PWMU.CO – Anies Baswedan: Guru P3K tetap mengajar di sekolah swasta mengemuka saat Dialog Terbuka Muhammadiyah bersama Calon Pemimpin Bangsa, Rabu (22/11/2023).
Dialog Terbuka Muhammadiyah bersama Calon Pemimpin Bangsa dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Hall Edutorium Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Dialog ini menghadirkan pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut satu Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar.
Panelis kedua Rektor UMS Prof Sofyan Anif mengangkat kebijakan pemerintah tentang guru dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Sofyan Anif menyampaikan, kalau kita bicara bangsa kita, kalau mau maju tentu faktor yang paling utama adalah SDM. Kalau kita bicara SDM maka pilarnya adalah pendidikan.
“Sekarang ini kita lihat, dengan kebijakan yang baru P3K, itu yang menjadi korban paling banyak adalah Muhammadiyah dan NU. Karena mereka sekolahnya paling banyak. Muhammadiyah lebih dari 2000 sekolah mulai dari TK hingga perguruan tinggi,” ungkapnya.
Perguruan tinggi saja, lanjutnya, Muhammadiyah punya 170. Pemerintah hanya sekitar 117 yang PTN-PTN itu. Apalagi di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
“Tetapi dengan P3K ini banyak guru Muhammadiyah, dan mungkin juga guru-guru lembaga pendidikan NU, yang diambil pemerintah. Padahal yang diambil itu adalah guru-guru yang di Muhammadiyah menjadi guru yang teladan,” paparnya.
Ini kan mestinya negara hadir untuk membantu sekolah-sekolah swasta yang secara kumulatif itu menjadi kekuatan besar bangsa kita. Terutama untuk memajukan negara ini. “Maka bagaimana tanggapan Mas Anies dan Gus Imin,” tanyanya.
Diskriminasi Pendidikan
Sesaat kemudian Anies Baswedan memberikan jawaban. Menurut Anies, semua yang diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau P3K, mereka dibiarkan untuk tetap mengajar di swasta. Karena mereka adalah guru-guru yang mengajar anak-anak Indonesia.
“Itulah yang saya maksud dengan diskriminasi. Kenapa kalau mereka menjadi guru di sekolah swasta seakan-akan ini bukan Indonesia, harus dikembalikan ke pemerintah untuk menjadi Indonesia. Tidak begitu. Dia bisa di sekolah swasta dan negara tetap bisa menghargai mereka,” paparnya disambut tepuk tangan hadirin.
Ini yang sudah investasi adalah swasta. Yang sudah mendidik, yang sudah menjadikan mereka doktor. Tahu-tahu dipindah oleh negara. Justru harusnya dibalik.
“Negara harus investasi kepada guru dan dosen swasta supaya mereka bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Jadi harus diubah cara pandangnya,” tegasnya. (*)
Penulis Sugiran.