PWMU.CO – Masalah otonomi daerah mengemuka dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah Bersama Calon Pemimpin Bangsa di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (22/11/2023).
Hadir Capres- Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pasangan dengan nomor urut 1.
Panelis Bidang Kesehatan dan Kesejahterahan Sosial Prof Dr Siti Zuhro MA mengajukan pertanyaan dampak Pemilu 2024 terhadap desentralisasi dan masalah otonomi daerah.
”Ternyata beberapa peraturan terkait desentralisasi Otonomi Daerah seperti Undang-Undang (UU) Minerba Tahun 2020 dan UU Cipta Kerja, desentralisasi itu bukan mendorong malah menarik urusan-urusan yang menjadi kewenangan daerah ke pusat,” ungkap Peneliti Utama Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini.
Prof Siti Zuhro menilai, ini artinya dari perspektif daerah ada resentralisasi. “Lantas apa yang nanti akan diimplementasikan oleh Paslon 1 ini kalau menjadi pemimpin yang sebenarnya dwitunggal untuk di level nasional? Apa yang dilakukan terkait kebijakan yang menarik mundur tidak hanya demokrasi tapi juga desentralisasi dan otonomi daerah?”
Calon Presiden RI Anies Rasyid Baswedan menyatakan hari ini terjadi resentralisasi seperti yang diungkap Siti Zuhro.
“Ketika daerah tidak melaksanakan yang seharusnya, solusinya adalah dengan diberikan ukuran-ukuran penilaian insentif-disinsentif. Bukan masalahnya diambil alih oleh pusat,” ucapnya.
Sebab, menurut Anies, begitu masalahnya diambil alih pusat, masalahnya bukan selesai, tapi tambah masalah baru lagi.
“Karena pusat tidak akan mungkin bisa meng-handle urusan yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Itulah (guna) otonomi daerah,” ungkapnya.
Dia lantas mengajak bersama-sama melihat,”Kenapa urusan stunting yang bermasalah nggak ditarik ke pusat? Kenapa urusan pendidikan yang bermasalah nggak ditarik ke pusat? Tapi yang ditarik ke pusat apa? Tambang, kemudian semua urusan yang punya manfaat tarik ke pusat. Daerah malah kehilangan pajak dari situ.”
Sesungguhnya, menurutnya, tetap pertahankan desentralisasi, pertahankan otonomi daerah. “Tapi dari pusat diberikan petunjuk, guideline, ukuran. Yang harus dikerjakan apa, ukurannya apa, bila gagal disinsentifnya apa, bila berhasil insentifnya apa, baru dilakukan penilaian secara terbuka!” jelas Anies.
Dengan begitu dia menilai otonomi daerah tetap dihormati, tapi di sisi lain kinerjanya dinilai. Anies belajar ini dari pengalaman kerjanya. “Hari ini kinerja nggak pernah dinilai. Saya sebagai gubernur nggak dikasih catatan apa, pendidikan apa, investasi apa, nggak dapat penilaian itu. Sehingga kami nggak punya penilaian objektif atas apa yang kami kerjakan,” ujarnya.
Terkait apa yang mestinya mereka lakukan, Anies menegaskan, “Nah kami melihat bukan resentralisasi tapi melakukan manajemen pemerintahan dengan otonomi daerah dan ukuran yang benar.” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Sugeng Purwanto