain.
Tetapi dengan maraknya fenomena parpol-parpol dan relawan pendukung capres-cawapres mungkinkah Muhammadiyah dapat amanah kementerian strategis dan “basah”?
Jika orientasi politik masih serba balas budi, balas jasa, juga “maaf” balik modal, akan sulit mendapat menteri yang amanah, profesional sesuai kompetensi. Tetapi jika orientasi politik Darul Ahdi wa Syahadah, profesional menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak sulit dari profesional-profesional Muhammadiyah bersama kader perguruan tinggi dan organisasi profesi mendapat amanah kementerian strategis. Wallahualambishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni