PWMU.CO – Etika dalam bermedia sosial dibahas di Gerakan Perempuan Mengaji (GPM) Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Wringinanom, Ahad (26/11/2023).
GPM yang bertempat di Masjid An Nur Ranting Kandangasin ini menghadirkan sebagai pembicara Sunarsih SAg MPd. Sekretaris Majelis Tabligh, ketarjihan PDA Sidoarjo ini membahas dunia maya ibarat dua mata pisau yang sama-sama tajam yang tak terpisahkan, harus benar-benar hati-hati dalam menggunakannya.
“Karena pemanfaatannya telah mengubah baik perilaku maupun peradaban manusia secara global. Tinggal klik kalau pun tidak bisa ngetik anak kecil bisa menggunakan dengan pesan suara, itulah kecanggihan internet,” jelasnya.
Dia menjelaskan karakteristik media sosial bersifat cepat dan terkini, interaktif, terdokumentasi dengan baik. “Contohnya di Facebook mengunggah kejadian setahun yang lalu akan diingatkan pada tanggal yang sama,” ujarnya.
Pengelola bertindak akumulatif, sambungnya, ya berperan sebagai jurnalis, editor, pimpinan redaksi, sekaligus distributor. “Beda dengan penulisan berita yang butuh editor dan tidak dapat dikerjakan sendiri, seperti yang biasa saya kerjakan,” kata kontributor PWMU.CO ini.
Penyebaran Hoax
Dia menekankan supaya kita harus menjaga diri supaya tidak gampang share. “Tul loh wes tutuk, tul kita merupakan sebuah amalan makanya harus pandai ngempet menahan diri misalnya dalam menyebarkan kekerasan meskipun tujuannya baik,” ujarnya.
Ketua Panti Aisyiyah Balongbendo Sidoarjo ini menguraikan efek gawai yang terlalu asyik dan tidak waspada juga akan membahayakan diri. Sambil menyalakan video di layar dia menjelaskan pemakai gawai sambil memakai head set dan tidak fokus pada keadaan yang ada di depannya akhirnya celaka.
Dia memberi informasi bahwa Muhammadiyah sudah diterbitkan buku kode etika Netizmu istilahnya akhlaqul Medsosiyah warga Muhammadiyah. “Mengupas bagaimana bermedia sosial yang dirangkum di Himpunan Putusan Tarjih (HPT),” kata Sekretaris Dikdasmen PCA Sidoarjo.
Dia membacakan ada 14 ketentuan yang diatur dalam bermedia sosial meliputi Shiddiq benar adanya tidak bias. “Tawazun, berarti rela mencari sumber lain, Tabayyun mencari kebenaran dari yang menyampaikan berita secara langsung,” urainya.
Hurriyah, sambungnya, artinya kebebasan untuk mendapatkan informasi dan bukan kebebasan untuk menyebarkan saja. “Adil dan profesional, tabligh menyampaikan dan menyebarkan informasi yang berbeda, amanah mengorganisir informasi secara tertib kepada audience,” ujanrya.
Dia melanjutkan fathanah, bijak dan arif dalam mengelola informasi, rasional dan proporsional atau tidak baper, menghormati para pemberi dan penerima informasi yaitu menghindari personal judgemen fokus pada conten.
“Memahami secara jeli tentang posisi pemberi dan penerima informasi sebagai insider atau outsider, tidak mudah terprovokasi dan terburu-buru mengambil keputusan namun selektif. Dan yang ke-14 kontektualisasi ketercelaan dan keterpujian dalam verifikasi informasi antar lain terkait dengan sifat adil bagi penyampaian informasi,” ulasnya.
Nilai Dasar Bermedia Sosial
Guru bahasa Arab SD Muhammadiyah 10 Balongbendo (Miobal) ini menjelaskan ada tiga dasar dalam bermedia sosial.
Pertama, berlandaskan pada tauhid yaitu meyakini bahwa Allah dan Rasulnya merupakan pusat kebenaran informasi. Segala informasi yang kita dapat akan diminta pertanggungjawaban. “Harus ada check and richeck bertabayun atau mencari penjelasan,” paparnya.
Kedua, akhlak mulia merupakan prinsip utama dalam islam yang melandasi sikap dan perbuatan setiap muslim. “Meliputi jujur, adil, tabligh, amanah, fatanah, dan moderasi,” jelasnya.
Ketiga, kemaslahatan yang mencakup efisiensi, efektivitas, serta kepedulian dalam penyampaian dan penerimaan informasi untuk mendorong individu menjauhkan diri dari kebiasaan menebar berita bohong.
“Yang tidak ada gunanya tinggalkan saja, jika ada teman rasan-radam di grup EA, sampaikam wes po’o ganti bahasan meski risikonya akan dijauhi teman,” tuturnya.
Dia menyitir Quran Surat al-Mukminun ayat 3, Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada guna.
Etika Bermedsos
Dia menuturkan jika aaa berita bencana atau peperangan seperti di Palestina, jangan asal menyebarkan, tapi pakai hati nurani. “Yaitu tidak menampilkan gambar atau korban secara detail yang membuat hati miris,” imbaunya.
Dia menekankan kelafa kita untuk tahan jempol jangan mudah share. Cermati berita yang didapat dengan sumber lain.
“Sabar jangan buru-buru sebar, lanjutnya, bandingkan berbagai berita, jika berita sesuai dengan opini atau persepsi kita, jangan buru-buru meyakininya sebagai kebenaran. Intinya kita harus cerdas dalam bermedia sosial,” tutupnya. (*)
Penulis Kusmiani. Editor Ichwan Arif.